CANDIDA ALBICANS DAN CANDIDOSIS RONGGA MULUT SEBAGAI PREDIKSI DINI KESEHATAN

Saya ajukan judul ini dengan harapan dapat lebih membuka kesadaran mengenai adanya keterkaitan rongga mulut khususnya kelainan mukosa rongga mulut dengan manifestasi penyakit sistemik yang sering muncul. Salah satu kelainan atau penyakit mukosa rongga mulut yang sering dijumpai adalah Candidosis atau Candidiasis yang disebabkan C. albicans. Candidosis merupakan salah satu penyakit jamur (C. albicans). Adanya C. albicans dan timbulnya Candidosis di dalam rongga mulut sangat dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor baik lokal maupun sistemik. Dilaporkan oleh beberapa peneliti, bahwa pengaruh lokal seperti pemakai gigi tiruan dan oral hygiene yang kurang baik atau jelek terhadap keberadaan C. albicans di dalam rongga mulut cenderung meningkat. Pengaruh kelainan sistemik seperti pada penderita Dibetes Mellitus, Leukemia, HIy/AIDS dilaporkan bahwa candida lebih banyak dijumpai di dalam rongga mulutnya, bahkan pada penelitian yang dilakukan terhadap penderita Diabetes Mellitus akhir-akhir ini, menunjukkan hampir semua penderita carrier dengan C. albicans. Oleh karena itu keberadaan C. albicans di dalam rongga mulut dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan penderita tersebut menderita diabet, walaupun tidak seluruhnya benar. Tetapi hal semacam ini ternyata sebelumnya pernah dilakukan oleh salah seorang klinisi asing, seperti yang disampaikan oleh Wilson bahwa: Candida albicans is a better clinician and can discover abnormalities in persons much earlier in the course of the development of such abnormalities than we can with our chemical test (Maibach Kligman, 1962). Meskipun prevalensi infeksi candida di dalam rongga mulut tidak begitu banyak, tetapi bila terjadi infeksi, sering menimbulkan masalah, tetapi masyarakat awam belum menyadari tentang akibat dari infeksi tersebut. Umumnya hanya menduga bahwa infeksi karena kurang bersihnya rongga mulut, walaupun disertai adanya les

HIV-1 TAT: a Potential Diagnostic and Disease Progression Biomarker of HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) constitutes a national threat to Indonesia from many perspectives because the number of new cases there is increasing faster than in any of the other countries in Asia. Susceptibility to opportunistic infection leads to high morbidity and mortality rates, especially because HAART is not widely distributed. A diagnosis of AIDS is often confirmed only after the patient is severely immunocompromised. HIV-1 TAT is a HIV regulatory protein which plays an important role in viral replication. Extracellular TAT has been associated with many pathological conditions related to AIDS. To detect the presence of TAT in plasma as a means of assessing its potency as a diagnostic and progression marker of HIV/AIDS. An analytic observational study was conducted on 80 HIV(+) patients and 30 control patients in Soetomo Hospital. The diagnosis of HIV was confirmed by reference to medical records. A CD4+ count was effected by flowcytometry, while the HIV-1 TAT plasma level was measured by means of ELISA. The correlation between the CD4+ count and HIV-1 TAT plasma level was analyzed by Pearson. HIV-1 TAT presented only in HIV(+) patients. Increased HIV-1 TAT plasma level correlates to a decreased CD4+ count (r=-0.912; p=0.000, p<0.049). HIV-1 TAT is a potential diagnostic biomarker indicating the degree of disease progression of HIV/AIDS. Clinical article (J Int Dent Med Res 2018; 11(1): pp. 124-127) Keywords: HIV/AIDS, HIV-1 TAT, disease progression, diagnostic, biomarker. Received date: 08 November 2017 Accept date: 01 December 201