497,218 research outputs found

    PELAKSANAAN WAKAF alm H. OMAN KEPADA DKM AT-TAQWA KECAMATAN CICALENGKA KABUPATEN BANDUNG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

    Get PDF
    Wakaf merupakan salah satu institusi filantropi islam yang bisa diandalkan menunjang agenda keadilan sosial khususnya di kalangan umat Islam. Perwakafan tanah di Indonesia telah ada sejak lama yaitu sejak agama Islam masuk ke Indonesia. Wakaf adalah suatu lembaga keagamaan, khususnya bagi masyarakat yang beragama Islam dalam rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil. Penelitian ini menggunakan penelitian bersifat deskriptif analisis. Yaitu menggambarkan secara menyeluruh dan sistematis tentang wakaf almarhum H. Oman kepada DKM At-Taqwa, Cicalengka. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu metode yang bertujuan mencari asas, kaidah dan norma atau das sollen dan perilaku das sein. Tahap penelitian meliputi penelitian kepustakaan, yakni penelitian yang dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder, dan penelitian lapangan yakni suatu cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung kepada yang diwawancarai. Alat pengumpul data dalam penelitian kepustakaan berupa peraturan perUndang-Undangan, bahan hukum sekunder berupa buku-buku yang relevan serta hasil penelitian dan bahan hukum tersier berupa penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Dan alat pengumpul data dalam penelitian lapangan, analisis data menggunakan metode yuridis kualitatif, yaitu menganalisis data sekunder dan data primer yang dianalisis tanpa rumus statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya ketidakjelasan status wakaf tanah almarhum H. Oman disebabkan tanah yang telah diwakafkan ternyata masih ada pengingkaran dan tanahnya belum sesuai dengan peraturan yang belaku di Indonesia. Akibat hukum dari wakaf almarhum H. Oman kepada DKM At-Taqwa dalam hal ini ikrar wakaf yang telah dilakukan oleh almarhum H. Oman dahulu disaksikan hanya dengan satu orang saja, sehingga pelaksanaan wakaf almarhum H. Oman diluar dari peraturan perUndang-Undangan maupun Hukum Islam yang berlaku di Indonesia. Akibat hukum yang timbul ialah akta yang dibuat dan dihadapan Pegawai Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam ikrar wakaf tersebut menjadi tidak sah. Penyelesaian masalah yang timbul, perlu diadakan sosialisasi yang merata di seluruh masyarakat Indonesia mengenai peraturan dan perUndang-Undangan tentang wakaf. Dan bagi calon wakif, hendaknya mencari informasi dan mempelajari terlebih dahulu mengenai tata cara wakaf yang sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan maupun peraturan Hukum Islam yang berlaku di Indonesia. Agar tidak terdapat kelalaian ataupun kesalahan dan ketidaksempurnaan dalam proses wakafnya. Kata Kunci : Tanah Wakaf, Hukum Isla

    PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DARI PERBUATAN CURANG PENCANTUMAN LABEL PANGAN YANG TIDAK SESUAI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

    Get PDF
    Label adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan. Label merupakan salah satu bentuk penyampaian informasi mengenai barang dari pelaku usaha kepada konsumen. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur merupakan salah satu hak dari konsumen. Akan tetapi pelaku usaha dalam menjalankan usahanya melakukan perbuatan curang pencantumkan label pangan yang tidak sesuai. Pencantuman label yang tidak sesuai merupakan penyebab kerugian bagi konsumen karena tidak adanya itikad baik dari pelaku usaha di dalam memberikan informasi atas produk yang diproduksi dan diperdagangkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan hukum yang dikaji adalah kualifikasi delik perbuatan curang pencantuman label pangan yang tidak sesuai oleh pelaku usaha sebagai tindak pidana, bentuk perlindungan hukum bagi konsumen dari perbuatan curang pencantuman label pangan yang tidak sesuai berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku usaha yang telah melakukan perbuatan curang pencantuman label pangan yang tidak sesuai berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Skripsi ini berupa spesifikasi penelitian bersifat deskriftif analitis yang menggambarkan fakta berupa data dan realita, Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu difokuskan untuk mengaji normanorma dalam hukum positif, tahap penelitian menggunakan studi kepustakaan dan penelitian lapangan, alat pengumpul data dengan studi kepustakaan dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan metode yuridis kualitatif yaitu hasil penelitian dianalisis tanpa menggunakan rumus dan angka. Hasil dari pembahasan penelitian ini menunjukan bahwa: Pertama, kualifikasi delik dari perbuatan curang pencantuman label pangan yang tidak sesuai yang dilakukan oleh pelaku usaha berdasarkan KUHP dan Pasal 8 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah delik Commisionis, yang apabila diuraikan unsurnya maka perbuatan tersebut melanggar aturan suatu undang-undang. Kedua Bentuk perlindungan pelaku usaha yang melakukan perbuatan curang pencantuman label pangan yang tidak sesuai dibagi menjadi dua bentuk yaitu perlindungan hukum secara preventif dan perlindungan hukum secara refresif. Ketiga, terhadap pelaku usaha yang telah melakukan perbuatan curang pencantuman label pangan yang tidak sesuai berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dapat dikenakan sistem pertanggungjawaban pidana perseorangan maupun korporasi dengan doktrin strict liability maupun vicarious liability dengan sanksi pidana yang termuat di dalam Pasal 62 UUPK dan sanksi pidana tambahan yang termuat di dalam Pasal 63 UUPK. Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Perbuatan Curang, Label Pangan Yang Tidak Sesuai

    PENCEMARAN UDARA AKIBAT PENGGUNAAN BATUBARA SEBAGAI SUMBER ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) KECAMATAN ASTANAJAPURA KABUPATEN CIREBON DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

    Get PDF
    Kegiatan pembangunan sumber energi yang semakin meningkat mempunyai kecenderungan secara potensial dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan apabila tidak terkendali secara propesional, sehingga secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa kegiatan industri merupakan alat untuk mensejahterakan masyarakat, akan tetapi disatu sisi dapat menyebabkan malapetaka bagi kehidupan manusia itu sendiri.Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah di kemukakan diatas terdapat permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut : Apakah Penggunaan Batu Bara Sebagai Sumber Energi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Di Kecamatan Asnajapura Kabupaten Cirebon Sudah Sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang Berlaku dan Bagaimana Dampak dari Pencemaran Udara Akibat Penggunaan Batubara Sebagai Sumber Energi Listrik Tenaga Uap (PLTU) Terhadap masyarakat dan lingkungan di Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon serta Bagaimana Penyelesaian Hukum yang dilakukan PT.Cirebon Energi Prasarana Bagi Yang Terkena Dampak Pencemaran Udara akibat PLTU Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spesifikasi penelitian dilakukan secara deskriptif-analitis, yaitu penggambaran peraturan- peraturan yang berlaku, dikaitkan dengan teori hukum, dan pelaksanaannya. Yang menyangkut permasalahan yang diteliti tentang pencemaran udara akibat penggunaan batubara sebagai sumber energi PLTU.Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakan dan hasil penelitian lapangan menggunakan metode yuridis kualitatif kemudian dianalisis secara deskriptif analitis pencemaran udara akibat penggunaan batubara sebagai sumber energi listrik tenaga uap,Desa kanci, Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon dihubungkan dengan Undang- Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penggunaan batubara PLTU Kabupaten sesuai dengan yang ditetapkan oleh ESDM menggunakan batubara dengan sulfur rendah yaitu 0,2%. dan Dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan batubara sebagai sumber energi oleh PT. Cirebon Energi Prasarana menyebabkan sebagian warga mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). sehingga tidak sesuai dengan Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Masyarakat yang merasa dirugikan oleh pencemaran akibat penggunaan batubara telah mengadukan atau menyampaikan informasi secara lisan maupun tulisan kepada instansi yang bertanggung jawab. Kasus pencemaran ini menerapkan prinsip liability based on faults yang mana instansi berwajib melakukan penyelidikan dahulu terhadap dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan yang dilakukan oleh PT. Cirebon Energi Prasarana. Kata Kunci: Pencemaran Udara, Energi, PLTU

    PERLINDUNGAN HUKUM PRODUSEN DAN PELAKU SENI WAYANG GOLEK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

    Get PDF
    Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity), Namun pada kenyataanya perlindungan bagi pengrajin khususnya pembuat wayang golek di Indonesia dan khususnya di wilayah kecamatan Jelekong Kabupaten Bandung pada saat ini tidak terlindungi secara maksimal, hal ini terlihat dengan kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap para pengrajin, apabila para pengrajin tidak dilindungi oleh pemerintah dapat saja hal ini memberi dampak pudarnya bahkan hilangnya pengrajin wayang golek bahkan bisa saja pengrajin wayang golek menjadi punah, namun apabila dibiarkan bisa saja ilmu pembuatan wayang golek yang diwariskan secara turun temurun bisa menjadi hilang, Bagaimanakah Mekanisme Perlindungan Hukum dan Kendala apa yang dihadapi serta Bagaimana menyelesaikan permasalahan yang terjadi atas pelanggaran terhadap hak ekonomi yang dimiliki oleh Produsen Dan Pelaku Seni Wayang Golek Berdasarkan Kepada Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Penulisan skripsi ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan atau penelitian hukum yang menggunakan sumber-sumber data primer, sekunder dan tersier seperti peraturan perundang-undangan, sejarah hukum, perbandingan hukum, teori-teori hukum dan pendapat-pendapat sarjana hukum yang berhubungan. Selanjutnya dianalisis dengan metode yuridis kualitatif dalam arti bahwa data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan tidak menggunakan rumus atau data statistik melainkan hanya berupa uraian uraian yang berisi mengenai adanya kepastian hukum. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta membawa kemajuan baru dalam perlindungan terhadap hak cipta bagi produsen dan pelaku seni wayang golek yang ada khususnya di wilayah jelekong dengan adanya pengaturan terhadap hak cipta wayang golek khususnya Pasal 12 sampai dengan pasal 15 dan ketentuan pidana yang tercantum dalam Pasal 115 Undang-Undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Kendala yang dihadapi dalam mekanisme perlindungan hak cipta di Indonesia yaitu pengetahuan dan pemahaman aparat penegak hukum mengenai hak cipta itu sendiri dan tingkat kesadaran hukum di masyarakat masih sangat rendah, kurangnya sosialisasi dari pemerintah mengenai Undang-undang Hak Cipta, Upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah dengan melakukan Kampanye Mengenai Perlindungan Hak Cipta, Pemanfaatan hukum secara maksimal, Menyediakan penjelasan yang mencakupi terhadap pelanggaran Hak Cipta dan pengecualian dan Peningkatan wawasan dan kualitas aparat penegak hukum. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, HKI, Wayang Gole

    KEPASTIAN HUKUM PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM MEDIASI DIHUBUNGKAN DENGAN PERMA NO.1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

    Get PDF
    Perjanjian perdamaian adalah suatu perjanjian yang disepakati oleh kedua belah dengan tujuan untuk mengakhiri suatu perkara baik yang sedang dalam proses, maupun untuk mencegah timbunya perkara. Perjanjian perdamaian dapat dibuat baik di Pengadilan maupun di luar Pengadilan dan kemudian dapat dikukuhkan menjadi akta perdamaian (acte van dading) melalui putusan Pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dikaji dan diteliti mengenai kekuatan hukum perjanjian perdamaian yang dikukuhkan dalam putusan Pengadilan dan kepastian hukum dengan adanya perjanjian perdamaian dalam upaya penyelesaian sengketa perdata serta upaya hukum yang dapat ditempuh jika salah satu pihak tidak beriktikad baik dalam melaksanakan acte van dading. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah Deskriptif Analitis, dengan metode pendekatan Yuridis Normatif. Data yang dipergunakan adalah data primer, sekunder dan tersier yang diperoleh dari penelitian kepustakan, dan penelitian lapangan untuk memperoleh data sebagai pendukung data primer, dengan menggunkan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara, selanjutnya dianalisis dengan menggunkan metode Yuridis Kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian perdamaian dari hasil Mediasi baik yang dilakukan di Pengadilan maupun di luar Pengadilan yang dikukuhkan menjadi akta perdamaian (acte van dading) memiliki kekuatan hukum tetap, tidak dapat dilakukan upaya hukum banding maupun kasasi, dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, serta memiliki kekuatan hukum eksekutorial. Perjanjian perdamaian akan memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang berperkara apabila dikukuhkan menjadi akta perdamaian (acte van dading) melalui putusan Pengadilan. Apabila salah satu pihak tidak beriktikad baik untuk melaksanakan isi akta perdamaian (acte van dading) secara sukarela, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi pada Pengadilan Negeri yang berwenang. Karena pada dasarnya perdamaian itu mengakhiri perkara, maka dengan dibentuknya perjanjian perdamaian diharapkan kedepannya tidak timbul permasalahan lagi. Kata Kunci: Perjanjian Perdamaian, Mediasi, Acte Van Dadin

    KEDUDUKAN SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA

    Get PDF
    Hukum Acara Pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan Hukum Pidana. Pembuktian dalam perkara pidana membuktikan adanya tindakan pidana dan kesalahan terdakwa. Alat bukti segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, alat-alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa. Saksi Mahkota adalah saksi yang merangkap tersangka sebagai terdakwa yang bersama-sama melakukan tindak pidana dan berkas pemeriksaan terhadap para terdakwa terpisah atau disebut pemisahan berkas perkara (splitsing). Identifikasi masalah dalam skripsi ini adalah Bagaimana kedudukan keterangan saksi mahkota dalam sistem peradilan pidana Indonesia? Bagaimana kedudukan keterangan saksi mahkota dalam praktik peradilan pidana Indonesia? dan Upaya apa yang harus dilakukan aparat penegak hukum agar penggunaan saksi mahkota tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)? Penulisan skripsi ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan atau penelitian hukum yang menggunakan sumber-sumber data primer, sekunder dan tersier seperti peraturan perundang-undangan, sejarah hukum, perbandingan hukum, teoriteori hukum dan pendapat-pendapat sarjana hukum yang berhubungan. Selanjutnya dianalisis dengan metode yuridis kualitatif dalam arti bahwa data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan tidak menggunakan rumus atau data statistik melainkan hanya berupa uraian-uraian yang berisi mengenai adanya kepastian hukum. Kedudukan hukum saksi mahkota dalam sistem peradilan pidana, penggunaan saksi mahkota dalam praktik pradilan pidana Indonesia terkecuali apabila berkaitan dengan ketentuan Pasal 168 KUHAP, keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana Saksi mahkota merupakan istilah untuk tersangka/terdakwa yang dijadikan saksi untuk tersangka/terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu tindak pidana. Penggunaan saksi mahkota ”dibenarkan’ didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu yaitu, dalam perkara delik penyertaan ; terdapat kekurangan alat bukti; dan Diperiksa dengan mekanisme pemisahan (splitsing); Dengan memberikan upaya secara khusus kepada saksi mahkota dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan. Dilakukan pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi dengan terdakwa dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya. Kata kunci : Kedudukan saksi mahkota, Pembuktian, Alat bukt

    PROBLEMATIKA PENGGUNAAN REKAMAN CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PENCURIAN DIHUBUNGKAN DENGAN KUHAP JO UNDANG – UNDANG NO. 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

    Get PDF
    Skripsi ini berjudul “Problematika Penggunaan Rekaman Closed Circuit Television (CCTV) Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Pencurian Dihubungkan Dengan KUHAP Jo Undang – Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Pengaturan alat bukti elektronik dalam sistem hukum Indonesia belum secara tegas diatur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tetapi telah diatur secara tersebar diberbagai peraturan perundang - undangan. Pasal 5 Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan penegasan bahwa Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik serta hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, rekaman video yang terekam kamera CCTV dapat dijadikan alat bukti hukum yang sah sepanjang memenuhi persyaratan - persyaratan yang diatur dalam UU ITE. Sebelum adanya revisi terhadap Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka rekaman kamera CCTV dapat digunakan sebagai alat bukti hukum yang sah atau setidak - tidaknya dapat digunakan sebagai penunjang alat bukti di sidang pengadilan sepanjang pengambilan atau pemindahan hasil rekaman kamera CCTV dilakukan sesuai prosedur, dilengkapi berita acara pengambilan atau pemindahan, dilakukan oleh pihak yang berwenang, informasi yang ada dalam rekaman kamera CCTV dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan serta dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang - undang. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian deskriptif analitis yaitu metode yang bertujuan untuk melukiskan atau menggambarkan fakta – fakta yang berupa data dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran secara komparatif karena penelitian ini bertujuan untuk dapat menggambarkan tentang hubungan kekuatan alat bukti yang dipublikasikan oleh ahli di luar persidangan dengan hukum pembuktian di Indonesia dengan dianalisis berdasarkan KUHAP. Adapun kesimpulan penelitian ini, yaitu ketentuan hukum pidana yang mengatur alat bukti tentang kejahatan pencurian yang terekam kamera CCTV, diantaranya terdapat dalam KUHP, KUHAP, di luar KUHAP yang terdapat di dalam UU, seperti terdapat dalam UU ITE. Kebijakan hukum pidana Indonesia dapat menjangkau tindak pidana pencurian yang terekam kamera CCTV di hubungkan dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Alat bukti sangat dibutuhkan dalam mencari kebenaran di persidangan dan menjadi referensi hakim dalam memutuskan suatu perkara secara adil. Kata Kunci : ITE, Rekaman CCTV, Pencurian

    IMPLEMENTASI PERJANJIAN INTERNASIONAL ASEAN CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) DALAM BIDANG PERDAGANGAN DI INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

    Get PDF
    Perkembangan globallisasi ekonomi telah membawa dampak nyata terhadap bidang perdagangan internasional yang memasuki fase perdagangan bebas. Masuknya produk border china yang terkenal murah dan mempunyai kualitas yang baik menimbulkan adanya berbagai tuntutan yang menghendaki agar pemerintah melakukan sesuatu agar dapat melindungi industri dalam negeri. Berkenaan dengan digunakannya metode pendekatan Yuridis-Normatif, tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan mengumpulkan data sekunder. Terdiri dari norma atau kaidah dasar seperti Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Secara subtansi Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2000 tidak memenuhi kriteria sebagai Undang – Undang karena adanya tumpang tindih dengan Konvensi Wina 1969. Dengan adanya perjanjian perdagangan Indoesia-China Pemerintah Indonesia dan pelaku usaha untuk melakukan tindakan – tindakan yang meningkatkan daya saing produk – produk Indonesia. Dan pemerintah perlu melakukan sosialisasi pada publik agar masyarakat bisa mempersiapkan diri terhadap aturan atau kebijakan yang baru. Kata Kunci : Perjanjian, Perdagangan, Globalisasi, Ekspor, Impo

    PENETAPAN HAK WASIAT WAJIBAH TERHADAP AHLI WARIS NON MUSLIM BERDASARKAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

    Get PDF
    Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui kedudukan ahli waris beda agama dengan pewaris dalam Kompilasi Hukum Islam dan untuk mengetahui pertimbangan hakim mengenai wasiat wajibah dalam memutus Perkara Nomor: 2/Pdt. G/2011/PA.Kbj. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Jenis dan sumber data terdiri dari data primer yaitu wawancara, sedangkan data sekunder adalah kepustakaan kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif. Dasar pertimbangan hakim dalam menentukan pembagian harta waris pewaris muslim kepada ahli waris non muslim melalui wasiat wajibah adalah berdasarkan asas keadilan, dimana ahli waris sebagai anak kandung dari pewaris merupakan orang dekat dari pewaris yang dianalogikan sama dengan kedudukan dari anak angkat atau orang tua angkat yang dalam KHI berhak mendapatkan wasiat wajibah, dalam menetapkan wasiat wajibah dilakukan oleh hakim di lingkungan Peradilan Agama. Dalam melakukan penemuan hukum atas pemberian wasiat wajibah terhadap ahli waris yang beda agama, hakim menggunakan metode argumentum peranalogian dengan cara menemukan ketentuan hukum lain yang sejenis, memiliki kemiripan, serta adanya tuntutan dalam masyarakat untuk mendapatkan penilaian yang sama. Sehingga diharapkan kepada pemerintah segera membuat UU yang mengatur tentang wasiat wajibah yang lebih komprehensif sebagai kebutuhan dalam menjawab tuntutan perkembangan zaman terutama bagi ahli waris non muslim. Kata kunci: ahli waris, wasiat wajibah, non musli

    PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA MASIH TERIKAT PERKAWINAN DENGAN ISTRI PERTAMA YANG DILAKUKAN OLEH TN. SY DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

    Get PDF
    Suatu perkawinan adalah sah baik menurut hukum agama maupun hukum negara bilamana dilakukan dengan memenuhi segala rukun dan syaratnya serta tidak melanggar larangan perkawinan. Salah satu alasan perkawinan menjadi batal adalah adanya suatu perkawinan rangkap dimana seorang suami masih terikat perkawinan dengan istri sebelumnya. Hal tersebut melanggar salah satu syarat untuk melansungkanya suatu perkawinan. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang pembatalan perkawinan yang masih terikat perkawinan dengan istri pertama, bagaimana terjadinya pembatalan perkawinan karena masih terikat dengan istri pertama yang dilakukan oleh Tn. SY (Putusan Perkara Nomor 4543/Pdt.G/2016/PA.Cmi), serta bagaimana perlindungan hukum terhadap istri kedua yang perkawinannya dibatalkan. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah Deskriptif Analitis, dengan metode pendekatan Yuridis Normatif. Data yang dipergunakan adalah data primer, sekunder, dan tersier terkait pembatalan perkawinan yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, dan penelitian lapangan untuk memperoleh data sebagai pendukung data primer, dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara, selanjutnya dianalis dengan menggunakan metode Yuridis Kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pembatalan perkawinan merupakan pembatalan hubungan suami istri sesudah di langsungkannya akad nikah sebagaimana dalam Pasal 22 dan 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam. Permohonan pembatalan perkawinan dikarenakan suami masih terikat perkawinan lain (istri pertama) dapat dilakukan oleh istri pertama di Pegadilan Agama di wilayah hukum tempat ia tinggal, dalam hal ini di Pengadilan Agama Cimahi. Suatu perkawinan yang dibatalkan oleh hakim memiliki akibat hukum. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum, dalam hal ini khususnya terhadap istri yang perkawinannya dibatalkan (istri kedua). Kata Kunci :Perkawinan, Pembatalan Perkawinan, Terikat Perkawinan Lai
    • …
    corecore