46 research outputs found
Ethology Intuitive Representation of Honey Bee Craft Creation of Works of Art by Multy-Canal Method
Personal experience is often called an entrance to creative process. The experience of playing with honey bee in childhood is a cosmologic approach which has given impressive memory. Today, when the mind is exposed to chaos and ripples of reality, memory on Honey Bee creates an internal dialogue. Questioning something essential, not merely linear and revealing hidden sides which can challenge imagination. A mind motivated by intuition found similarity in the togetherness of the life of Honey Bee and the daily life of people, although they donât have direct structural relation. This assumption produced homology concept which triggered an idea to make a representation in the form of craft artworks referring to two different things, packed in an imaginary narration on social critique, which is the paradox of human behavior values today. The grand mission in realizing this used multichannel method: observation, bisociative, execution. A dynamic method as a mean which always develop and be developed according to condition and requirements of creation. Bisociative channel in this method is an action which combines all ideas into creative mind frame, which can only be obtained from mental agility, convergent thinking as well as divergent thinking. Playing with ideas, opinions, concepts, and seeing unusual connections, as well as searching for answers which can be different for a problem, are steps toward novelty in the creation of craft artwork
Metode Penciptaan Serikat Serangga Dalam Penciptaan Seni Kriya
Dalam proses penciptaan karya seni kriya, tentu melalui berbagai tahapan. Tahapan tersebut harus terstruktur, dan sedapat mungkin menggambarkan suatu proses penciptaan yang teratur dan rasional. Maka diperlukan pendekatan atau acuan metode yang comparable dengan proses penciptaan yang dilakukan. SP Gustami, seperti yang disitir I Made Bandem dalam buku Metodologi Penciptaan Seni Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, mengajukan tigapilar penciptaan karya kriya
LAYAR DIMENSI REPRESENTASI DALAM PENCIPTAAN KARYA KRIYA
The observation does not merely want to disclose the ongoing degradation, but instead, the observation is expected to encourage a full and total comprehension on more extensive life. The life that God has given to human beings is like a very wide screen reflecting humansâ multidimensional life. Full and total comprehension will result in an awareness of the essence of life as implied in cosmic concept of Rwa Bhineda. Reality, for artists, is not responded by practical politic, but instead, by artistic attitude, by mobilizing creative and intellectual capacity to have inspiration sources of art work creation based on the existing phenomena. In this case, pluralism of life in this universe has inspired to create the theme of âLayar Dimensiâ (Screen of Dimension). âLayar Dimensiâ is expected to be a frame to accommodate all images of human life in the universe. It is visualized in a three-dimensional craft work mainly made of wood using a construction and laminating (mosaic) techniques. The utilization of wood fiber, stuff, and narration all refer to the inspiration of the images projection of âLayar Dimensiâ, in order that the work has a personal characteristic. Therefore, this craft work intended to meet the final requirement of study is expected to reflect personal expression and to be a realization of ideas in attempt to enrich the creation of craft works
Ulasan Karya Serikat Serangga Dalam Penciptaan Seni Kriya II
Karya yang dibuat bermatra tiga dimensional, dibentuk dan berdiri tgak, di topang bagian bawah bidang yang dibuat menebal mengikuti bentuk bidang atasnya. Figur-figur serangga menghadap arah tekstur yang bergerak memusat pada tempat yang berbeda, yang melambangkan arah dan keyakinan hidup makhluk yang berbeda-beda tujuan, karena perbedaan dasar pemikiran, situasi, kondisi, dan sebagainya.
Makna Simbolis:
âArahâ adalah sebuah kata yang penuh makna, nampaknya semua makhluk memanfaatkan karunia ini. Arah adalah suatu keyakinan dan selalu disertai tujuan tertentu, yang paling sederhana tentunya makanan. Hanya saja, sekali lagi pemanfaatannya dalam faset yang berbeda antara satu makhluk dengan yang lainnya. Perbedaan ini juga sangat ditentukan tingkat kehidupan masing-masing makhluk hidup itu sendiri. Pada serangga arah jalan dalam hidupnya selalu berkelok, memutar atau meliuk. Ini tiada lain merupakan perilaku serangga pada umumnya atas penanggapan tubuh terhadap lingkungannya. Utamanya untuk mengolah cahaya yang selalu harus disesuaikan dengan sudut pendangan mata majemuknya. Peri laku tersebut juga dipengaruhi kepekaannya menditeksi gerakan suatu benda di sekelilingnya yang mungkin sebagai musuh atau mangsa, sehingga semua hal tersebut membuat serangga selalu awas dan waspada. Arah bagi manusia mengacu pada hal-hal konvensional tentang maksud tujuan, jurusan, pandangan dan sebagainya. Akan tetapi âarahâ sesungguhnya merupakan perilaku yang membentuk hidup dan kehidupan manusia dari hal-hal yang paling kecil sampai hal-hal terbesar dalam hidup manusia.
Dalam sub terdahulu, telah diuraikan deskripsi dan makna simbolik dari masing-masing karya yang dibuat. Untuk mengevaluasi karya yang telah dibuat, berikut isi yang dikandungnya telah berhasil atau tidak mewakili tema âSerikat Seranggaâ yang diketengahkan, maka dipandang perlu untuk membuat semacam conclusion dari uraian tersebut. Seperti telah diuraikan di atas, bahwa bahan karya dibuat dari material yang berbeda (mixed media), masing- masing bahan menimbulkan kesan atau karakter yang berbeda, ini sangat menunjang untuk mengungkapkan bahwa âserikatâ kehidupan itu beraneka warna macam dan sifatnya. Seperti dapat dijelaskan dalam tataran kehidupan manusia, ada kehidupan petani, seniman, nelayan, pegawai, pedagang dan sebagainya dengan situasi, kondisi, dan karakter yang berbeda-beda. Bengkok, lurus, kosong, berisi, panas, dingin, keras, lembut, dan sebagainya adalah ritme
kehidupan yang acap kali terekam dalam kesadaran. Dengan konsep âSerikat Seranggaâ, dapat mengakumulasi pengalaman masa lalu sebagai pengalaman estetik, melihat sendi-sendi kehidupan sebagai konsep Hyang Maha Agung, Rwa Bhineda telah mewadahi seluruh kehidupan dalam segala aspeknya. Atas kesadaran itu pula, karya-karya itu dapat diciptakan. Subject matter, disusun dari unsur-unsur yang berbeda pula, figur serangga yang berbeda, tekstur yang berbeda, bidang-bidang yang berbeda, sebagai simbol yang dapat menggambarkan kondisi kehidupan manusia yang sebenarnya, beraneka ragam subjek dan predikat yang ditunjukkan dalam kehidupan, mengisyaratkan âserikatâ masing-masing kehidupan sangat beranekaragam dan luas. Namun, kendala yang dihadapi dalam mengantarkan tema besar ini dalam berkarya adalah terbatasnya waktu penciptaan dalam tugas akhir, sehingga keseluruhan karya yang dibuat hanya dapat menggambarkan secuil seluk-beluk kehidupan di alam yang maha luas. Dari evaluasi ini membuktikan bahwa di masa yang akan datang tema penciptaan âSerikat Seranggaâ masih perlu dikembangkan, diperbaharui dalam kontinuitas penciptaan yang tiada batas
TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI BAHAN FINISHING LAMINASI : Studi Tentang Teknik dan Pengetahuan Bahan
Finishing merupakan bagian esiensial dari keseluruhan proses penciptaan sebuah karya seni. Finishing bertujuan untuk menunjang kwalitas penampilan sebuah karya dan secara langsung menambah kwalitas keawetan karya itu sendiri. Seiring dengan perjalanan waktu serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sejalan dengan pengembangan finishing produk seni kerajinan, baik teknik maupun bahan yang dimanfaatkan sangat berpariasi. Salah satunya adalah finishing laminasi yang memanfaatkan limbah tempurung kelapa. Dengan demikian ada dua poin pertanyaan yang diajukan untuk dijawab pada permasalhan penelitian ini yaitu pertama, bagaimana proses pengerjaan finishing laminasi dengan bahan tempurung kelapa; kedua, bagaimanakah kwalitas dan inilai estetika karya seni yang difinishig dengan tempurung kelapa. Untuk menjawab petanyaan yang diajukan tentang proses finishing laminasi serta kwalitas dan nilai estetik karya seni yang difinishing dengan tempurung kelapa tersebut, karena penelitian ini penekanannya pada tatacara, alat dan teknik serta bidang yang berorientasi pada paradigma alamiah, maka desain penelitian yang digunakan adalah wadah penelitian kualitatif, dengan pendekatan teknik, bahan, dan estetik. Dalam proses penelitian yang dilakukan lebih mengarah pada sifat eksploratif, karena bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau ststus fenomena. Penelitian hanya ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan proses finishig dan bahan yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata proses finishig lamiasi dengan tempurung kelapa melalui tahapan proses yang rumit, memerlukan keterampilan dan ketekunan yang tinggi. Melalui tekstur serat-serat dan warna tempurung yang unik, ternyata menambah kwalitas nilai keindahan dan keawetan suatu barang
TELAAH DESKRIPSI KRIYA SENI
Laporan penelitian ini terdiri dari empat bab, yang masing-masing bab menguraikan berbagai materi dan proses penelitian tersebut. BAB I Menguraikan tentang latar belakang penelitian yaitu fenomena kriya yang muncul selama ini dan segera perlu dipecahkan. Rumusan masalah yaitu permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini. Tujuan dan manfaat penelitian yaitu sasaran yang ingin dicapai serta manfaat penelitian bagi masyarakat akademik maupun masyarakat umum. Metode penelitian yaitu beberapa yang dipakai dalam penelitian ini. BAB II Tinjauan Pustaka yaitu menguraikan tentang beberapa sumber refrensi yang mendukung konsep penelitian. Menguraikan beberapa teori serta pendapat para ahli berkaitan dengan pengertian kriya, historis kriya serta wacana yang menyangkut masalah kriya secara umum untuk menjamin validitas penelitian. Bab ini juga menguraikan tentang hubungan kriya dan seni, serta eksistensi kriya seni. BAB III Hasil dan Pembahasan yaitu menguraikan tentang hasil telaah para ahli dalam mendiskripsikan seni kriya sampai pada melahirkan kriya seni. Bab ini juga menguraikan situasi seni kriya secara sistematik dari peradaban pra sejarah sampai modern dan post modern. Untuk memudahkan pemahamannya semua ditampilkan dalam bentuk diagram. BAB IV Penutup yaitu menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan. Juga saran-saran yang berkaitan dengan situasi seni kriya ke depan
BUKU AJAR METODE PENCIPTAAN DAN PENYAJIAN DALAM PENDIDIKAN KRIYA
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya penyusunan buku ajar ini dapat diselesaikan. Penulis merasa senang
ketika stap pimpinan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia
Denpasar mensuport pencetakan buku ajar mata kuliah praktek dan teori yang ada
pada setiap prodi. Kesempatan yang baik ini kami manfaatkan dengan baik pula
dengan harapan nantinya dapat menunjang kelancaran proses belajar mengajar
(PBM) pada jurusan/program studi kriya Seni. Kebutuhan buku ajar yang sangat
diperlukan itu selain sebagai media pembelajaran yang cukup efektif juga dapat
dijadikan sarana peningkatan kinerja Program Studi Kriya.
Buku yang ada dihadapan pembaca ini berjudul Metode Penciptaan dan
Penyajian dalam Pendidikan Kriya, yang isinya mencoba mengurai tentang
perjalanan, ruang lingkup, dan fungsi kriya, namun di dalamnya sesungguhnya
penulis ingin menyisipkan cita-cita mengungkap metode penciptaan dan cara
penyajian kriya yang belum pernah ditulis.
Atas segala dukungan, kesempatan, maupun masukan dari berbagai pihak
yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Rektor Institut Seni Indonesia;
2. Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain;
3. Kaprodi Kriya;
4. Ketua LP2MPP ISI Denpasar; Teman-teman sejawat dan para pihak yang telah memberikan
dukungan, motivasi serta masukan dalam proses penulisan.
Penulis menyadari bahwa Buku Ajar ini masih jauh dari harapan para
pembaca/pengguna, baik kelengkapan data maupun cara penyajiannya. Buku ajar
ini belum menjabarkan berbagai teknik dan materi serta sifat-sifat bahan kriya
secara lengkap dan mendetail, maupun berbagai metode yang dapat memberikan
referensi yang memadai. Namun demikian, sebagai langkah awal buku ini telah
pula memberikan gambaran secara umum. Buku dengan sajian teoritis sebagai
materi prioritas dimaksudkan dapat penuntun peserta didik untuk berfikir secara
kritis dan rasional. Metode ini sangat relevan bagi peserta didik yang memilih
minat penciptaan ataupun pengkajian. Penulis sangat menyadari buku ini sangat
jauh dari sempurna, untuk kelengkapan isi tulisan ini kami juga mengharapkan
kritik yang konstruktif dari para pembaca.
Denpasar, Oktober 2021
Penuli
Character Design of Mahapatih Gajah Mada Based on Visual References from Bima and Brajanata/Kertala Statues
Mahapatih Gajah Mada was a great figure who united the archipelago in his time, but no statues have been found that depict the figure. Archaeologists disagree on the accuracy of the human head statue artifact referenced by Mr. Muhammad Yamin, as it does not have any markers that indicate it is a statue of Mahapatih Gajah Mada. To design an accurate visualization of the character design of Mahapatih Gajah Mada, this design is divided into 2 stages: data mining and character design. Data mining involves a data search related to Mahapatih Gajah Mada and culture during the Majapahit Kingdom Era. Character design involves designing the character design of Gajah Mada using data from the references that have been obtained. Data searches have revealed that Mahapatih Gajah Mada is likely to be the Brajanata/ Kertala character in the Panji story and the Bima character in the Mahabarata story. The character has a large, tall body, strapping, crossed mustache, and wavy curls, using a headdress in the form of a foreheadband with carvings, upper arm bands made with snake motifs, a belt with a Kala head patterned buckle, and an upawita (caste rope) that crosses from the left shoulder to the right waist depicting Gajah Mada's caste. For weapons, Gajah Mada carries a keris with a cundrik type (not notched) and an oval mace, which means that Gajah Mada is one of Lord Vishnu's attendants who has a guardian nature. The design of the oval mace takes reference from door guard statues.
Keywords: Character Design, Gajah Mada, Majapahit kingdo
PELESTARIAN CICING KACANG MELALUI MEDIA WEBSITE
Perkembangan teknologi masa kini menghadirkan jawaban atas permasalahan yang
dialami oleh masyarakat. Kemudahan akses akan informasi melalui media internet kini
bisa dirasakan hingga pelosok daerah. Cicing kacang sebagai inspirasi penciptaan karya
bersumber dari latar belakang yang kompleks. Selain terdapat kedekatan budaya,
permasalahan yang muncul seperti kurangnya minat masyarakat untuk memelihara,
perkembangbiakan tidak terkontrol hingga permasalahan penyakit juga memberikan
sebuah pemahaman bahwa cicing kacang harus dilestarikan.
Rumusan masalah pada karya ini adalah bagaimana wujud implementasi desain
website pelestarian cicing kacang?, Bagaimana tahapan perancangan komunikasi visual
pelestarian cicing kacang melalui media website?, Dan apa makna yang terkandung
dalam website pelestarian cicing kacang? Dengan tujuan untuk mengetahui, memahami
dan merancang media informasi yang tepat mengenai pelestarian cicing kacang,
memahami dan mengembangkan ilmu serta wawasan tentang tahapan perancangan
website sebagai media informasi, dan memberikan kontribusi bagi keberhasilan
pelestarian cicing kacang.
Penciptaan ini menggunakan metode black box dengan tahapan penciptaan website
oleh Mark Boulton yaitu pengarahan, analisa dan inspirasi, konsep, solusi dan produksi.
Dengan perwujudan 6 (enam) media yaitu website sebagai media utama, poster, mini
banner, roll banner, dan dogtag sebagai media pendukung. Adapun wujud implementasi
desain diciptakan menggunakan teori simulasi, teori desain komunikasi dan prinsip
desain. Elemen visual yang tersusun dalam penciptaan ini dimaknai sebagai sebuah
semangat perjuangan dari keterpurukan cicing kacang agar memperoleh jalan terang dan
hasil yang baik. Hal ini kemudian menjadi penentu bahwa penciptaan karya pelestarian
cicing kacang melalui media website dapat dikatakan berhasil untuk menjawab persoalan
persoalan cicing kacang selama ini.
Kata Kunci : Teknologi, Website, Cicing Kacang