6 research outputs found

    KOMITMEN KONTINUAN PADA PNS DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DITINJAU DARI KEPUASAN KERJA DAN MASA KERJA

    Get PDF
    PNS di Kementerian seringkali mengalami permasalahan ketika diharuskan untuk pindah kerja atau mutasi ke luar daerah, begitu pula pada PNS di Direktorat Jenderal Pajak. Masalah yang timbul misalnya jauh dari keluarga, berkurangnya penghasilan atau masalah domestik lainnya. Salah satu hal yang membuat PNS dapat terus bertahan di organisasinya walaupun harus mengalami mutasi adalah komitmen kontinuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja dan masa kerja terhadap komitmen kontinuan pada PNS Direktorat Jenderal Pajak. Penelitian ini berjenis kuantitaif dan teknik sampling yang digunakan adalah snowball sampling. Total keseluruhan responden sebanyak 56 orang yang bekerja sebagai PNS Direktorat Jenderal Pajak. Untuk mengukur komitmen kontinuan peneliti menggunakan continuance commitment scale dan untuk mengukur kepuasan kerja, peneliti menggunakan Job Descriptive Index (JDI). Berdasarkan hasil uji hipotesis diketahui bahwa terdapat pengaruh siginifikan antara kepuasan kerja dengan komitmen kontinuan pada PNS di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dengan nilai  signifikansi sebesar 0.000 dimana kepuasan kerja memiliki pengaruh 47.4%. Sementara uji anacova menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.233 (p>0.05) yang mengindikasikan bahwa masa kerja tidak berfungsi sebagai variabel kontrol

    KONTRIBUSI WORK-FAMILY CONFLICT DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA

    Get PDF
    Kepuasan kerja merupakan suatu kondisi yang mampu memengaruhi banyak hal pada diri karyawan. Karyawan yang merasakan kepuasan dalam bekerja cenderung akan bekerja lebih baik dan lebih termotivasi dan cenderung dapat  mengatasi konflik dalam keluarganya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bertujuan untuk melihat seberapa besar kontribusi work-family conflict terhadap kepuasan kerja, seberapa besar kontribusi motivasi kerja terhadap kepuasan kerja dan seberapa besar kontribusi work-family conflict dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja. Sampel penelitian ini adalah 40 orang karyawan yang sudah menikah. Untuk mengukur work-family conflict digunakan skala yang diadaptasi dari Carlson (dalam Herst, 2003), selanjutnya untuk mengukur motivasi kerja digunakan skala motivasi kerja yang diadaptasi dari Hasibuan (2001) dan untuk mengukur skala kepuasan kerja digunakan skala yang diadaptasi dari Herzberg (dalam Rangga, 2011). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa work-family conflict tidak berkontribusi pada kepuasan kerja. motivasi kerja memberikan kontribusi sebesar 42,6% dan kontribusi work-family conflict dan motivasi kerja secara bersama-sama memberikan kontribusi sebesar 42% terhadap kepuasan kerja. Kata Kunci: Work-family conflict, Motivasi Kerja, Kepuasan Kerj

    PERILAKU ASERTIF DAN HARGA DIRI PADA KARYAWAN

    Get PDF
    Karyawan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam sebuah perusahaan. Setiap perusahaan memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan tersebut akan lebih mudah tercapai jika perusahaan memiliki karyawan-karyawan yang berkualitas. Kualitas diri yang tinggi ditunjukkan oleh individu yang memiliki harga diri yang tinggi. Salah satu hal penting yang perlu dikembangkan terkait dengan harga diri yang tinggi adalah perilaku asertif. Karena perilaku ini, selain merupakan salah satu faktor yang memengaruhi harga diri juga merupakan karakteristik penting yang dimiliki individu dengan harga diri yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan perilaku asertif terhadap harga diri pada karyawan. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan responden berjumlah 105 orang. Dari hasil analisis regresi diketahui nilai F = 53.159 (

    CONTRIBUTION OF ASSERTIVE BEHAVIOR TOWARD EMPLOYEE’S SELF-ESTEEM

    Get PDF
    Employee is one the most important element in a company. Each company has its own target and it’s easier to reach the target when company has good employees. Employee with good quality can be known for those who has high self-esteem, and to get higher self-esteem, employee must have assertive behavior as an important characteristic. The aim of this study is know the contribution of assertive behavior to self-esteem in employee. Participants of this study is 105 employee and this study uses quantitative approach. Simple regression shows F score around 53.159 (p < 0.01). The result tells us about the contribution of assertive behavior to self-esteem in employee. R2 score shows that the contribution of assertive behavior to self-esteem is about 34%, which means the rest contribution is considered from the other factors.Keywords: assertive behavior, self-esteem, employe

    HUBUNGAN METAKOGNISI, EFIKASI DIRI AKADEMIK DAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA

    Get PDF
    Prestasi akademik telah menjadi perhatian utama pendidik selama bertahun-tahun. Banyak faktor yang diketahui mempengaruhi prestasi akademik seseorang, diantaranya metakognisi dan efikasi diri akademik. Metakognisi merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai kognisinya sendiri, sedangkan efikasi diri akademik ialah keyakinan yang kuat yang dimiliki individu dalam mencapai prestasi di bidang akademik. Bila mahasiswa dapat menggunakan metakognisinya dengan baik dan memiliki efikasi diri akademik maka prestasi akademik yang baik akan lebih mudah untuk dicapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara metakognisi, efikasi diri akademik dan prestasi akademik pada mahasiswa. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 75 mahasiswa yang terdiri dari tingkat 2 sampai tingkat 4. Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara metakognisi dan prestasi akademik dengan signifikansi sebesar 0.491 (p>0.05) dan nilai r = 0.081. Selain itu, diketahui bahwa terdapat hubungan antara efikasi diri akademik dan prestasi akademik dengan signifikansi sebesar 0.013 (p<0.05) dan nilai r = 0.284. Hal ini menunjukkan bahwa metakognisi yang dimiliki oleh mahasiswa tidak terkait dengan prestasi akademik yang dimilikinya, namun efikasi diri akademik memiliki hubungan dengan prestasi akademik

    PERBANDINGAN FACE TO FACE (FTF) DAN COMPUTER MEDIATED COMMUNICATION (CMC) DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK

    Get PDF
    Desain teknologi pada alat komunikasi saat ini merupakan implikasi dari apa yang sebenarnya terjadi dalam lingkungan komunikasi virtual. Lingkungan komunikasi virtual yang diciptakan melalui media elektronik, saat ini dikenal dengan istilah computer mediated communication (CMC). Meskipun beberapa penelitian sebelumnya mengenai CMC yang seringkali dibandingkan dengan percakapan face to face (FTF) telah diterapkan, namun pertanyaan di kalangan peneliti masih ada mengenai apakah efektivitas CMC dalam meningkatkan atau menurunkan proses kelompok? Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas pengambilan keputusan melalui FTF dan CMC. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dimana dalam pengambilan data menggunakan teknik eksperimen dengan metode analisis deskriptif kuantitatif dengan responden sebanyak delapan orang mahasiswi. Diskusi guna pengambilan keputusan pada kelompok CMC lebih berfokus pada tugas dan memiliki kualitas output yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok FTF. Namun apabila dinilai dari segi efektivitas proses pengambilan keputusan kelompok berdasarkan persentase frekuensi kata-kata yang di luar konten, kelompok FTF lebih efektif karena hanya memiliki kata-kata di luar konten kurang dari 1%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tolak ukur efektivitas pengambilan keputusan kelompok melalui diskusi tidak hanya dilihat melalui jumlah kata yang dihasilkan, banyaknya kata di luar konteks, namun juga melibatkan kemampuan intelektual setiap anggota kelompok guna mencapai kualitas output yang baik. Keterbatasan penelitian ini terutama terletak pada segi budaya, karena kondisi yang disajikan sangat berbeda dengan konteks budaya dan kebiasaan di Indonesia. Selain itu keterbatasan sampel yang hanya menggunakan mahasiswi sebagai responden penelitian, pemilihan media komunikasi yang terbatas, kontrol yang kurang
    corecore