Giant congenital melanocytic nevus of the back: a case report

Background Giant congenital melanocytic nevus (GCMN) is a rare disease with an extremely low incidence, that is present from or develops at birth and typically affects the dermis but may also affect other skin layers. Its incidence is estimated at <1 in 20,000 newborns. Despite its rarity, this lesion is important because it may be associated with severe complications such as malignant melanoma. A thorough follow-up is crucial since the probability of malignancy can vary depending on the clinical course. As such, careful observation is necessary to support possible management plans. Case Description In this case report, we present a three-day-old newborn male with abrasions on a black patch on his back. He presented with fever, jaundice, and black patches on more than 50% of his trunk down to the sacral area. The black raised patches resembling nodules had wounds on the lower back near the gluteus. A histopathology examination of specimens taken from 3 nodules on the back revealed hypocellular tissues with lymphocytes, histiocytes, neutrophils, fat droplets, and mature fat cells interspersed with some erythrocytes. The lesion was, therefore, diagnosed as a giant congenital melanocytic nevus (GCMN). Parents were counseled regarding the possible future course and were asked to come for regular follow-ups. Conclusions In this instance, we document a rare occurrence of GCMN that warrants recognition and appropriate treatment. To accumulate evidence for improving disease prognosis and outcomes, children with congenital melanocytic ne

Acanthamoeba Infection in a Drowning Child

BACKGROUND: Acanthamoeba infection is a potential life-threatening complication of drowning. The management of drowning-associated Acanthamoeba infection remains controversial. Survival reports on Acanthamoeba infection have been on case reports only.CASE DETAILS: A 2-year-old, previously healthy Indonesian boy presented with decreased consciousness and inadequate breathing, followingdrowning. The event was unsupervised with unknown estimated time of submersion. Resuscitation was commenced and mechanical ventilated was applied. Sputum specimen revealed alive Acanthamoeba with pseudopods and cysts. Sputum culture resulted in Pseudomonas aeruginosa and cerebrospinal fluid was supportive for Acanthamoeba with 1-3 trophozoites and cyst. Imaging of the head showed cerebral edema and encephalitis. The patient received intravenous ceftazidime, metronidazole, fluconazole and rifampicin. The patient’s consciousness was unsatisfactory regained resulting in an altered mental status.CONCLUSION: No treatment so far has given a succesful outcome for Acanthamoeba. In this case, management with metronidazole, rifampicin and fluconazole showed regain of consciousness resulting in altered mental status.KEYWORDS: Acanthamoeba, Pneumonia, Encephaliti

SIGNS AND SYMPTOMS OF COVID-19 IN PEDIATRICS

Seluruh dunia memasuki babak baru yaitu sebuah wabah besar yang berasal dari Wuhan, Cina yang dilaporkan pada akhir 2019 dan menyebar hampir ke seluruh benua dan negara di dunia. Angka kasus konfirmasi di Indonesia sendiri tercatat sebesar 144,945 dengan 6,346 kematian. Proporsi kasus yang dilaporkan pada tanggal 3 Juli 2020, sebanyak 4,855 kasus (8%) adalah anak usia 0-17 tahun, dengan kasus kematian sebanyak 51 (1,7%). Data pemeriksaan penunjang pada kelompok usia anak masih sangat terbatas terkait dengan tanda dan gejala yang berbeda dengan dewasa, tanpa gejala atau gejala ringan dan atau masuk dalam spektrum tersendiri yaitu multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C). Anak yang terinfeksi SARS-CoV-2 dilaporkan pada sebagian besar kasus menunjukkan gejala ringan dan tidak spesifik. Hal ini diduga karena perbedaan patogenesis COVID-19 pada anak dan dewasa. Menurut teori, anak-anak memiliki konsentrasi reseptor ACE2 yang tinggi, imunitas terlatih dan tingginya jumlah limfosit. Pada anak dengan infeksi SARS-CoV-2, limfosit darah perifer tetap dalam jumlah normal, sehingga kecil kemungkinan mengalami disfungsi imunitas. Pencegahan paparan virus pada anak-anak juga memungkinkan terjadi karena digalakkannya penutupan sekolah dan pembatasan gerak pada saat pandemi. Anak-anak diduga tidak memiliki faktor risiko tinggi yang banyak ditemukan pada dewasa sebagai faktor komorbid terkait usia, seperti obesitas dan merokok. Namun, terdapat beberapa kelompok ana yang termasuk kelompok risiko tinggi seperti anak dengan penyakit bawaan, penyakit penyerta neurologis, penyakit paru kronis, penyakit jantung yang tidak dapat dikoreksi dan kelainan genetik. Hingga saat ini, sifat, imunopatogenesis serta dampak jangka panjang dari infeksi SARS-CoV-2 masih belum dapat dipastikan. Namun, upaya pencegahan terus dilakukan terutama pada masyarakat rentan dan anak-anak. Menjadi bagian dari upaya pencegahan dengan memberi contoh mengenai perilaku hidup sehat dan melaksanakan protokol kesehatan secara disiplin merupakan hal penting yang harus dilakukan. Upaya pencegahan yang dipromosikan harus sejalan dengan upaya edukasi dan informasi kesehatan yang akurat, termasuk meluruskan berita yang salah