2 research outputs found

    Penentuan Diagnostik Lymphadenopathy Colli dengan Metode Biopsi pada Penderita HIV-TB di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso

    Full text link
    Mycobaterium tuberculosis (M.tuberculosis) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Salah satu manifestasi klinis yang terinfeksi M.tuberculosis adalah pembesaran kelenjar getah Bening pada regio colli, axilla, inguinal, abdominal yang sering di sebut tuberkulosis kelenjar. Tuberkulosis kelenjar masih sering menimbulkan permasalahan baik dari segi diagnostik, pengobatan dan pemantauan hasil pengobatannya teristimewa di daerah endemis TB, ditambah lagi gejala tuberkulosis pada penderita HIV sering tidak jelas manifestasi yang sering timbul adalah pembesaran kelenjar getah Bening.Telah dilakukan penelitian pada 11 pasien HIV dengan pembesaran kelenjar getah Bening leher yang diduga karena infeksi M.tb serta bersedia secara tertulis mengikuti penelitian ini. Pada semua subjek dilakukan biopsi jarum halus dan biopsi dengan pembedahan. Hasil biopsi tersebut dilakukan pemeriksaan pewarnaan langsung BTA; sitologi dan PCR. Hasil yang didapat adalah preparat BTA langsung dari BJH 36,4%; Sitologi dari BJH positif tuberkulosis 36,4%; PCR tuberkulosis positif 45,5%; Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) yang positif tuberkulosis adalah 72,7%.Berdasarkan penelitian perbandingan pemeriksaan Mycobaterium tuberculosis pada pembesaran KGB pada pasien HIV dianjurkan melakukan pemeriksaan PA dari bahan spesimen ekstirpasi dari kelenjar getah Bening leher, pertimbangankan PCR tuberkulosis yang non invasif

    Karakteristik Klinis dan Epidemiologis Avian Influenza A (H5N1) Anak Di Indonesia, Tahun 2005-2007

    No full text
    Latar belakang. Indonesia merupakan negara tertinggi di dunia yang melaporkan kasus avian influenza A(H5N1) dengan proporsi kematian yang tinggi (83%). Sampai saat ini belum banyak penelitian kasus avian influenza A(H5N1) anak di Indonesia. Tujuan. Mengetahui pola epidemiologis, klinis, laboratoris, dan radiologis dalam hubungannya dengan kesembuhan atau kematian kasus avian influenza A (H5N1) anak. Metode. Studi retrospektif dari 37 kasus konfirmasi avian influenza anak di Indonesia berdasarkan data Badan Litbangkes dan Dirjen P2PL, Depkes RI serta WHO Indonesia dan disajikan secara deskriptif. Hasil. Riwayat kontak secara langsung dan tidak langsung dengan unggas (37,84%) sebanding dengan kontak pada kasus konfirmasi avian influenza (35,14%), 12 kasus diantaranya merupakan anggota kluster keluarga. Kasus terbanyak pada kelompok umur 5-<12 tahun (50,62%). Domisili kasus anak terutama di tiga propinsi Indonesia yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Proporsi kematian avian influenza anak Indonesia lebih rendah (67,57%) dibanding proporsi kematian nasional (82,8%) tetapi masih sedikit lebih tinggi dari proporsi kematian global (59,45%). Gejala klinis utama yaitu demam (100%), batuk (86,49%), sesak (81,08%), serta penurunan kesadaran (62,16%). Pneumonia terjadi pada 59,46% kasus dengan proporsi kematian 68,18%. Kelompok yang mendapat oseltamivir (37%) mempunyai peluang hidup lebih besar dari pada kelompok yang tidak mendapat oseltamivir (20%), demikian pula lama awitan sakit dan dosis awal oseltamivir pada kelompok nonfatal lebih pendek (median 5,5 hari dengan rentang waktu 2-10 hari) dibanding kelompok yang fatal (median 8,5 hari, rentang 3-22 hari) menunjukkan makin cepat mendapat terapi oseltamivir memberi peluang hidup lebih baik. Kesimpulan. Spektrum klinis avian influenza yang luas menempatkan penyakit ini sebagai diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan termasuk kematian yang tidak jelas penyakitnya pada kluster keluarga atau sakit berat lainnya. Terapi oseltamivir memberi peluang hidup lebih baik disamping penemuan kasus dini serta perawatan secepatnya
    corecore