9 research outputs found

    Pembuatan Biodiesel dari Minyak Nyamplung dengan Menggunakan Katalis Berbasis Kalsium

    Full text link
    Konsumsi minyak bumi di Indonesia semakin lama semakin meningkat yaitu 88 juta barrel/hari, angka tersebut lebih banyak 0,7% dibandingkan pada tahun 2010 tetapi cadangan minyak bumi semakin menurun yaitu 7,73 milyar barrel pada tahun 2011. Oleh sebab itu, banyak penelitian yang merujuk pada bioenergi yang berasal dari minyak tanaman. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel adalah minyak nyamplung. Tanaman nyamplung banyak ditemui di Indonesia khususnya daerah sekitar pantai, selain itu pemanfaatan dari minyak nyamplung belum terlalu banyak. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suhu reaksi dan kadar katalis yang digunakan pada proses transesterifikasi terhadap yield biodiesel dan mengetahui karakterisasi biodiesel pada yield terbesar serta membandingkannya dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Biji nyamplung pertama-tama diekstraksi dengan menggunakan pelarut heksana, selanjutnya minyak yang didapat didegumming untuk mengurangi pengotornya. Kemudian minyak tersebut dilakukan proses esterifikasi untuk menurunkan kadar Free Fatty Acid (FFA) sampai batas yang diijinkan. Selanjutnya minyak tersebut ditransesterifikasi menggunakan katalis CaO yang dipreparasi dari tulang sapi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar katalis yang digunakan semakin tinggi yield biodiesel yang dihasilkan hingga mencapai titik optimumnya yaitu 2% b/b dengan yield biodiesel sebesar 85,94%. Sedangkan semakin tinggi suhu reaksi yang digunakan, semakin tinggi pula yield biodiesel yang dihasilkan hingga mencapai titik optimumnya yaitu 60°C dan setelah itu mengalami penurunan yield biodiesel. Karakterisasi biodiesel yang diuji meliputi: viskositas biodiesel yaitu 5,8804 mm2/s, densitas biodiesel yaitu 872,0393 kg/m3, flash point biodiesel yaitu 160°C, cetane number biodiesel yaitu 61,3. Biodiesel yang dihasilkan sudah sesuai dengan SNI, dimana viskositas biodiesel berkisar 2,3-6 mm2/s, densitas biodiesel berkisar 850-890 kg/m3, flash point biodiesel ≥ 100°C, cetane number ≥ 51

    Ekstraksi Pektin dari Berbagai Macam Kulit Jeruk

    Full text link
    Tanaman jeruk merupakan tanaman asli Indonesia dan hampir seluruh wilayah Indonesia dapat ditanami jeruk. Buah jeruk dapat dikonsumsi dalam bentuk buah segar ataupun hasil olahan. Limbah dari buah jeruk yang berupa kulit jeruk selain dapat dibuat manisan, juga dapat diekstrak pektinnya. Jeruk mempunyai kandungan pektin yang cukup tinggi, sekitar 30%. Pektin juga terdapat pada buah–buah lainnya seperti pisang, apel dan papaya. Pektin merupakan bahan aditif yang memiliki aplikasi luas pada industri makanan karena kemampuannya membentuk gel seperti untuk membuat jelly, se lai, desert dan sebagai penghalus tekstur. Selain itu, pektin juga dapat digunakan dalam bidang bakery fillings, yaitu pada penyiapan buah. Dalam bidang produksi susu, digunakan pada pengasaman susu dan minuman berprotein serta yogurt. Pektin dapat juga digunakan dalam bidang produk kesehatan dan farmasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pelarut dan zat terlarut yang diperlukan untuk mendapatkan yield pektin dengan jumlah yang maksimum. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa yield pektin meningkat seiring dengan kenaik an kecepatan pengadukan dan besarnya perbandingan berat kulit jeruk:volume pelarut. Semua kulit jeruk termasuk kedalam golongan high metoksil pektin. Kadar metoksil dan kekuatan pembentukan gel Jeruk manis> Jeruk Lokam> Jeruk Shantang> Jeruk Nipis. Kadar abu pektin dari berbagai macam kulit jeruk memenuhi standar mutu kering pektin

    Pengaruh Rasio Massa Biji dan Volume Air dan Suhu Ekstraksi terhadap Ekstraksi Biji- Bijian dalam Pembuatan Susu Nabati

    Full text link
    Susu nabati merupakan produk susu alternatif bagi yang memiliki alergi terhadap laktosa dari susu hewani. oleh karena itu, dibutuhkan susu nabati dengan kandungan gizi yang tinggi. Kandungan nutrisi dari susu yang dibutuhkan oleh tubuh adalah protein, lemak, dan karbohidrat. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh rasio massa biji:volume air dan suhu ekstraksi terhadap persen protein, lemak, dan karbohidrat terekstrak pada proses pembuatan susu nabati. Selain itu juga membandingkan kandungan protein, lemak dan karbohidrat dari berbagai macam bahan baku susu nabati (kedelai, saga, biji bunga matahari dan biji beras). Pengolahan bahan baku menjadi susu nabati dilakukan dengan cara merendam biji buah saga, beras, biji kedelai, atau biji bunga matahari dengan larutan soda kue dengan konsentrasi 0,5% untuk membersihkan bahan baku dari pestisida. Hasil penggilingan biji diekstraksi dengan air sebagai pelarut, kemudian disaring untuk memisahkan ampas dengan susu. Ampas ekstraksi dianalisa kadar protein dengan metode Kjeldhal, kadar karbohidrat dengan metode DNS, dan kadar lemak dengan menggunakan Soxhlet. Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa rasio pelarut 1:3 sampai 1:5, menghasilkan persentase protein, lemak, dan karbohidrat yang terekstrak semakin meningkat dari 20% menjadi 50%. Pada suhu ekstraksi 30oC sampai 70oC, semakin tinggi suhu, semakin meningkat persentase protein, lemak, dan karbohidrat yang terekstrak dari 20% menjadi 50%. Pada rasio 1:5, persentase protein terekstrak terbanyak didapat dari biji bunga matahari, persentase lemak terekstrak terbanyak dari beras, sedangkan persentase karbohidrat terekstrak terbanyak dari biji bunga matahari. Pada suhu 70oC didapatkan persentase protein dan karbohidrat terekstrak terbanyak dari biji bunga matahari, sedangkan persentase lemak terekstrak terbanyak dari kedelai. Berdasarkan kandungan protein dan lemak pada susu hasil percobaan, didapatkan susu yang memenuhi kedua parameter dalam SNI susu sapi dan susu kedelai adalah biji bunga matahari
    corecore