9 research outputs found

    Pola Distribusi Himenolepiasis di Kalimantan Selatan

    Full text link
    Kecacingan umumnya disebabkan oleh cacing golongan Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Hookworm dan cacing golongan non STH yaitu Enterobius vermicularis. Kasus kecacingan yang khas terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan adalah yang disebabkan oleh Fasciolopsis buski. Namun dalam survei kecacingan oleh Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu tahun 2008-2009 ditemukan pula kasus himenolepiasis yang disebabkan oleh Hymenolepis sp. Penelitian observasional analitik ini dilakukan di 13 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dengan desain potong lintang. Survei tinja dilaksanakan dalam 2 tahap: yaitu tahap 1 pada tahun 2010 di 6 kabupaten (Tanah Laut, Tabalong, Tanah Bumbu, Tapin, Barito Kuala, dan Balangan), dan tahap 2 pada tahun 2011 di 7 kabupaten/kota (Kotabaru, Banjar, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Banjarbaru, dan Banjarmasin), dengan jumlah total 3.643 sampel tinja. Total kasus himenolepiasis yang ditemukan dalam penelitian ini sebesar 0,5% (20 kasus) yang tersebar pada Kabupaten Kotabaru 0,3%, Kabupaten Tanah Bumbu 0,3%, Kabupaten Balangan 0,5%, Kabupaten Tabalong 0,6%, Kabupaten HSS 0,9%, Kabupaten Banjar 1,7%, dan tertinggi di Kabupaten Tapin 1,9%. Banyak aspek pada masyarakat di Kalimantan Selatan yang kemungkinan menyebabkan penularan himenolepiasis, misalnya kebiasaan masyarakat memakan sedikit beras mentah setelah makan jengkol, dengan anggapan bahwa dengan makan beras dapat mencegah bau yang timbul akibat memakan jengkol. Sehingga kemungkinan ikut termakan kutu beras atau beras yang mengandung cysticercoid Hymenolepis. Hal ini perlu digali lebih dalam agar dapat menjadi landasan bagi dasar penelitian dan program penanggulangan himenolepiasis

    Alergi Dan Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Negeri Kampung Baru Kecamatan Kusan Hilir Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan

    Full text link
    Allergy and helminthiasis are having a unique relationship and more need to be studied. Helminthiasis canhave' no, positive, or negative relation with allergy. Objective of the study is to identify the relationshipbetween helminthiasis and atopic by determining human total IgE serum and identify historical recall ofallergy in childhood. This is a cross sectional study conducted on March-April 2011. The sample were 3-5grade elementary school children in Sekolah Dasar Negeri Kampung Baru sub district of Kusan Hilirdistrict of Tanah Bumbu, South Kalimantan. Stool and blood serum specimen were collected from thesamples. International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISSAC) questionaires wereinterviewed to their parent. Stools were checked-out through microscope by using Kato technique to foundthe worm eggs the Human total IgE serum was measured by ELISA. Results of the interview were used todetermine allergic status in children. Result showed the percentage of atopic with helminthiasis (30%) lessthan atopic without helminthiasis (48,2%). The study showed that there is a relationship between helminthinfection and allergy. It is recomended to conduct future research with larger sample and using IgE specificto explore more the relationship between helminthiasis and allergy

    Risiko Infeksi Cacing Usus pada Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Ekosistem yang Berbeda di Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2009

    Full text link
    Kecacingan umumnya masih menjadi permasalahan bagi negara berkembang terutama di daerah tropis seperti Indonesia karena prevalensinya yang cukup tinggi. Penularan cacing usus sangat erat kaitannya dengan kondisi higiene dan sanitasi lingkungan yang belum baik. Penelitian dengan desain cross sectional bertujuan untuk mendapatkan data kejadian infeksi cacing usus pada anak-anak di daerah perkotaan dan pedesaan di Kabupaten Tanah Bumbu melalui survei kecacingan pada anak usia Sekolah Dasar (SD). Pengumpulan sampel feses secara purposive sampling dilakukan di lima SD, tiga SD di Kecamatan Simpang Empat yang mewakili daerah perkotaan dan dua SD di Kecamatan Sungai Loban yang mewakili daerah pedesaan. Pemeriksaan sampel menggunakan metode pemeriksaan langsung dengan mikroskop untuk mengetahui sampel yang positif mengandung telur cacing. Data persentase infeksi cacing dan ekosistem disajikan dengan tabel 2x2 kemudian menggunakan uji Pearson Chi-Square serta mencantumkan Prevalence Ratio untuk mengetahui besaran risiko suatu pajanan berdasarkan ekosistem. Hasil menunjukkan dari 593 anak terdapat 49 orang yang terinfeksi cacing usus dari spesies Ascaris lumbricoides, dan merupakan kasus terbanyak baik di pedesaan maupun di perkotaan dibanding dengan kasus kecacingan lainnya. Risiko terinfeksi cacing pada anak pedesaan 1,2 kali lebih besar dibandingkan anak diwilayah perkotaan (PR=1,2; CI=0,415-1,340)

    Identifikasi Serkaria Fasciolopsis Buski Dengan PCR Untuk Konfirmasi Hospes Perantara Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Indonesia

    Full text link
    Fasciolopsiasis in Indonesia is endemic in Hulu Sungai Utara District, South Kalimantan. Problems in controlling this disease is to identify the snail that acts as an first intermediate host. Fasciolopsis buski intermediate host is determined by the presence of F. buski cercariae on the conch. Identification of cercariae using microscopic method can not ensure that was F. buski cercariae, so it is necessary to use a more accurate method. Therefore, the research aimed to identify F. buski cercariae using Polymerase Chain Reaction ( PCR ) to confirm the cercariae species and the first intermediate host snails of F. buski. Observational studies in the field and laboratory are conducted in March-December 2014. Snail samplings were taken place at Sungai Papuyu and Kalumpang Dalam villages. Cercariae PCR analysis was done at Molecular Biology Laboratory, Faculty of Science-Lambung Mangkurat University, Banjarbaru. Our field collections found 6 snail genus: Pomacea, Bellamya, Indoplanorbis, Lymnaea, Gyraulus, and Melanoides. Three species of cercariae obtained by microscopic examination consisted of Echinostome cercariae in Lymnaea and Indoplanorbis snail, Brevifurcate-pharyngeate cercariae in Lymnaea snail, and Sulcatomicrocercous cercariae in Bellamya snail. PCR analysis showed positive result of F. buski on Echinostome cercariae samples found from Lymnaea and Indoplanorbis snail. This finding have confirmed that both snails were the first intermediate host of F. buski at our sampling sites

    Kebijakan Pengendalian terhadap Penyakit Kecacingan di Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan

    Full text link
    Infeksi cacing saluran cerna (usus) baik yang tergolong dalam Nematoda usus dengan siklus soil-transmitted helminthes (Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura dan Strongyloides stercoralis), Trematoda usus (Fasciolopsis buski) dan Cestoda (Taenia saginata, Taenia solium, Hymenolepis nana) merupakan masalah kesehatan yang memerlukan penanganan serius terutama di daerah tropis karena prevalensi yang tinggi. Penyakit kecacingan umumnya menyerang negara yang sedang berkembang terutama pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah seperti di Indonesia. Data kebijakan pengendalian kecacingan yang akan didapatkan meliputi penelusuran data dan gambaran kebijakan yang dilaksanakan di tingkat kabupaten dan pelaksanaan strategi serta faktor penghambat maupun pendukung terlaksananya program kecacingan. Hasil wawancara terhadap para pemegang kebijakan/stakeholder mendalam terhadap adalah bahwa kebijakan pengendalian penyakit kecacingan di Dinas Kesehatan belum pernah dilakukan baik dari segi perencanaan dan penganggaran, selain itu dinas kesehatan belum pernah melakukan koordinasi dengan pihak DPRD dan Bappeda, namun pihak Bappeda mengatakan pernah melakukan koordinasi. Melihat dari keadaan tersebut, sebaiknya dinas kesehatan perlu melakukan upaya koordinasi dengan pihak terkait mengenai kebijakan pengendalian kecacingan, khususnya dalam perencanaan dan penganggaran. Selain itu upaya surveilans dan skrining perlu dilakukan pihak dinas kesehatan dan Puskesmas terkait dalam upaya mengetahui jumlah kasus kecacingan secara lebih mendalam

    Gambaran Lingkungan Air di Wilayah Endemis Fasciolopsiasis Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan

    Full text link
    . Fasciolopsiasis adalah penyakit cacing trematoda dari spesies Fasciolopsis buski, yang hanya endemis di sebagian wilayah di Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan. Siklus hidup buski memerlukan hospes perantara berupa keong dan tumbuhan yang hidup di lingkungan air. Wilayah endemis Fasciolopsiasis di Kab. HSU merupakan wilayah berawa, namun demikian tidak semua wilayah yang mempunyai karakteristik sama ataupun berbatasan langsung merupakan daerah endemis Fasciolopsiasis.Penelitian ini bersifat deskriptif, bertujuan untuk mengetahui gambaran lingkungan air melalui parameter suhu, derajat keasaman (pH), salinitas, nilai Dissolved Oxygen (DO), nilai Biological Oxygen Demand (BOD), dan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) yang mendukung habitat buski di wilayah endemis. Desain penelitian secara cross sectional, dan dilaksanakan di Desa Kalumpang Dalam, Desa Sungai Papuyu, dan Desa Telaga Mas, pada bulan Juni-September 2012. Hasil penelitian menunjukkan lingkungan air rawa di lokasi penelitian dengan suhu air permukaan 25oC, pH air 6, dan salinitas 0‰, nilai DO antara 3,49-88,7 mg O2/L, nilai BOD antara 0,05-3,64 mg O2/L, nilai COD antara 3,016-39,51 mg O2/L, yang menunjukkan adanya pencemaran air rawa dan masih ditemukan kehidupan keong air tawar sebagai hospes perantara pada F.buski yaitu keong jenis Lymnaea dan Indoplanorbis

    Tingginya Angka Kecacingan Pasca Pengobatan Massal Filariasis (Dec dan Albendazole) di SDN Juku Eja Pagatan

    Full text link
    .Helminthiasis considered as "neglected diseases" because it doesn't induce mortality, but impact on the human resources that can lead to "lost generation. The results of the study in 2008, found the prevalence of worm infection in Sekolah Dasar Negeri Juku Eja > 50% where the study was conducted at 3 months post-mass drug administration in it. Required periodic inspections to determine the update status of worm infection in SDN Juku Eja. Descriptive study with cross sectional design was held in SDN Juku Eja Pagatan Kusan Hilir subdistrict in February 2016 (four months after mass drug administration of filariasis in Tanah Bumbu. Population were all students (grades 1-6) SDN Juku Eja Pagatan were given sample pot as many as 170 students and sample were 123 students who collected pots contained by stool samples and examined using direct/native method. 102 positive samples (82.93%) consists of Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Hookworm, Hymenolepis nana, Hymenolepis diminuta and Enterobius vermicularis. The high prevalence of helminthiasis in SDN Juku Eja riddling civil disobedience in consuming filariasis mass drug or albendazole dose is not able to heal helminthiasis due to the high intensity of helminthiasis
    corecore