14 research outputs found

    Virus Avian Influenza H5n1 : Biologi Molekuler dan Potensi Penularannya ke Unggas dan Manusia

    Full text link
    Dengan adanya kejadian luar biasa yang pertama virus avian influenza H5N1 tahun 1997, semakin jelas bahwapotensi virulensi virus H5N1 telah meluas ke manusia. Review ini disusun untuk memahami karakteristikvirus, siklus replikasi virus, mekanisme virus masuk ke dalam hospes, peran hemaglutinin sebagai determinanpatogenisitas, urutan basa hemaglutinin yang berperan dalam memicu peningkatan virulensi dan fungsi dari6 segmen gen lainnya pada virus avian influenza. Review juga dibuat untuk memahami gambaran patologisdalam hubungannya dengan manifestasi klinis baik pada unggas maupun manusia. Identifikasi karakteristikmolekuler avian influenza virus H5N1 sangat penting dilakukan untuk mengetahui penularan secara efisiendan replikasi virus avian influenza pada manusia, sehingga penularan selanjutnya dapat diantisipasidengan baik. Kerja sama lintas sektor antara kementerian kesehatan, kementerian koordinator kesejateraanrakyat, kementerian lain, universitas dan organisasi yang berkompeten sangat dibutuhkan untuk mendukungpencegahan penyebaran virus avian influenza H5N1 di Indonesia

    Vaksin Dengue dan Perkembangannya Saat ini dan di Masa Mendatang

    Full text link
    Dengue virus merupakan salah satu virus anggota dari famili Flaviviridae yang sejak tahun 1956 telah dikenal dapat menimbulkan demam dengue maupun demam berdarah dengue (DBD). Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini diperkirakan telah menjangkiti pada selatar 50-100 juta manusia dengan 500.000 kasus di antaranya dalam manifestasi yang ganas yang dikenal sebagai dengue haemorrhagic fever dan dengue shock syndrome dan 25.000 di antaranya berakibat fatal (meninggal). Saat ini pengembangan vaksin merupakan salah satu solusi yang diharapkan dapat menekan penyebaran penyakit tersebut. E (envelope) merupakan salah satu bagian dari protein struktural virus yang sangat penting dalam pengembangan vaksin, yaitu sebagai badan yang memproduksi antibodi netralisasi untuk protein. Non-struktural protein l juga telah diketahui sebagai salah satu komponen penting dalam pengembangan vaksin oleh karena kemampuannya untuk dapat diekspresi pada permukaan sel yang diinfeksi yang dapat menjadi target untuk immune cytolisis. Ada dua pendekatan yang digunakan dalam memproduksi suatu vaksin dengue, yaitu: a. Vaksin hidup yang telah dilemahkan (live attenuated vaccine): b. Vaksin hasil rekayasa (engineered vaccine). Penelitian terhadap vaksin DENV baik rekombinan maupun non-rekombinan yang didasarkan pada uji virus telah dilakukan secara terus-menerus baik pada monyet dan manusia. Sampai saat ini telah dikembangkan sejumlah kandidat vaksin DENV yang berdasar pada tetravalent virus dengue, yaitu a. vaksin konvensional, b. vaksin dengue rekombinan berdasar pada flavivirus, c. vaksin intertypic chimeric, d. vaksin chimerivac, e. vaksin dengue rekombinan menggunakan vector non-ftavivirus dan f. vector adenovirus. Namun demikian, sampai sekarang belum ada vaksin yang siap digunakan untuk menangkal infeksi ke empat serotype virus dengue, sehingga masih diharapkan untuk pengembangan virus lebih lanjut

    Infection Rate Host Perantara Dan Prevalensi Reservoir Schistosoma Japonicum Di Dataran Tinggi Bada Sulawesi Tengah

    Full text link
    Schistosomiasis merupakan penyakit parasitik yang bersifat zoonosis sehingga sumber penular tidak hanya pada penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi. Di Indonesia, S. japonicum hanya ditemukan di Sulawesi Tengah yaitu di Dataran Tinggi Lindu, Napu dan Bada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui infection rate keong Oncomelania hupensis lindoensis dan reservoir schistosomiasis di Kecamatan Lore Barat, Dataran Tinggi Bada Kabupaten Poso. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan potong lintang yang dilakukan selama 6 bulan, yaitu bulan Mei sampai Oktober 2010. Pengumpulan data dilakukan dengan survei keong, survey tikus dan survey tinja hewan mamalia dengan pemeriksaan menggunakan metode sentrifugasi formalin-eter sesuai dengan WHO. Hasil survei keong ditemukan keong O.h. lindoensis positif di Tomehipi sebesar 1,0% dan di Lengkeka sebesar 14,3. Total infection rate di Kecamatan Lore Barat yaitu sebesar 1,0% dari 299 keong yang ditemukan. Hasil survey tikus tidak menemukan tikus yang positif cacing schistosoma (prevalensi 0%) dan hasil survey tinja hewan mamalia juga tidak ditemukan telur cacing schistosoma (prevalensi 0%)

    Analisis Gen Penyandi Schistosoma Japonicum Gluthation S Transferase (Sj26gst) Di Dataran Tinggi Lindu, Sulawesi Tengah Indonesia

    Full text link
    Schistosomiasis is only found at Napu and Lindu highland, Central Sulawesi in Indonesia. Schistosomiasis still as a public health problem, with its prevalence increase every year. The large scale by mass drug treatment using praziquantel has done to reduce the prevalence since 1980. To look for the possibility evidence of the development of resistance in S. japonicumto praziquantel in endemic areas by analysis of Schistosoma japonicumGluthation S Transferase (Sj26gst) Coding Gene. Moleculer laboratory study was conducted to analyse the sequences of S. japonicumgluthation s transferase gene (Sj26GST). DNA was extracted from adult S. japonicumusing isopropanol. Sj26GST gene was amplified used gradient PCR. The PCR result then run with electrophoresis and viewed using gel-doc. The Sj26GST band was cut and purified using Gene Aid Purification kitand amplified by PCR cycle sequencing, and the product was sequenced using Abi PRISM 310 Genetic analyser. The gene sequences of Sj26GST analysis showed that the homology was very high between isolate from Indonesia and several isolates from China that known still susceptible to praziquantel.. The results indicate that there was no evidence for reduced susceptibility of S. japonicum to praziquantel despite its extensive use in the endemic areas of Napu and Lindu for more than 20 years.Keywords : Drug Resistance, Praziquantel, Schistosoma Japonicum, SchistosomiasisAbstrak Schistosomiasis di Indonesia ditemukan di Dataran Tinggi Lindu, Napu, dan Bada Sulawesi Tengah. Schistosomiasis masih menjadi masalah kesehatan dengan angka kasus yang berfluktuasi setiap tahun. Obat praziquantel telah digunakan secara massal sejak tahun 1980an, sehingga perlu dilakukan analisis kerentanan cacing Schistosoma japonicumterhadap praziquantel. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kerentanan cacing S. japonicum terhadap praziquantel di Dataran Tinggi Lindu, dengan analisis secara molekuler gen penyandi S. japonicum yaitu Gluthation S Transferase(Sj26gst) yang merupakan target obat praziquantel. Analisis molekuler dilakukan untuk menganalisis sekuen gen Sj26GST (cacing S. japonicum gluthation s transferase). DNA cacing dewasa yang diperoleh dari pembedahan tikus di Dataran Tinggi Lindu diekstraksi dengan menggunakan isopropanol, kemudian diamplifikasi dengan PCR gradien. Produk PCR dielektroforesis dan pita DNA yang terbentuk dilihat dengan gel doc dan UV viewer. Pita DNA yang menunjukkan Sj26GST pada gel kemudian dipotong dan dipurifikasi menggunakan Gene Aid Purification kit, selanjutnya diamplifikasi dengan PCR cycle sequencing. Produk PCR kemudian disekuensing menggunakan Abi PRISM 310 Genetic analyser. Analisis sekuensing gen Sj26GST menunjukkan tidak ditemukan Perubahan susunan basa penyusun titik katalis yang mempengaruhi perlekatan dengan substrat, yaitu tyrosin 7 menjadi phenilalanin sebagai indikator adanya mutasi. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa tidak ditemukan Perubahan susunan gen penyandi Sj26GST pada cacing S. japonicumdari Dataran Tinggi Lindu.Kata kunci : Resistensi Obat, Praziquantel,Schistosoma Japonicum, Schistosomiasi

    Distribusi Habitat Oncomelania Hupensis Lindoensis, Keong Perantara Schistosoma Japonicum di Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

    Full text link
    Oncomelania hupensis lindoensissnail and its habitat has an important role in the transmission of schistosomiasis in Central Sulawesi, particularly in three isolated areas, Lindu valley, Napu valley and Bada valley. In a part of Schistosomiasis life cycle, inside the snail, Schistosoma japonicummiracidia will undergo a series of stages as sporocyst and cercaria. People are infected by cercaria, the infective stage of S. japonicum.This study were conducted to reconfirm the distribution of O. h. lindoensishabitats in Lindu valley area. The snails were searched and collected in the suspected habitat using ring-sample and man per minute methods by skilled staffs from VBDRU Donggala and Schistosomasis laboratory plus trained local people in the collections. Data on the distribution of snail habitats were recorded by using GPS. Snails and vegetation in the habitats were collected for further analysis in the laboratory. A total of 129 snail habitat were recorded in Lindu valley, consisting of 135 old foci and 1 new focus. In this area, a total of 61 foci are still active of snail habitats. Foci are distributed in several types of habitat, i.e. abandon rice fields, ditches, springs, dry farming, shrubs and forest. Each type habitat has a relative similar vegetation species. The infection rates of O. h. lindoensiswith cercariae in Anca, Tomado dan Puroo villages were 5.27%, 3.19% and 7.58% respectively. These results indicate that the Schistosomiasis transmission is still going on in Lindu valley.Keywords : Distribution, Oncomelania hupensis lindoensis, Habitat, Schistosomiasis, Lindu Valley, Sulawesi TengahAbstrakKeberadaan keong Oncomelania hupensis lindoensis dan habitatnya mempunyai peranan penting terhadap terjadinya penularan Skistosomiasis di Sulawesi Tengah, khususnya di 3 daerah endemis yang cukup terisolasi, yaitu Dataran tinggi Lindu, Dataran Tinggi Napu dan Dataran Tinggi Bada. Di dalam keong tersebut, mirasidium Schistosoma japonicum akan melakukan beberapa tahap perkembangan menjadi sporokista dan serkaria. Manusia akan sakit setelah terinfeksi oleh serkaria tersebut yang merupakan stadium infektif dari Schistosoma japonicum. Studi ini dilakukan untuk merekonfirmasi penyebaran habitat O. h. lindoensisdi wilayah Dataran Tinggi Lindu. Survey dilaksanakan dengan melakukan penyisiran ke daerahyang pernah teridentifikasi sebagai fokus keong O. h. lindoensis maupun penyisiran daerah baru yang diduga merupakan habitat yang cocok untuk perkembangbiakan O. h. lindoensis.Pada setiap fokus yang masih aktif, dilakukan koleksi keong secara sampling dengan 2 metode, yaitu metode ring-sample dan man per minute. Koleksi keong dilakukan oleh staf Balai Litbang P2B2 Donggala, Staf Laboratorium Skistosomiasis Lindu dan penduduk lokal yang telah terlatih untuk melakukan kegiatan survey keong O. h. lindoensis. Data distribusi habitat O. h. lindoensisdicatat dengan menggunakan GPS. Keong dan jenis tumbuhan penyusun fokus habitat juga dikoleksi untuk analisis lanjut di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fokus habitat O. h. lindoensisyang ditemukan sebanyak 129 fokus, terdiri atas 60 fokus masih aktif, 75 fokus tidak aktif dan 1 fokus baru yang sebelumnya belum pernah ditemukan. Fokus-fokus tersebut terdistribusi di beberapa tipe habitat, yaitu sawah yang tidak diolah, parit/saluran air, mata air, kebun, semak belukar dan hutan. Setiap tipe habitat memiliki jenis vegetasi penyusun habitat yang relatif sama. Tingkat infeksi serkaria S. japonicum pada keong O. h. lindoensis di Desa Anca, Tomado dan Puroo, yaitu berturut-turut 5,27%, 3,19% dan 7,58% menunjukkan bahwa penularan Skistosomiasis di dataran tinggi Lindu masih terus terjadi.Kata kunci : Distribusi, Fokus, Habitat, Oncomelania hupensis lindoensis, Skistosomiasis, Dataran Tinggi Lindu, Sulawesi Tenga

    The first evaluation of glucose-6-phospate dehydrogenase defciency (G6PD) gene mutation in malaria endemic region at South Central Timor (SCT) district, Eastern Indonesia 2014–2015

    Get PDF
    Primaquine (PQ) is a key drug in the malaria pre-elimination stage. However, PQ can trigger acutehemolysis for people with G6PD defciency (G6PDd). In 2013, 15–25 million Indonesian people were infected with malaria, with 30,000–38,000 deaths each year mostly in eastern Indonesia with API= 15.6 %. Recently, the Ministry of Health of the Republic of Indonesia announced a plan to reach the pre-elimination stage based on WHO guidelines. This study assesses whether eastern Indonesia should proceed with the activities of malaria pre-elimination. A total 555 healthy people in fve subdistricts in eastern Indonesia were selected by systematic random samping. All data were collected using a standard questionnaire, physical examination, and laboratory tests. PCR and DNA sequencing protocols followed respective manufacture’s instructions. Statistical analysis by bivariate with α= 0.05 and 95% CI were performed using the SPSS software package. Based on the nested PCR, the result showed a malaria prevalence of 32.6% with being the dominant species (52.5%). Malaria cases were found in all study sites and not using a bed net was the moost signifcant risk factors with Exp B= 1.54 with 95% CI= 0.99–2.38. G6PDd prevalence was 16.6%, the highest G6PDd ever found in Indonesia with variant molecular dominant 10.883 T>C and one sample with a heterozygous female. Malaria pre-elimination in eastern Indonesia should be delayed. High risk patients should be tested for enzyme G6PD activities before antimalarial administration
    corecore