9 research outputs found

    Penampilan dan Komposisi Fisik Karkas Ayam Kampung yang Diberi Jus Daun Pepaya Terfermentasi dalam Ransum Komersial

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jus daun pepaya terfermentasi dalam ransum komersial terhadap penampilan dan omposisi fisik karkas ayam kampung umur 4-16 minggu. Rancangan yang igunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 kelompok sebagai ulangan. Masingmasing kelompok menggunakan 5 ekor ayam kampung dengan berat badan berkisar antara 62-149 g. Keempat perlakuan tersebut adalah: A) ransum komersial tanpa jus daun pepaya terfermentasi sebagai kontrol; B) ransum komersial+8% jus daun pepaya terfermentasi; C) ransum komersial+12% jus daun pepaya terfermentasi; dan D) ransum komersial+16% jus daun pepaya terfermentasi. Variabel yang diamati meliputi konsumsi ransum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, konversi ransum (FCR) dan komposisi fisik karkas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsumsi ransum dan peningkatan berat badan akhir, pertambahan berat badan serta berat daging dalam karkas seiring dengan peningkatan level jus daun papaya, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). FCR menurun nyata (P<0,05) sebesar 20,04% dan berat karkas meningkat sebesar 21,60% pada perlakuan D, sementara perlakuan B dan C sama dengan kontrol. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi jus daun pepaya terfermentasi dalam ransum komersial dapat meningkatkan berat karkas dan menurunkan FCR ayam kampung umur 4-16 minggu

    Federated learning enables big data for rare cancer boundary detection.

    Get PDF
    Although machine learning (ML) has shown promise across disciplines, out-of-sample generalizability is concerning. This is currently addressed by sharing multi-site data, but such centralization is challenging/infeasible to scale due to various limitations. Federated ML (FL) provides an alternative paradigm for accurate and generalizable ML, by only sharing numerical model updates. Here we present the largest FL study to-date, involving data from 71 sites across 6 continents, to generate an automatic tumor boundary detector for the rare disease of glioblastoma, reporting the largest such dataset in the literature (n = 6, 314). We demonstrate a 33% delineation improvement for the surgically targetable tumor, and 23% for the complete tumor extent, over a publicly trained model. We anticipate our study to: 1) enable more healthcare studies informed by large diverse data, ensuring meaningful results for rare diseases and underrepresented populations, 2) facilitate further analyses for glioblastoma by releasing our consensus model, and 3) demonstrate the FL effectiveness at such scale and task-complexity as a paradigm shift for multi-site collaborations, alleviating the need for data-sharing

    Author Correction: Federated learning enables big data for rare cancer boundary detection.

    Get PDF
    10.1038/s41467-023-36188-7NATURE COMMUNICATIONS14

    Federated Learning Enables Big Data for Rare Cancer Boundary Detection

    Get PDF
    Although machine learning (ML) has shown promise across disciplines, out-of-sample generalizability is concerning. This is currently addressed by sharing multi-site data, but such centralization is challenging/infeasible to scale due to various limitations. Federated ML (FL) provides an alternative paradigm for accurate and generalizable ML, by only sharing numerical model updates. Here we present the largest FL study to-date, involving data from 71 sites across 6 continents, to generate an automatic tumor boundary detector for the rare disease of glioblastoma, reporting the largest such dataset in the literature (n = 6, 314). We demonstrate a 33% delineation improvement for the surgically targetable tumor, and 23% for the complete tumor extent, over a publicly trained model. We anticipate our study to: 1) enable more healthcare studies informed by large diverse data, ensuring meaningful results for rare diseases and underrepresented populations, 2) facilitate further analyses for glioblastoma by releasing our consensus model, and 3) demonstrate the FL effectiveness at such scale and task-complexity as a paradigm shift for multi-site collaborations, alleviating the need for data-sharing

    POLA PERTUMBUHAN DIMENSI PANJANG DAN LINGKAR TUBUH BABI LANDRACE

    No full text
    Penelitian pola pertumbuhan panjang dan lingkar tubuh babi Landrace dilakukan di kandang pembibitan diDesa Buduk Kabupaten Badung dan di kandang penggemukan di Desa Senganan Kabupaten Tabanan. Penelitianini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan panjang dan lingkar tubuh babi Landrace. Sampel yang digunakandalam penelitian ini terdiri dari 15 ekor jantan dan 15 ekor betina yang berasal dari 5 ekor induk. Pengukuranpanjang dan lingkar tubuh anak babi dilakukan setiap 3 minggu sekali, yaitu dimulai pada umur 0, 3, 6, 9, 12, 15,18 dan 21 minggu. Pengukuran panjang tubuh dilakukan dengan cara mengukur dari bagian anterior vertebraecervicales primum sampai tuber sacrale dengan menggunakan meteran, lingkar tubuh diukur dengan cara melingkariregion vertebrae lumbales primum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin berpengaruh sangatnyata (P0,05) terhadap ukuran tubuhbabi Landrace. Terdapat interaksi yang sangat nyata (P<0,01) antara jenis kelamin dengan umur terhadap ukuranpanjang dan lingkar tubuh babi Landrace. Panjang dan lingkar tubuh babi Landrace jantan dan betina mempunyaipola pertumbuhan logistik. Panjang tubuh babi Landrace jantan mempunyai kecepatan pertumbuhan lebih besardaripada yang betina, sedangkan lingkar tubuh babi Landrace jantan mempunyai kecepatan pertumbuhan lebihkecil daripada yang janta

    PENAMPILAN DAN KOMPOSISI FISIK KARKAS AYAM KAMPUNG YANG DIBERI JUS DAUN PEPAYA TERFERMENTASI DALAM RANSUM KOMERSIAL

    No full text
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jus daun pepaya terfermentasi dalam ransum komersial terhadap penampilan dan omposisi fisik karkas ayam kampung umur 4-16 minggu. Rancangan yang igunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 kelompok sebagai ulangan. Masingmasing kelompok menggunakan 5 ekor ayam kampung dengan berat badan berkisar antara 62-149 g. Keempat perlakuan tersebut adalah: A) ransum komersial tanpa jus daun pepaya terfermentasi sebagai kontrol; B) ransum komersial+8% jus daun pepaya terfermentasi; C) ransum komersial+12% jus daun pepaya terfermentasi; dan D) ransum komersial+16% jus daun pepaya terfermentasi. Variabel yang diamati meliputi konsumsi ransum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, konversi ransum (FCR) dan komposisi fisik karkas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsumsi ransum dan peningkatan berat badan akhir, pertambahan berat badan serta berat daging dalam karkas seiring dengan peningkatan level jus daun papaya, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). FCR menurun nyata (P<0,05) sebesar 20,04% dan berat karkas meningkat sebesar 21,60% pada perlakuan D, sementara perlakuan B dan C sama dengan kontrol. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi jus daun pepaya terfermentasi dalam ransum komersial dapat meningkatkan berat karkas dan menurunkan FCR ayam kampung umur 4-16 minggu

    Quality of Bali beef cut on different management of slaughterhouses (RPH) in Bali province

    No full text
    The purpose of this study was to determine the physical, chemical and microbiological quality of Balinese beef from Slaughterhouses (RPH) with different management in Denpasar City and Badung Regency as abattoirs that supply most of Bali beef on the island of Bali. The material used was male Bali beef in the Longisimus Dorsi (LD) muscle which was cut at three different abattoirs. The RPH are UPT RPH Mambal, UPT RPH Pesanggaran and RPH belonging to the community of RPH Darmasaba in Banjar Bersih Darmasaba Village. This study used a completely randomized design (CRD) with 3 treatments where three abattoirs were treated and each treatment consisted of 10 repetitions of Bali beef cuts. The variables sought in this study were physical quality variables, namely pH, color, water holding capacity, and meat cooking loss. Chemical quality variables are meat moisture content, protein content, fat content and ash content. Meat microbiological variables were TPC, colliform, e-coli and salmonella. The results showed that the physical quality of Bali beef slaughtered at the Darmasaba RPH had the lowest physical quality compared to the Mambal and Pesanggaran abattoirs, especially on the pH and meat color variables. The chemical quality of Bali beef slaughtered at the three abattoirs had no significant difference in water content, protein content, and ash content. The total plate count, coliform was below the SNI threshold while e-coli was not identified and salmonella was negative
    corecore