81 research outputs found

    THE SITES OF GUA PASAUNG (RAMMANG-RAMMANG) AND MALLAWA: INDICATORS OF CULTURAL CONTACT BETWEEN THE TOALIAN AND NEOLITHIC COMPLEXES IN SOUTH SULAWESI

    Get PDF
    This report discussed aspects of the excavated materials from Gua Pasaung and Mallawa in South Sulawesi. The question of transition from the Toalian into the later pottery-using assemblages is discussed

    INTERPRETASI AWAL TEMUAN GIGI MANUSIA DI SITUS BALA METTI, BONE DAN SITUS LEANG JARIE, MAROS, SULAWESI SELATAN

    Get PDF
    Hasil-hasil penelitian arkeologi selama ini, baik dari sejak zaman penjajahan hingga sekarang belum ada laporan tentang temuan rangka manusia dari pendukung budaya masa plestosen di Sulawesi Selatan. Laporan yang ada, hanya terbatas pada temuan sisa-sisa manusia masa holosen yang berciri Mongoloid. Oleh sebab itu, dalam tulisan ini akan disajikan beberapa data baru hasil penelitian untuk dapat memberi interpretasi awal tentang siapa manusia pendukung dari budaya batu di Sulawesi. Gigi manusia yang ditemukan dalam penggalian berasosiasi dengan alat-alat batu, khususnya mata panah bergerigi dan mikrolit di situs Bala Metti. Jika gigi manusia tersebut adalah dari ras Mongoloid, maka dapat dikatakan bahwa mata panah bergerigi juga telah diproduksi pada masa bercocok tanam. Metode analisis yang diterapkan dalam penulisan ini adalah metode ekskavasi dan metode komparasi atau perbandingan

    Tinjauan Kembali Sejarah Sulawesi Selatan (Abad IX - XIV M) Berdasarkan Beberapa Sumber Tertulis

    Get PDF
    The journey of fifteen centuries in the coverage of ancient history is quite a long period of time. In an effort to reveal this history, it is seen that there are gaps such as a description of time, a description of the situation of each section, as well as the aspect of the area being discussed. This situation occurs as a result of unequal historical and archaeological research in the archipelago. The research that has been carried out is generally focused on the history of areas that have left a lot of cultural evidence, especially with regard to Hindu cultural heritage such as in Java. Sumatra, Kalimantan and Bali. Meanwhile, ancient historical research for other areas is still lacking, such as in South Sulawesi.Perjalanan waktu lima betas abad dalam cakupan sejarah kuna merupakan jangka waktu yang cukup panjang. Dalam usaha mengungkap sejarah itu terlihat adanya kekosongan seperti uraian waktu, gambaran keadaan dari tiap-tiap bagian, maupun segi daerah yang dibicarakan. Keadaan seperti ini terjadi akibat tidak meratanya penelitian sejarah dan arkeologi di Nusantara. Penelitian yang telah dilakukan umumnya difokuskan pada sejarah daerah-daerah yang banyak meninggalkan bukti-bukti budaya khususnya berkenaan dengan peninggalan kebudayaan Hindu seperti di daerah Jawa. Sumatera, Kalimantan dan Bali. Sedangkan penelitian sejarah kuna untuk daerah-daerah lain hingga kini masih sangat kurang seperti halnya Sulawesi Selatan

    INTERAKSI MANUSIA TERHADAP BINATANG DI GUA BATTI

    Get PDF
    Gua Batti terletak di Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Keberadaan tulangfaunamenjadi data utama untuk menerangkan tingkah laku manusia yang mendiami Gua Batti.Adapun metode yang digunakan adalah pengumpulan data dengan ekskavasi dan identifikasi jenis fauna melaluipendekatan biologi. Kemudian data dieksplanasi dengan memperhatikan tingkah laku budaya dalamarkeologi. Deposit tulang di Gua Batti didominasi jenis binatang mamalia besar yang terdiri dari anoa danbabi serta menunjukkan kesamaan dengan jenis binatang lukisan pada dinding gua. Penghuni Gua Battiberburu binatang dan mengolah sisa makanannya sebagai artefak, melaksanakan ritual dan mengenal tabu.Gua Batti dihuni oleh dua pendukung kebudayaan yang berbeda dalam masa yang berbeda pula

    Pemanfaatan Fauna Vertebrata dan Kondisi Lingkungan Masa Okupasi 8.000 – 550 BP di Situs Leang Jarie, Maros, Sulawesi Selatan

    Get PDF
    Abstract. Utilization Of Vertebrate Fauna And Environmental Conditions Of Occupational Period 8.000 – 550 BP On The Site Of Leang Jarie, Maros, South Sulawesi. Vertebrate Remains from Leang Jarie Site at 8.000-550 BP Occupation in Maros Karst Area, South Sulawesi. The purpose of this study is to provide an overview of vertebrate fauna in Maros Pangkep karstic area, as one of the occupation areas at 8.000 years ago, Specifically, the purpose of this study is to describe of faunal remains found in the 2018-2019 excavation at Leang Jarie Site, Maros, South Sulawesi. This goal is achieved by using the Number of Identified Specimens (NISP) and Minimum Number of Individuals (MNI) calculation methods. The results of the study then showed that the fauna lived alongside human at this site included: fish, lizards, snakes, birds, frogs/toad, small Sulawesi cuscus, microchiroptera, megachiroptera, Sulawesi monkeys, rats, weasel/ferrets, babirussa and sus celebensis, anoa, buffaloes, and dogs. The results of the analysis and identification show that the presence of fauna on the Leang Jarie site is strongly influenced by humans who inhabit this site, this can be seen from the variety of fauna that lives following the changes of humans who inhabit Leang Jarie Sites at 8.000 to 550 BP. This study is one of the references of fauna that have lived and used as a food source or as human life support in this area.   Abstrak. Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan deskripsi tentang fauna vertebrata di kawasan karst Maros Pangkep sebagai salah satu wilayah hunian sejak 8.000 tahun yang lampau, khususnya tentang jenis fauna pada ekskavasi 2018 dan 2019 di Situs Leang Jarie, Maros, Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan metode analisis penghitungan number of identified specimens dan penghitungan minimum number of individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fauna yang hidup berdampingan dengan manusia di situs itu, antara lain ikan, kadal/biawak, ular, burung, katak/kodok, kuskus kecil Sulawesi, kelelawar pemakan serangga, kelelawar pemakan buah, monyet sulawesi, tikus, musang, babi rusa dan babi Sulawesi, anoa, kerbau, dan anjing. Hasil analisis dan identifikasi menunjukkan bahwa keberadaan fauna di Situs Leang Jarie sangat dipengaruhi oleh manusia yang menghuni situs itu. Hal itu terlihat dari variasi fauna yang hidup mengikutiperubahan manusia yang mendiaminya pada 8.000 sampai 550 BP. Penelitian ini merupakan salah satu referensi informasi fauna yang pernah hidup dan dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan atau sisa fauna yang dimanfaatkan sebagai peralatan penunjang hidup manusia di wilayah tersebut

    INTI KONFEDERASI WAJO: SURVEY ARKEOLOGI DI TOSORA, CINNOTABI AND LAMASEWANUA

    Get PDF
    “The beginning of Wajo's establishment began with the migration of people from various places to open rice fields and build settlements to the east of Lake Tempe. The settlements were then transformed into political units which formed a 'state' under the rule of a nobleman based in Cinnotabi. Several political agreements underlie the formation of a confederation of three domains. Regime change resulted in the transfer of the center of government. Lontara Wajo and the oral tradition mention some toponyms but do not explain in detail where the core of the Wajo confederation lies. This research is aimed at determining the location and character of the toponym by conducting field surveys in places that are suspected of being associated with the existence of the pre-Islamic capital of Wajo. Using an archaeological approach and supported by information from textual sources. Surveys in the villages of Tosora, Cinnongtabi and Tajo in Majauleng District have identified the existence of the old capitals around Wajo-wajo, Boli, Leppadeppa, Attunuang, and other sites based on archeological traces such as menhirs, burned bone fragments, pottery and ceramics shards and other artifacts. Identification of imported ceramic fragments from China, Thailand, Vietnam, these sites might be dated between the 14th and 17th centuries. Taking into account the concentration of artefacts and relations between sites, it can be concluded that Tosora  was the capital from the end of the 16th century and until the arrival of Islam at the beginning of the 17th century, while the capital of the early period of Wajo hypothetically was dated between the beginning of the 15th century and the end of the 16th century was around the confluence of Wajo-wajoe river which flows into Latamperu and Penrange lake which then empties into Cellue river before ending at the Cenrana mainstream”“Awal berdirinya Wajo dimulai dengan migrasi orang dari berbagai tempat untuk membuka sawah dan membangun pemukiman di sebelah timur Danau Tempe. Pemukiman tersebut kemudian menjadi unit politik yang berbentuk 'negara' di bawah pemerintahan seorang bangsawan yang berbasis di Cinnotabi. Beberapa kesepakatan politik mendasari pembentukan konfederasi tiga domain. Perubahan rezim mengakibatkan pergeseran pusat pemerintahan. Lontara Wajo dan tradisi lisan menyebutkan beberapa toponim tetapi tidak menjelaskan secara detil di mana letak inti dari konfederasi Wajo. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lokasi dan karakter toponim dengan melakukan survei lapangan di tempat-tempat yang diduga terkait dengan keberadaan ibu kota pra-Islam Wajo. Menggunakan pendekatan arkeologi dan didukung informasi dari sumber tekstual. Survei di Desa Tosora, Cinnongtabi dan Tajo di Kabupaten Majauleng telah mengidentifikasi keberadaan ibu kota lama di sekitar Wajo-wajo, Boli, Leppadeppa, Attunuang, dan situs lain berdasarkan jejak arkeologi seperti menhir, pecahan tulang yang terbakar, pecahan gerabah dan keramik serta artefak lainnya. Identifikasi fragmen keramik impor dari China, Thailand, Vietnam, situs-situs ini mungkin bertanggal antara abad XIV dan XVII. Dengan memperhatikan konsentrasi artefak dan relasi antar situs, maka dapat disimpulkan bahwa Tosora adalah ibu kota dari akhir abad XVI dan hingga datangnya Islam pada awal abad XVII, sedangkan ibu kota periode awal Wajo secara hipotetis berlangsung antara awal abad XV dan akhir abad XVI berada di sekitar pertemuan sungai Wajo-wajoe yang mengalir ke danau Latamperu dan Penrange yang kemudian bermuara di Salo Cellue sebelum berakhir di arus utama Cenrana.

    NEW FIND OF STEGODON SOMPOENSIS MAXILLA FROM CANGKANGE, SOPPENG, SOUTH SULAWESI

    Get PDF
    AbstractSulawesi is an island located in the Wallacean region of Indonesia. Geologically its lying midway between the Asian (Sunda) and Greater Australian (Sahul) continents. As a part of Wallacea islands, Sulawesi is an island that shows complexity either in biology or geology perspective. Though the distinctive quaternary vertebrate faunas has been described from Sulawesi,  historical pattern of biogeography still poorly understood due to the lack of the fossil specimens. This paper describes a maxilla fragment with molar root teeth M1 from an archaic proboscidae called Stegodon that found in the conglomeratic sandstone layer, at Cangkange Area, 4 km to the east of Cabenge Archeological site of South Sulawesi, Indonesia. Based on the comparation measuring data between this specimen with the Stegodon sompoensis and the Stegodon trigonocephalus it can be concluded that this Stegodon maxilla fragment is belong to the Stegodon sompoensis, a dwarf Stegodon from Sulawesi Island. The specimen is a surface collected sample. Based on the attached matrix on the maxilla fragment,  this specimen interpreted to be derived from subunit A of Beru Member, Walanae Formation. This Stegodon sompoensis is likely to be lived near the coastal-lagoon around 2,5 million years ago or Late Pliocene to Early Pleistocene. This estimated specimen age is based on the vertebrate fauna biostratigraphy of South Sulawesi. ABSTRAKPulau Sulawesi di Indonesia terletak di daerah Wallacea. Secara geologi pulau ini berada di antara Asia (paparan Sunda) dan Australia (paparan Sahul). Sebagai bagian dari kepulauan Wallacea, Pulau Sulawesi merupakan pulau yang memiliki kompleksitas baik dari segi biologi maupun geologinya. Meskipun fauna-fauna vertebrata kuarter Sulawesi sudah dideskripsi, tetapi sejarah dan pola biogeografi di pulau ini masih sangat kurang dikarenakan sedikitnya fosil-fosil yang ditemukan. Tulisan ini mendeskripsikan fragmen maxilla dari gajah purba jenis Stegodon dengan akar gigi molar M1 yang ditemukan di perlapisan batupasir konglomeratan, di daerah Cangkange, sekitar 4 km ke arah timur dari situs arkeologi Cabenge, Sulawesi Selatan, Indonesia. Berdasarkan  perbandingan data pengukuran spesimen ini dengan Stegodon sompoensis dan Stegodon trigonocephalus maka disimpulkan bahwa fragmen maksila Stegodon ini berasal dari Stegodon sompoensis, jenis Stegodon kerdil dari Pulau Sulawesi. Spesimen ini merupakan temuan permukaan, tetapi berdasarkan matriks sedimen yang masih menempel di maxilla, spesimen ini diinterpretasikan berasal dari Anggota Beru subunit A. Stegodon sompoensis ini diperkirakan dahulu hidup di lingkungan lagoon dekat pantai pada sekitar 2,5 juta tahun yang lalu atau Pliosen Akhir sampai Pleistosen Awal. Penentuan umur ini didasarkan pada boistratigrafi  fauna vertebrata  Sulawesi Selatan
    • …
    corecore