12 research outputs found

    A Review of the Malaria Situation in Irian Jaya

    Full text link
    Karangan ini merupakan tinjauan mengenai situasi malaria di Irian Jaya hingga tahun 1980. Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena menyebabkan 14% dari kematian di rumah sakit dan 20% dari kunjungan ke fasilitas kesehatan. Malaria adalah hiper sampai mesoendemik di daerah pantai dan dataran rendah, sedangkan di dae­rah pegunungan sampai ketinggian 1700 m malaria tidak stabil dan potensial epidemik. Yang menjadi vektor ialah kelompok Anopheles punctulatus yang exo atau endophagik secara fakultatif serta bersifat exofilik. Program pemberantasan malaria yang didasarkan pada penyemprotan rumah dengan DDT melin­dungi sekitar 300.000 penduduk di 15 lokasi. Di semua lokasi penyemprotan angka parasit memang turun, kecuali di daerah Genyem (Nimboran) di mana dicurigai adanya resistensi nyamuk terhadap DDT, tetapi transmisi malaria masih berjalan terus. Pembagian obat secara massal (chloroquin dan pyrimethamin) juga tidak menghasilkan penurunan penu­laran yang diharapkan. Pemberantasan malaria di Irian Jaya menghadapi berbagai hambatan yang sangat besar. Selain ma­salah operasional, keuangan dan perilaku manusia, terdapat pula masalah teknis seperti berkembangnya resistensi P. falciparum terhadap pyrimethamin dan proguanil (1959), chloroquin (1973) dan sulfadoxin/ fansidar (1979) serta kemungkinan berkembangnya resistensi vektor terhadap DDT. Pemberantasan malaria di Irian Jaya perlu dievaluasi secara menyeluruh dan penelitian yang ber­sifat operasional perlu dilaksanakan untuk menyusun suatu program yang lebih rasional dan sesuai de­ngan kondisi setempat. Meningkatnya malaria akan menghambat pembangunan, maka penanggulangannya mutlak dilak­sanakan untuk menjamin berhasilnya proyek-proyek pembangunan sosial-ekonomi di propinsi tersebut

    Kecendrungan Penyakit Tidak Menular dan Penelitiannya di Indonesia

    Full text link
    Like other developing countries in the South East Asian region Indonesia is undergoing an epidemiological transition. Communicable diseases tend to decrease, while non-communicable diseases and accidents tend to increase. This epidemiologic transition is strongly influenced by demographic and "life style" factors. Risk factors as smoking high calorie and fat diet, mental stress and a sedentary life style will have an important impact on the increase of non-communicable diseases like cancer, heart disease, stroke and diabetes. Cardiovascular diseases are rare before 1960, but started to increase since the 1970\u27s. According to the health household surveys the prevalence of cardiovascular diseases increases from 1.1 per 1000 in 1972 to 5.9 per 1000 in 1980. A 5 year study (1976-1980) of hospital patients in Bali analyzed 1.339 in patients (12% of all inpatients) and found the following distribution : ischemic h.d. 32%, rheumatic h.d. 40%, pulmonic h.d. 18% hypertensive h.d. 4%, congenital h.d. 1% and other h.d. 5%. Community surveys of diabetes, found a prevalence of around 1.5% in adults. The most frequent complications of diabetes were : ischemic heart disease (20-25%), gangrene (2,4%), pulmonary tb (10-13%) and diabetic ketoacidosis (2.5-5%). Cancer incidence is estimated at 100 per 100.000 per year. A pathology based registry in 1988 recorded the following localisations : cervix (25.57%), breast (15.83%), lymphoid (12.52%), skin (11,46%), nasopharynx (7.8%), ovary (6,60%). Rectum (6.04%), connective tissue (5.82%), thyroid (4.43%), colon (3.9%). A study of cancer in 17 hospitals in Jakarta found the following cancers in men : lung liver, nasopharynx, lymphoma, rectum, leukemia, stomach, colon, larynx and pancreas in descending order of frequency. The most frequent cancers in women were located in the cervix, breast, ovary, lung, liver, nasopharynx, rectum, leukemia, lymphglands and colon. Hospital data showed that 60-80% of patients treated in mental hospitals are suffering from schizophrenia.A study of patients seeking treatment from health centres from that around 20% were experiencing psychological or mental problems. Several dental surveys found carries and periodental diseases in 60% of population surveyed. The highest frequency were found in the 35-44 year age group. According to the health household survey in 1980, accidents have caused 3,5% of all deaths. It is estimated that around 2.5 million accidents each year and around 10% of all hospital admissions are caused by accidents. About 40% of all accidents treated in hospitals are caused by traffic accidents, 35% of which are head trauma. Research on non-communicable diseases have to be undertaken to know the magnitude of the problems and develop methodologies to control the diseases, emphasizing behaviour change, environmental improvement and the use of appropriate technology. Diseases which require attention are cancer, cardiovascular diseases, endocrine diseases (diabetes, thyroid diseases, etc), dental and oral diseases, accidents and occupational diseases, mental diseases, neurological diseases, chronic respitory diseases, joint and rheumatic diseases, congenital/hereditary diseases, and diseases caused by radiation

    Dua Puluh Lima Tahun Kerja Sama Depkes RI dengan Namru-2

    Full text link
    Buletin nomor ini diterbitkan untuk memperingati 25 tahun kerja sama antara Departemen Kesehatan RI dan U.S. Naval Medical Research Unit No. 2 (NAMRU-2). Kerja sama ini telah menghasilkan sumbangan yang sangat berharga untuk peningkatan kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia, khususnya di negara sedang berkembang. Hasil evaluasi vaksin typhoid dan cara pengobatan malaria serta dehidrasi berat akibat diare adalah beberapa contoh dari kerja sama ini yang sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit dan kematian. Hasil kerja sama dalam 20 tahun pertama telah diseminarkan dalam tahun 1990 dan dipublikasikan dalam suatu nomor khusus buletin ini. Dengan staf yang terdiri dari 20 orang asing, dan 140 orang Indonesia, NAMRU-2 telah melaksanakan berbagai penelitian di berbagai daerah bersama peneliti Badan Litbangkes, Universitas, Angkatan Bersenjata serta dinas kesehatan setempat. Lebih dari 400 publikasi ilmiah telah dihasilkan oleh kerja sama ini. Dalam lima tahun terakhir penelitian berbagai aspek malaria di Irian Jaya antara lain telah menghasilkan peta resistensi obat malaria dan penemuan manfaat primakuin sebagai obat profilaksis yang aman dan relatif murah. Uji coba fase III vaksin tifoid oral Ty21a telah dilaksanakan di Sumatra Selatan, sedangkan suatu vaksin kolera oral, CVD 103 HgR, sedang diuji coba fase III di Jakarta. Penelitian genotype HIV di Indonesia yang telah dilaksanakan bersama Universitas Indonesia dan Dinas Kesehatan ABRI telah membantu memperjelas epidemi HIV/AIDS di Indonesia. Penelitian lapangan mengenai hepatitis E di Kalimantan dan Japanese Encephalitis di Bali telah memperjelas penularan dan risiko penyakit tersebut. Badan Litbangkes dan NAMRU akan melanjutkan kerjasama penelitian dan pelatihan di bidang penyakit menular dalam masa lima tahun yang akan datang. Beberapa bidang yang akan mendapat perhatian ialah surveilans berbagai penyakit infeksi yang baru dan timbul kembali (new and reemerging infections), uji coba berbagai vaksin (antara lain enterotoxigenic E. coli, hepatitis E, malaria), imunologi dan pengobatan malaria, penularan dan imunopatogenesis DHF serta epidemiologi genetik HIV

    A Survey on Cancer in 17 Hospitals in Jakarta

    Full text link
    Telah dilaksanakan suatu survai mengenai catatan penderita kanker yang dirawat di 17 Rumah Sakit di Jakarta dalam tahun 1977. Sejumlah 2056 kasus kanker berhasil ditemukan, 1183 diantaranya wanita. Hanya 53% dari kasus kanker dianosisnya didasarkan pada pemeriksaan patologi/ sitologi. Sepuluh kanker terbanyak pada pria ialah kanker di paru, hati, nasofaring, kelenjar getah Bening, rektum, leukemia, lambung, usus besar, laring dan pancreas. Sepuluh kanker terbanyak pada wanita ialah kanker leher rahim, payudara, indung telur, paru, hati, nasofaring, rektum, leukemia, kelenjar getah Bening dan usus besar. Kesulitan yang dialami dalam penelitian ini ialah kurang lengkapnya catatan medik rumah sakit, sehingga data seperti suku/keturunan, pekerjaan dan stadium dari kanker sulit diketahui. Upaya registrasi kanker dan penelitian epidemiologi kanker di Indonesia perlu diting­katkan. Tingginya kanker leher rahim pada wanita serta kanker paru dan hati pada pria perlu mendapat perhatian. Skrining dengan sitologi vagina (Pap smear), usaha mengurangi kebiasaan merokok dan vaksinasi hepatitis B (dengan harapan mencegah kanker hati perlu pendapat prioritas dalam usaha penanggulangan kanker di Indonesia

    Epidemic Malaria Among Transmigrants in Irian Jaya

    Full text link
    Malaria merupakan masalah kesehatan yang penting untuk masyarakat transmigrasi di daerah endemisitas malaria tinggi seperti Irian Jaya. Di Arso, epidemi malaria timbul setelah dua sampai enam bulan sesudah tibanya transmigran baru. Dalam tiga bulan angka parasitemia bisa mencapai 70% dan hampir 10% dari transmigran mendapat malaria berat yang membutuhkan rujukan ke rumah sakit dalam enam bulan p< rtama. Usaha penanggulangan malaria di daerah seperti Arso menghadapi berbagai tantangan dan hambatan karena tingginya derajat resistensi parasit terhadap klorokuin, fasilitas dan kemampuan untuk diagnostik yang terbatas, sulitnya pengendalian vektor (An. punctulatus group) dan tidak adanya strategi untuk menghilangkan sumber infeksi yang asimptomatik. Berbagai USAha yang dapat mengurangi risiko epidemi malaria di daerah transmigrasi Irian Jaya ialah antara lain pemberian profilaksis selama tiga bulan (selain klorokuin perlu dipertimbangkan pemberian primakuin bagi transmigran yang tidak hamil dan tidak menderita defisiensi G-6-PD), peningkatan fasilitas diagnostik dan pengobatan/termasuk rujukan untuk kasus malaria berat), pemakaian kelambu; penemuan kasus aktif untuk menghilangkan gametocytemia yang asimptomatik (selama enam bulan) serta penyuluhan dan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan malaria (termasuk pembinaan kader kesehatan). Untuk melaksanakan kegiatan tersebut di atas perlu disediakan tenaga dan sumber dana yang khusus

    Opportunities For Evaluating Malaria Vaccines In Indonesia

    Full text link
    Di Indonesia, khususnya di Irian Jaya dan daerah malaria tinggi lainnya terdapat kesempatan yang sangat baik untuk mengevaluasi vaksin malaria. Hal ini antara lain disebabkan tersedianya data epidemiologi termasuk insidens, risiko malaria yang tinggi dan merata pada berbagai kelompok umur, jenis kelamin dan pekerjaan, adanya kelompok masyarakat yang sesuai untuk penelitian (transmigran dan angkatan bersenjata), lokasi desa yang memungkinkan randomisasi serta tersedianya fasilitas laboratorium di dekat daerah penelitian. Pemberantasan malaria dengan vaksinasi diharapkan akan menjadi fokus dari penelitian kesehatan menjelang akhir abad ke-20. Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau memungkinkan konsolidasi pemberantasan malaria secara bertahap. Pengalaman yang diperoleh dengan pemberantasan malaria di suatu pulau akan sangat bermanfaat untuk menghadapi masalah yang lebih berat yakni malaria di daratan luas seperti Afrika atau daratan Asia Tenggara

    Survei Malariometrik di Kecamatan Sindue dan Ampibabo, Kebupaten Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah

    Full text link
    Malaria is still a serious public health problem in Central Sulawesi. Only some parts of Donggala regency which it consists of the west and east coast areas have been included in malaria control programme with house spraying. To obtain the appropriate malaria control method in these areas, the malariometric survey was conducted in Sindue and Ampibabo subdistricts on May 1995. The objectives of this survey were to assess the endemicity and malaria parasite rate, and to identify the species of Plasmodium in those subdistricts. The malariometric survey was carried out on all children aged 0-9 year and clinical malaria patients from the 6 villages of Sindue subdistrict and another 6 villages of Ampibabo subdistrict. Physical examination included spleen examination by the Hackett method and malarial peripheral blood examination stained by Giemsa were performed. Clinical malaria and positive malaria patients were treated with chloroquine and primaquine regimen based on the Ministry of Health guidance. In Sindue and Ampibabo subdistrict, the SR (2-9 year), AES (2-9 year), CPR (0-9 year), IPR (0-11 mo), PR (2-9 year), FF (Pf and mixed) and SFR (Pf and mixed) were 26.9-53.4% and 21.5-64.3%, 1.9-2.5 and 1.9-2.4, 6.6-34.3% and 1.5-17.9%, 0-33.3% and 0-6.7%, 6.8-35.4% and 1.8-18.5%, 25.7-90.9% and 50.0-90.0%, 5.0-13.8% and 1.0-14.0% respectively. In Sindue subdistrict, there were falciparum malaria, vivax malaria, malariae malaria and mixed malaria infected by P. falciparum and P. vivax. However, in Ampibabo subdistrict there were only falciparum and vivax malaria.Sindue subdistrict is a mesoendemic-hyperendemic malaria area, high prevalence area, mainly infected by P. falciparum and there is active transmission. Ampibabo subdistrict is also a mesoendemic-hyperendemic malaria area, high prevalence area in several villages, mainly infected by P. falciparum and there is active transmission. The appropriate malaria control programme which could be implemented in Sumari, Taripa and Saloya villages are prompt treatment and distribution of bed nets. While in the other villages malaria control could also be implemented by house spraying especially in the villages with IPR >0% and mainly infected by P. falciparu
    corecore