3 research outputs found

    Edukasi kesehatan imunisasi Measles Rubella menggunakan video animasi dan pesan teks melalui WhatsApp

    Get PDF
    Purpose: This study aimed to compare the effect of health education using animated video and text messages through WhatsApp on parental knowledge and attitude. Method: This study used a quasi-experimental design on two groups that consisted of 36 respondents in each group. The first group received animation videos about MR immunization, and the second group received text messages through WhatsApp. The instruments of this study consisted of a knowledge questionnaire and an attitude questionnaire. The study was conducted on parents who had an infant less than nine months old, had a smartphone and WhatsApp account. Results: The pretest-posttest scores show increased knowledge and attitude about MR immunization after educational animation video and text message intervention. Video animation had a higher mean of knowledge and attitude than text messages. Conclusion: Health education using animation videos through WhatsApp can improve parental knowledge and attitude higher than a text message.Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan video animasi dan pesan teks melalui whatsapp pada pengetahuan dan sikap orang tua. Metode: Penelitian ini menggunakan desain quasi-eksperimental pada 2 kelompok yang terdiri dari 36 responden setiap kelompok. Grup pertama menerima video animasi tentang imunisasi MR dan grup kedua menerima pesan teks melalui whatsapp. Instrumen penelitian ini terdiri dari angket pengetahuan dan angket sikap. Penelitian ini dilakukan pada orang tua yang memiliki bayi kurang dari 9 bulan, memiliki smarthphone dan akun WhatsApp. Hasil: Skor pretest-postest menunjukkan peningkatan pengetahuan dan sikap tentang imunisasi MR setelah intervensi video animasi  dan pesan teks. Video animasi memiliki rerata pengetahuan dan sikap yang lebih tinggi daripada pesan teks. Kesimpulan: Pendidikan kesehatan menggunakan video animasi melalui WhatsApp dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap orang tua lebih tinggi dari pesan teks

    Calcium Serum Levels and Blood Pressure Response in trained subjects who consumed goat milk

    Get PDF
    Background: Calcium plays a role in regulating blood pressure and one exogenous sources of calcium are goat milk. Indonesian society is generally believed that goat milk can lower blood pressure and useful as antihypertensive, but so far have not found scientific evidence of how the mechanism of goat milk for controlling blood pressure. This study aimed to analyze the effect of the consumption of goat milk for lowering blood pressure and its relation to calcium serum levels in people trained. Method: Subjects, 19 gymnasts (the treatment group) and 10 runners (the control group), male and female, aged 17-28 years. Treatment: goat’s milk 250 mg / day, ad­ministered after dinner (at 19:00 to 20:00 pm), for 90 days. Design research is quasy experimental pretest-posttest design. Analysis of data using normality test Kolmogorof Smirnof-Z (p>0.05), Levene homogeneity test (p>0.05), t test (p<0.05) and Pearson correlation test (p <0.05). Results: The results showed systolic blood pressure after consume goat milk decreased significantly in the treatment group compared to the control group (122 ± 7:33 and 10:54 ± 115 vs 119 ± 7.61 ± 4.83 mmHg and 118 mmHg; p <0.05), whereas diastolic blood pressure in the treatment group and the control group (80.42 ± 5:53 and 7:08 ± 78.42 mmHg vs; 78.50 ± 3:37 and 3:16 ± 79 mmHg; p> 0.05) did not show differ­ences after administration of goat’s milk. Serum calcium levels after administration of dairy goats in the treatment group increased significantly compared with the control group (9:47 ± 0:25 and 0:32 ± 9.87 mg / dl vs 9.74 ± 0:42 and 9:37 ± 0:38 mg / dl; p <0.05). The results of Pearson correlation test (r) showed r=-0.45; p=0.05, mean­ing there were nonsignificant correlation between systolic blood pressure with serum calcium levels. Conclusion: Delivery of goat’s milk can decrease systolic blood pressure and stimulates the secretion of calcium, but a decrease in systolic blood pressure was not associated with increased serum calcium levels in people trained.     Abstrak Latar Belakang: Kalsium berperan dalam mengatur tekanan darah dan salah satu sumber kalsium eksogen adalah susu kambing. Masyarakat Indonesia umumnya percaya bahwa susu kambing dapat menurunkan tekanan darah dan bermanfaat sebagai antihipertensi, namun sejauh ini belum ditemukan bukti ilmiah bagaimana kerja susu kambing dalam mengontrol tekanan darah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh konsumsi susu kambing dalam menurunkan tekanan darah dan hubungannya dengan kadar kalsium serum pada orang terlatih. Metode: Subjek, 19 pesenam (kelompok perlakuan) dan 10 atlet lari (kelompok kontrol), laki-laki dan perempuan, usia 17-28 tahun. Perlakuan: pemberian susu kambing 250 mg/hari, diberikan setelah makan malam (pukul 19.00-20.00 wib), selama 90 hari. Design penelitian adalah quasy experimental pretest-posttest design. Analisis data menggunakan uji normalitas Kolmogorof Smirnof-Z (p>0,05), uji homogenitas Levene (p>0,05), uji t (p<0,05) dan uji korelasi pearson (p<0,05). Hasil: hasil penelitian menunjukkan tekanan darah sistolik setelah pemberian susu kambing pada kelompok perlakuan menurun signifikan dibandingkan kelompok kontrol (122±7.33 dan 115±10.54 vs 119±7.61 dan 118±4.83 mmHg mmHg; p<0,05), sedangkan tekanan darah diastolic pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (80.42±5.53 dan 78.42±7.08 mmHg vs; 78.50±3.37 dan 79±3.16 mmHg; p>0,05) tidak menunjukkan perbedaan setelah pemberian susu kambing. Kadar kalsium serum setelah pemberian susu kambing pada kelompok per­lakuan meningkat signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (9.47±0.25 dan 9.87±0.32 mg/dl vs 9.74±0.42 dan 9.37±0.38 mg/dl; p<0,05). Hasil uji korelasi pearson (r) menunjukkan r=-0,45; p=0,05, artinya terdapat korelasi sedang yang tidak bermakna antara tekanan darah sistolik dengan kadar kalsium serum. Kesimpulan: Pemberian susu kambing dapat menurun tekanan darah sistolik dan merangsang sekresi kalsium namun penurunan tekanan darah sistolik tidak berhubungan dengan peningkatan kadar kalsium serum pada orang terlatih

    Factors Affecting Surgical Waiting Time in Cancer Patients at Referral Hospitals of West Java Province

    Get PDF
    A challenge for hospitals in facing the high number of patient visits is to provide quality services. One of the vital services in dealing with patients, especially those who will have cancer surgery considering the high rate of mortality cancer, is an improvement in waiting time (WT). Waiting time for elective surgery is one indicator of service quality with a standard of ≤2 days. This research aimed to determine the average WT for surgery, influencing factors, and optimal queuing models. The method used was quantitative and qualitative methods applied to 207 samples with consecutive sampling at West Java Provincial Al-Ihsan Regional General Hospital Bandung from October to December 2016. The analysis used partial least squares (PLS). The results of the study showed that the average WT for surgery was 32 days. Factors that influence WT were inpatient rooms, number of medical personnel, condition of patients, and health insurance. The optimal queue model to reduce surgical waiting time are adding inpatient beds, oncologist doctor, and creating an online system for registration and confirmation of inpatient rooms and operating.   FAKTOR YANG MEMENGARUHI WAKTU TUNGGU OPERASI PASIEN KANKER DI RUMAH SAKIT RUJUKAN JAWA BARAT Tantangan bagi rumah sakit dalam menghadapi jumlah kunjungan pasien yang tinggi adalah mampu memberikan pelayanan berkualitas. Salah satu pelayanan signifikan bagi pasien kanker yang akan menjalani operasi adalah perbaikan waktu tunggu karena mortalitas pasien kanker yang tinggi. Waktu tunggu operasi elektif merupakan salah satu indikator mutu pelayanan dengan standar ≤2 hari. Penelitian bertujuan mengetahui waktu tunggu operasi rerata, faktor yang memengaruhi, dan model antrean yang optimal. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif yang diterapkan pada 207 sampel secara consecutive sampling di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat Bandung dari Oktober hingga Desember 2016. Analisis menggunakan partial least squares (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu tunggu operasi rerata adalah 32 hari. Faktor yang berpengaruh terhadap waktu tunggu operasi adalah ruang rawat inap, jumlah tenaga medis, kondisi pasien, dan jaminan kesehatan. Model antrean yang optimal untuk menurunkan waktu tunggu operasi adalah penambahan tempat tidur rawat inap, penambahan dokter spesialis bedah onkologi, serta pembuatan sistem daring untuk pendaftaran dan konfirmasi kesiapan ruang rawat inap dan ruang operasi
    corecore