2,022 research outputs found

    A CANDELS WFC3 Grism Study of Emission-Line Galaxies at z ~ 2: A Mix of Nuclear Activity and Low-Metallicity Star Formation

    Get PDF
    We present Hubble Space Telescope Wide Field Camera 3 (WFC3) slitless grism spectroscopy of 28 emission-line galaxies at z ~ 2, in the GOODS-S region of the Cosmic Assembly Near-infrared Deep Extragalactic Legacy Survey. The high sensitivity of these grism observations, with >1σ detections of emission lines to f > 2.5 × 10^(–18) erg s^(–1) cm^(–2), means that the galaxies in the sample are typically ~7 times less massive (median M_* = 10^(9.5) M_☉) than previously studied z ~ 2 emission-line galaxies. Despite their lower mass, the galaxies have [O III]/Hβ ratios which are very similar to previously studied z ~ 2 galaxies and much higher than the typical emission-line ratios of local galaxies. The WFC3 grism allows for unique studies of spatial gradients in emission lines, and we stack the two-dimensional spectra of the galaxies for this purpose. In the stacked data the [O III] emission line is more spatially concentrated than the Hβ emission line with 98.1% confidence. We additionally stack the X-ray data (all sources are individually undetected), and find that the average L_([O III])/L_(0.5-10keV) ratio is intermediate between typical z ~ 0 obscured active galaxies and star-forming galaxies. Together the compactness of the stacked [O III] spatial profile and the stacked X-ray data suggest that at least some of these low-mass, low-metallicity galaxies harbor weak active galactic nuclei

    Kajian Kelembagaan dan Kebijakan Hutan Tanaman Rakyat: sebuah Terobosan dalam Menata Kembali Konsep Pengelolaan Hutan Lestari

    Full text link
    Pembangunan HTR merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan dengan didasari oleh prinsip-prinsip pengelolaan hutan produksi. Masyarakat diharapkan dapat lebih memahami fungsi ganda hutan/kawasan hutan sebagai penyangga kehidupan. Pengalaman yang dimiliki oleh Departemen Kehutanan dalam mengelola hutan produksi (alam dan tanaman), hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat memberikan dasar-dasar pertimbangan teknis, manajemen, kelembagaan dan pembiayaan yang bermanfaat untuk memperkuat kelembagaan HTR. Secara teknis dan manajemen, program HTR dapat merupakan upaya kelembagaan kehutanan dalam menata kembali konsep kesatuan pengelolaan hutan (KPH) yang dimulai dari bawah dengan luasan sempit. Beberapa aspek penting yang harus dilakukan penataannya adalah : (a) aspek teknologi pengelolaan HTR yang tepat guna, (b) jaminan keamanan dan ketersediaan lahan, (c) jaminan pasar/industri pengguna hasil HTR, (d) adanya kelembagaan petani (inti) dan kelembagaan penunjang yang kuat dan (e) adanya skim pembiayaan konvensional (bersumber dari dana DR) dan pembiayaan alternatif dari sektor/lembaga lain memerlukan dukungan konsep HTR yang operasional dan mudah digunakan oleh masyarakat

    Analisis Kelembagaan Hutan Rakyat pada Tingkat Mikro di Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten

    Full text link
    Dalam rangka proses penguatan kelembagaan hutan rakyat di kabupaten Pandeglang, perlu adanya : 1) kesamaan pemahaman antar para pihak seperti Pemerintah Daerah Kabupaten (PEMKAB) Pandeglang, Pemerintah Propinsi (PEMPROV) Banten dan Perhutani tentang definisi, luasan dan potensi hutan rakyat, 2) kebersamaan manajemen (kolaborasi) antara PEMKAB) Pandeglang, PEMPROV dan Perum Perhutani (Administratur) dalam membuat program dan mengembangkan kelembagaan Hutan Rakyat agar tidak terjadi pengkotak-kotakan di masyarakat dalam program pengelolaan pohon (hutan rakyat) dan 3) koordinasi antara Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Pandeglang dalam kaitannya dengan pemanfaatan Hutan Rakyat dari sisi penyediaan bahan baku dan pengembangan unit-unit USAha pengolahan (industri) kayu dari Hutan Rakyat. Hal tersebut diperlukan untuk mendukung kebijakan pengelolaan hutan secara lestari dan memberikan manfaat ekonomi kepada daerah. Pemerintah Daerah diharapkan dapat melakukan penyeimbangan antara sisi pasokan (supply) dan kebutuhan (demand) kayu untuk masyarakat dan industri kayu yang bahan bakunya berasal dari hutan rakyat. Di tingkat Desa (kelompok tani atau on-farm forestry) diperlukan adanya kemitraan dengan pihak swasta maupun BUMN (Badan Usaha Milik Negara) seperti Perum Perhutani untuk menunjukkan pelayanan yang lebih profesional kepada masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, operasional pengelolaan (bibit, pupuk, sarana-prasarana dan permodalan), pengolahan dan pemasaran hasil Hutan Rakyat yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan petani di lapangan. Membuat lembaga baru dalam USAha kayu dari Hutan Rakyat akan lebih mahal dan dapat menimbulkan masalah baru

    Kajian Pembiayaan Pembangunan Hutan Tanaman Industri

    Full text link
    Laju pencapaian target luasan pembangunan Hutan Tanaman yang lamban di Indonesia disebabkan oleh rendahnya minat para investor untuk menanamkan modalnya dalam USAha hutan tanaman, padahal USAha pembangunan Hutan Tanaman cukup menjanjikan dalam pengembaliannya karena pasokan bahan baku untuk industri pekayuan yang semakin berkurang dan harga bahan baku kayu bulat terus akan meningkat. Kajian ini bertujuan untuk melihat tingkat profitabilitas USAha pembangunan hutan tanaman kepada dunia USAha dan lembaga keuangan/perbankan sehingga dapat memberikan rangsangan kepada mereka untuk mau berivestasi dan membiayai USAha di bidang ini. Dari aspek profitabilitas, bisnis hutan tanaman dalam jangka menengah (5-10 tahun) dan jangka panjang menguntungkan para investor. apalagi tingkat profitabilitas pengusahaan hutan alam jauh lebih menguntungkan dibandingkan pengusahaan hutan lainnya. Namun demikian, pelaku USAha HPH umumnya belum/kurang memiliki ”budaya menanam”, sekalipun menanam merupakan jaminan kesinambungan USAha jangka panjang. Adapun tingkat profitabilitas pengusahaan Hutan Tanaman adalah dapat kita lihat bahwa dari tiga indikator yaitu NPV, IRR dan B-C ratio memperlihatkan bahwa USAha/investasi pembangunan HTI cukup layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR untuk tiap rayon dan teknik pengolahan lahan memperlihatkan nilai IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang diperhitungkan (yaitu 12%), juga nilai B/C yang lebih besar dari satu yang berarti tiap Rp 1,00 yang diinvestasikan dalam pembangunan HTI dapat ditutup oleh penerimaan USAhanya. Adanya Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 di sektor Keuangan membuka peluang pembiayaan melalui Program Pengelolaan Keuangan-Badan Layanan Umum (PPK-BLU) membukan peluang pembiayaan USAha penmbangunan hutan tanaman sebagai sebuah USAha yang menjanjikan

    The Use of Video in Teaching English Speaking (a Quasi-experimental Research in Senior High School in Sukabumi)

    Full text link
    Speaking skill is one of the four language skills that should be mastered by, in this case, students to be able to communicate with their surroundings. However, there are some difficulties for teachers to ask or to stimulate students to speak in English. It is very important for English teachers to use interesting media especially the ones that give context to the students in the learning process such as videos. This study aims to find out the effectiveness of video to improve students' speaking ability and to investigate the most improved aspect of speaking by video. The study was conducted in one of Senior High Schools in Sukabumi. A quasi-experimental design was employed for this study. The study involved two classes of eleventh grader which were divided into two groups; experimental group and control group. Data were collected through pretest and posttest. The data were analyzed by using Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 18 for Windows. The calculation result of independent t-test on posttest scores showed that the significance value was lower than 0.05 (0.000 < 0.05) which means the video treatment had improved the students' speaking ability. In line with the result, the calculation of effect size also showed that video improved the students' speaking ability by the score of effect size in large level (0.697). Furthermore, the use of video in teaching speaking also solved one of the hardest aspects of speaking for students: pronunciation. It is showed by the result between pretest score means and posttest score means from each aspect and pronunciation had biggest improvement with 0.67 difference from pretest to posttest. For that reasons it is highly recommended that teachers use video as media to teach speaking in classroom

    “Pergeseran Budaya Siber & Visual di Sektor Pariwisata Indonesia” Respon Kementerian Pariwisata Menghadapi era Tourism 4.0 Melalui Peran Komunitas Milenial & Pengembangan Destinasi Digital

    Full text link
    Munculnya era tourism 4.0, merupakan dampak dari revolusi industri 4.0 di sektor pariwisata. Era ini ditandai dengan adanya kemudahan akses atas informasi melalui media digital. Era tourism 4.0 juga menjadi penyebab munculnya fenomena pergeseran budaya siber dan visual pada wisatawan Indonesia, khususnya generasi milenial. Merespon hal tersebut, Kemenpar selaku leading sector pariwisata Indonesia, mengeluarkan dua kebijakan aplikatif. Penelitian ini bertujuan untuk menjadikan kebijakan tersebut sebagai lesson learned bagaimana Kemenpar beradaptasi untuk menyesuaikan dan menjangkau wisatawan milenial. Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, penelitian ini menjelaskan pentingnya kebijakan Kemenpar dalam menggagas GENPI sebagai komunitas milenial yang mempromosikan parwisata Indonesia dan kebijakan untuk mengembangkan destinasi wisata berkonsep “kekinian” melalui pendekatan digital
    corecore