4 research outputs found

    Manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis dan tatalaksana abses paru pada anak

    Get PDF
    Abses paru merupakan rongga berdinding tebal yang mengandung bahan purulen akibat supurasi dan nekrosis pada parenkim paru yang terlibat. Berdasarkan faktor predsposisi, maka abses paru pada anak dapat dibagi menjadi abses paru primer dan sekunder. Penyebab utama terjadinya abses paru primer adalah Streptococcus pneumoniae atau Staphylococcus aureus. Abses sekunder diperberat oleh penyakit paru, misalnya bronkhiektasis, fibrosis kistik, infark paru. Diagnsosis abses paru pada anak ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Dicurigai abses paru apabila terdapat keluhan demam dan batuk, dan adanya tanda-tanda konsolidasi paru. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk memperkuat diagnosis abses paru meliputi rontgen dada, ultrasonografi, dan computed tomography (CT Scan). Tatalaksana abses paru meliputi tatalaksana umum dan khusus. Tatalaksana umum meliputi pemberian makanan dan cairan yang cukup dan oksigen. Pemberian oksigen dilakukan jika ada gejala sesak nafas. Selanjutnya, tatalaksana khusus meliputi pemberikan antibiotika, drainase dan tindakan operatif (lobektomi). Antibiotik secara inta vena yang tepat direkomendasikan sebagai terapi awal untuk abses paru. Jika tidak ada perbaikan klinis dan radiologis yang bermakna, maka dipertimbangkan dilakukan drainase. Seterusnya, jika dengan drainase juga tidak ada perbaikan, maka langkah terakhir adalak dilakukan lobektomi

    Parents’ perceptions and expectations of COVID-19 vaccination for children in Banda Aceh

    Get PDF
    Background  Parents usually make the decisions on COVID-19 vaccinations for their children under the age of 18. Objective To explore parents' perceptions and expectations of COVID-19 vaccination for children in Banda Aceh. Methods This study used a qualitative design with a phenomenological approach. Data were collected through in-depth interviews of 36 parents in Banda Aceh. The data were analyzed qualitatively through thematic analysis. Results Three themes were studied: (1) perceptions of parents willing to have their children vaccinated against COVID-19, (2) perceptions of parents who refused or delayed their children’s vaccination against COVID-19, and (3) parents' expectations regarding COVID-19 vaccination in children. Benefits of the vaccine and government policy were among the reasons that parents were willing to have their children vaccinated. Vaccine safety concerns, lack of information, strong immunity, healthy lifestyle, and religious beliefs were the main reasons for parental refusal or delay in vaccinating their children. Reduced cases of COVID-19 and the end of the pandemic, not being infected, developing immunity, and no adverse events following immunization, face-to-face learning in schools, as well as increased education and socialization from the government, society that was critical and selective in receiving information were the expectation of parents regarding COVID-19 vaccination in children. Conclusion The perception of vaccine benefits and government policy influence parents to have their children vaccinated, while perception of vaccine safety concerns, lack of information, strong immunity, healthy lifestyle, and religious beliefs influence parents to refuse or delay their children being vaccinated. Parents' expectations regarding COVID-19 illness, their children’s response to the vaccine and education, as well as the government’s and society’s roles during the pandemic are qualitatively elucidated

    PENGARUH SUPLEMENTASI BESI PADA REMAJA PUTRI ANEMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KESEGARAN JASMANI

    Get PDF
    Background :Indonesia has high rates of iron deficiency anaemia and it impairs biological functions. Design :a double-blind, randomized controlled trial including a placebo control group. Objective :This study examined the effects of weekly iron supplementation for 12 week on growth and exercise capacity in anaemic adolescents schoolgirls. Subject: Four hundred twenty three adolescents schoolgirls in an economically deprived area in Semarang, Indonesia were measured for haemoglobin level, two hundred ninety girls who were anaemic (52,1%) with haemoglobin level < 12 g/dl. Anaemic adolescents schoolgirls were randomly assigned to receive weekly iron treatment with 3 mg/kg/day of elemental iron as ferrous sulphate for 12 weeks or placebo. The medicine was distributed to the patient and its consumption in capsule by teacher. By the end of study, 21 (9,5%) of the girls had dropped out. Before and after study, both group were measure for weight, height, exercise capacity index and haemoglobin level. Rest/it:After iron suplementation, mean haemoglobin level in suplementation group had increased significantly ( 1,72 ± 0,66, p < 0,0001 ), but in placebo group were it decreased slightly (-0,17 ± 0,18 ). Changes in exercise capacity index during the study were significantly different between two groups ( p < 0,05 ). There was no significant difference in growth (height, weight, H/A, W/A or BMI) between the supplemented groups and the placebo group. Conclusion : Weekly iron supplementation improved haemoglobin level and exercise capacity index in anaemic adolescent schoolgirls. No significant difference in growth was observed. Further research must be done with appropriate sample size and better design. Key word : iron supplementation, adolescent schoolgirl, anaemia, growth, exercise capacity. Latar belakang :Prevalensi anemi kekurangan besi di Indonesia masih tinggi, akibat anemia kekurangan besi berdampak pada fungsi fisiologis dan dapat bersifat menetap. Metode :Penelitian Kendall Acak, buta ganda dengan kontrol kelompok placebo. Tujuan :Mengetahui pengaruh suplementasi besi seminggu sekali selama 12 minggu pada remaja putri anemi terhadap pertumbuhan dan tingkat kesegaran jasmani. Subjek :Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan pada 423 siswi SLTP 14 Semarang yang sebagian besar orang tua anak dari keluarga sosial ekonomi rendah, 219 siswi (52,1%) menderita anemia ( Hb < 12 gr/dl) kemudian secara random dibagi menjadi kelompok suplementasi besi dengan dosis 3 mg elemental Fe/kgBB dan placebo yang diberikan dalam bentuk kapsul oleh guru sekolah. Dua puluh satu anak ( 9,5%) putus kelola ("dropped out") karena tidak masuk dan sakit, sehingga kelompok suplementasi tinggal 103 dan placebo 95 orang. Kedua kelompok diukur Berat Badan, Tinggi Badan, Indek Kesegaran Jasmani dan Kadar Hemoglobin pada awal dan akhir penelitian. Indek kesegaran jasmani ditentukan dengan cara "Harvard step test" yang telah dimodifikasi. Hash :Setelah suplementasi besi, rata-rata peningkatan kadar hemoglobin berbeda bermakna pada kelompok suplementasi (1,72 ± 0,66, p <0,0001) sedangkan kelompok placebo malahan menurun (-0,17 ± 0,81). Rata-rata peningkatan Indek Kesegaran Jasmani berbeda bermakna antara kedua kelompok ( p <0,05 ). Tetapi rata-rata perubahan Berat Badan, Tinggi Badan, Berat Badan menurut umur (W/A), Tinggi Badan menurut umur (H/A) dan indek masa tubuh (IMT) pada kedua kelompok tidak berbeda. Kesimpulan :Suplementasi besi mingguan pada anak remaja putri anemi di SLTP 14 Semarang meningkatkan kadar hemoglobin dan indek kesegaran jasmani, tetapi tidak ada pengaruh terhadap pertumbuhan. Perlu penelitian lebih mendalam dengan metode yang lebih baik dan jumlah sampel yang lebih banyak. Kata kunci : Suplementasi besi, remaja putri, anemi, pertumbuhan, kesegaran jasmani

    Terapi Vincristine dan Triamcinolone dalam pengobatan Hemangioma Infantil

    No full text
    Latar belakang. Hemangioma infantil merupakan salah satu tumor jinak pada bayi dan anak yang diawali dengan bentuk noda kemerahan. Pada masa proliferasi, noda kemerahan ini dapat berubah menjadi bentuk nodul atau melebar serta membesar. Hingga saat ini belum ada terapi yang memuaskan, dan terapi dengan kortikosteroid sistemik merupakan pilihan yang mudah dan efektif meskipun hasilnya tidak seragam. Terapi alternatif lain telah dicoba yaitu vincristin atau interfensi alfa. Tujuan Penelitian. Mengetahui sebaran, gambaran, komplikasi hemangioma serta mengevaluasi terapi kortikosteroid dan vincristine pada HI serta efek sampingnya. Metode. Analisis retrospektif terhadap 26 pasien yang berobat jalan di Poliklinik Khusus Hematologi Onkologi Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, rumah sakit Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta mulai tahun 2005 – 2006, hasil terapi dinilai berdasarkan mengecilnya hemangioma. Hasil. Hemangioma lebih banyak pada anak perempuan dengan bentuk morfologi segmental. Enam puluh sembilan persen hemangioma timbul setelah lahir dan terapi kortikosteroid diberikan terhadap 92% pasien, baik secara oral, maupun kombinasi suntikan intralesi atau dengan vincristine. Sebanyak 50% pasien mengalami perbaikan termasuk semua pasien yang diterapi kortikosteroid kombinasi dengan vincristine. Tidak ditemukan efek samping lokal, maupun sistemik akibat pemakaian kortikosteroid dan vincristin. Kesimpulan. Kortikosteroid sistemik dan intralesi cukup efektif sebagai pengobatan HI, yaitu dengan pengecilan hemangioma serta tidak ditemukannya efek samping sistemik lokal, maupun sistemik . Vincristin dapat dipakai sebagai alternatif pengobatan HI yang resisten terhadap kortikosteroi
    corecore