14 research outputs found

    Karakteristik Pasien Usia Lanjut Di Ruang Rawat Intensif Rumah Sakit Immanuel Bandung

    Full text link
    Peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut sudah menjadi fenomena global. Usia lanjut diperkirakan berhubungan dengan peningkatan angka mortalitas di ruang rawat intensif (ICU). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan outcome pasien usia lanjut di ICU. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di ICU Rumah Sakit Immanuel, Bandung selama periode 1 Agustus 2009 hingga 31 Januari 2010. Penelitian ini mendapatkan karakteristik pasien usia lanjut di ICU: pasien pria lebih banyak (61%), diagnosis penyakit jantung paling banyak didapatkan (34%), dan 59% pasien memiliki hasil rawat membaik. Rata-rata biaya yang dihabiskan dari keseluruhan pasien adalah Rp. 13.856.131,25. Besarnya biaya rawat tidak menjamin hasil rawat yang baik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil rawat pasien usia lanjut (60 tahun atau lebih) yang dirawat ICU karena indikasi non bedah diidentifikasi sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 132 pasien, pasien dengan usia ≥80 tahun memiliki hasil rawat memburuk (60,9%) lebih banyak dibandingkan membaik (39,1%). Pasien dengan status fungsional Activities of Daily Living (ADL) <10 yang memiliki hasil rawat memburuk (53,3%) lebih banyak dibandingkan hasil rawat membaik (46,7%). Pasien dengan lama rawat 0-1 hari atau >7 hari yang memiliki hasil rawat memburuk (48,14%) lebih banyak daripada hasil rawat membaik (20,5%). Simpulan penelitian adalah bahwa faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi hasil rawat pasien usia lanjut di ICU adalah usia ≥80 tahun, status fungsional ADL ≤10, dan lama rawat 0-1 hari atau >7 hari

    The Analgetic Effect of Kayu Rapat Bark Infusion (Parameria Laevigata (Juss.) Moldenke) on Male Mice Treated with Thermal Induction

    Full text link
    Introduction: Kayu rapat bark has been empirically used to treat many kinds of disease, and was assumed to have analgetic effect because it contains flavonoid and polyphenol in its bark.Objectives: The aim of this experiment is to discover the analgetic effect of kayu rapat (Parameria laevigata (Juss.) Moldenke) bark.Methods: The method used in this experiment was laboratoric experiment. The analgetic property was examined through heat-induced pain using a heating plate equiped with a thermostat of 550C. The experimental animal used were Swiss -Webster 25 male mice weighing ± 28 grams which were then divided into 5 treatment groups (n=5), each group was given a kayu rapat bark infusion (IKKR) of 0.975 g/kgBW, 1.95 g/kgBW , 3.9 g/kgBW, Aquadest (as control) and Sodium diclofenac 17.86 mg/kgBW (drug for comparison). The datas taken were the reaction times of the earliest visible response marked by lifting up or licking the front paws or even jumping of the mice. Data were analyzed using one way ANOVA, followed by mean difference test of Tukey HSD with α = 0.05.Results: The experimental results showed a significant difference for the IKKR of 0.975 g/kgBW (p<0.05). On the other hand, a highly significant difference was observed for th e IKKR of 1.95 g/kgBW and 3.9 g/kgBW (p<0.01). The experimental group that was given the IKKR of 3.9 g/kgBW showed a similar potency as Sodium diclofenac (p>0.05).Conclusion: It is therefore concluded that kayu rapat bark infusion had analgetic effect possesses an an algetic property

    Hypnotic Effect of Ethanol Extract of Swamp Cabbage (Ipomoea Aquatica FORSK.) in Male Swiss Webster Mice Induced by Phenobarbital

    Full text link
    Introduction: Medicinal plants are often used by community because of all natural, safe and relatively few side effects. Medicinal plants commonly used by Indonesian are swamp cabbage as it potentially generates hypnotic effect and in overcoming the problem of sleep disorders.Objectives: to assess whether the swamp cabbage, have a hypnotic effect with the parameter of time to sleep and sleep duration in the Swiss Webster male mice induced phenobarbital.Methods: This study was based on real experimental using comparatively Completely Randomized Design. Thirty male mice were divided into 5 the group which is given ethanol extract of swamp cabbage 2000 mg /kg bw, 4000 mg /kg bw, 8000 mg /kg bw, comparator (diazepam), and controls (CMC 1% suspension). The measured data is time to sleep and sleep duration in minutes. Analysis of data using one-way test ANOVA followed by Tukey HSD test with α = 0.05, significance based on p ≤ 0.05, using a computer program.Results: The fastest time to sleep is in the group given dose of 8000 mg /kg bw which was 17 minutes followed by the dose of 4000 mg /kg bw and the 2000 mg /kg bw are 24 minutes and 32.3 minutes, respectively. The sleep onset results is in the group given dose of 8000 mg/kg bw and 4000 mg/kg bw are differently significant compared to CMC 1% suspension group with p=0,001 and 0,032, respectively. The longest sleep duration is in the group given dose of 8000 mg /kg bw which is 211.5 minutes followed by the dose of 4000 mg /kg bw and 2000 mg /kg bw are 197 minutes and 157.2 minutes, respectively. The sleep duration results is in the group given dose of 8000 mg/kg bw is differently significant compared to CMC 1% suspension group with p=0,020.Conclusion: Swamp cabbage hasten time to sleep and prolong sleep duration

    Studi Efektivitas Antidiabetik Ekstrak Air Dan Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica Charantia Linn) Pada Mencit Diabet Aloksan

    Full text link
    Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik menahun yang ditandai dengan kadar glukosadarah yang melebihi nilai normal. Untuk mengatasi DM atau kadar glukosa darah yang tinggi pada penderita DM, diperlukan terapi alternatif dengan menggali potensi lokal yaitu tanaman obat.Telah dilakukan uji perbandinganefektivitas antidiabetik ekstrak air dan ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia Linn). Uji dilakukan pada mencit jantan normal galur Swiss Webster yang dibuat menjadi diabet dengan induksi aloksan. Ekstrak air dan ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia Linn )diberikan secara oral setiap hari selama 21 hari, masing-masing dengan dua variasi dosis yaitu 0.5g/kgBB dan 1g/kgBB.Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan. Penurunan tertinggi terlihat pada ekstrak etanol pare dosis 0.5/kgbb (65.98 %), sedangkan ekstrak air pare dosis 1 g/kgbb (65.44 %) dan ekstrak air pare dosis 0,5 g/kgBB (58,44 %) dengan kemaknaan p<0.05.Pada pengamatan secara patologis anatomi pankreas mencit terlihat adanya perbaikan pankreas mencit setelah pemberian kedua ekstrak Momordica charantia Linn.Sebagai simpulan, bahwa keduajenis ekstrak Momordica charantia Linn mempunyai efek sebagai antidiabetik, namun ekstrak etanol Momordica charantia Linn lebih baik dari pada ekstrak air Momordica charantia Lin

    Pengaruh Biji Jengkol (Pithecellobium Jiringa) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Galur Balb/c

    Full text link
    Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi menahun yang berakibat fatal seperti penyakit jantung, gangguan fungsi ginjal, kebutaan, pembusukan kaki (gangrene) atau timbulnya impotensi, sehingga diperlukan pencegahan dan pengobatan yang optimal dengan tanaman obat. Pada saat ini salah satu pengobatan dapat dilakukan dengan obat bahan alam yaitu dengan biji jengkol (Pithecellobium jiringa).Metode penelitian yang digunakan adalah uji toleransi glukosa pada mencit yang dibuat hiperglikemia. Hewan coba yang digunakan adalah mencit jantan galur Balb/c berat ± 25 g. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji t - Student.Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan rata-rata kadar glukosa darah setelah 1 jam pemberian glukosa yang mana infusa biji jengkol 10%, 25% dan 50%, berturut-turut sebesar 56,35%, 51,68%, dan 28,46%, Setelah 2 jam pemberian glukosa berturut-turut sebesar 79,61%, 73,27%, dan 74,60%. Penurunan kadar glukosa darah pada pengujian infusa biji jengkol 10% dan 25% dibandingkan dengan kontrol ada perbedaan yang bermakna (p<0,05).Infusa biji jengkol (Pithecellobium jiringa) menurunkan kadar glukosa darah mencit yang telah dibuat hiperglikemia. Penurunan kadar glukosa darah mencit bergantung pada dosis yang diberikan

    Efek Anti Hepatotoksik, Anti Inflamasi Pada Dermatitis Alergika, Dan Uji Toksisitas Akut Herba Jombang (Taraxacum Officinale Weber Et Wiggers)

    Full text link
    Ketidakseimbangan sistem imun dapat menimbulkan beberapa penyakit kronis, seperti hepatitis virus ataupun alergis (asma, rinitis, dan dermatitis), dan yang berperan dalam proses ini adalah IgE. Bila ketidakseimbangan ini dapat diperbaiki, maka penyakit kronis tersebut dapat diatasi. Herba Jombang (Taraxacum officinale Weber et Wiggers) diharapkan dapat memperbaiki ketidakseimbangan imun, karena secara empiris digunakan sebagai obat hepatitis dan reaksi peradangan pada ekzema.Metode yang digunakan adalah pengujian efek anti hepatotoksik Herba Jombang pada mencit yang diinduksi oleh CCl4, sedangkan pengujian efek anti inflamasinya juga dilakukan dengan hewan coba mencit yang diinduksi ovalbumin secara intrakutan untuk menimbulkan dermatitis alergika.Hasil penelitian menunjukkan Herba Jombang dapat memperbaiki aktivitas enzim ALT (29 IU/L), mengurangi kerusakan hati (nekrosis hepatosit: 46), dan mengurangi nilai absorbansi hasil reaksi malondialdehid hati dan asam tiobarbiturat (0,260) pada mencit-mencit yang telah diberi CCl4, bila dibandingkan (p<0,05) dengan kelompok kontrol positif yang diberi CCl4 dosis tunggal. (aktivitas ALT: 61 IU/L; nekrosis hepatosit: 221; nilai absorbansi hasil reaksi malondialdehid hati dan asam tiobarbiturat (0,327). Herba Jombang juga dapat mengurangi lebar peradangan (13,71 mm ) dan jumlah sel-sel radang (59) pada kulit mencit yang telah diinduksi ovalbumin intrakutan, bila dibandingkan (p<0,05) dengan kelompok ovalbumin. (lebar 33,50 mm, sel-sel radang 84).Dengan demikian, Herba Jombang mempunyai efek anti hepatotoksik dan efek anti inflamasi pada dermatitis alergika, yang diindikasikan dapat menimbulkan keseimbangan sistem imun.Uji toksisitas akut Herba Jombang juga telah dilakukan dengan hasil praktis tidak toksik, sehingga penilaian efek Herba Jombang ini dapat dilanjutkan dengan uji klinik di masa datang

    Efek Antimikroba Oregano (Origanum vulgare L), Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle), Kombinasinya Terhadap Staphylococcus aureus

    No full text
    Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri tersering pada pioderma. Penggunaan herbal dapat dijadikan sebagai terapi komplementer. Daun oregano mengandung minyak atsiri, tanin, saponin, asam fenolat (asam rosmarinik), dan flavonoid (luteolin, apigenin, dan kaempferol) yang bersifat antimikroba. Perasan buah jeruk nipis mengandung asam sitrat, alkaloid, saponin, fenol, terpenoid, steroid, dan flavonoid glikosida (eriocitrin, hesperidin, dan neoponcirin) yang bersifat antimikroba. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antimikroba infusa daun oregano, perasan buah jeruk nipis, dan kombinasinya terhadap S. aureus secara in vitro. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik sungguhan dengan metode difusi cakram Kirby-Bauer. Setiap cakram berisi daun oregano 20%, daun oregano 30%, buah jeruk nipis, dan kombinasinya serta ampicillin sebagai kontrol pembanding diletakan pada agar Mueller-Hinton yang sudah diinokulasi S. aureus ATCC 29213. Penelitian ini dilakukan secara triplo. Hasil penelitian menunjukkan rerata zona inhibisi terbesar pada ampicillin (15,1 mm), diikuti buah jeruk nipis (13,62 mm), kombinasi daun oregano 20% dan buah jeruk nipis (10,31 mm), daun oregano 30% (9,64 mm), kombinasi daun oregano 30% dan buah jeruk nipis (7,93 mm), daun oregano 20% (7,09 mm). Simpulannya daun oregano, buah jeruk nipis, dan kombinasinya memiliki efek antimikroba terhadap S. aureus.Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri tersering pada pioderma. Penggunaan herbal dapat dijadikan sebagai terapi komplementer. Daun oregano mengandung minyak atsiri, tanin, saponin, asam fenolat (asam rosmarinik), dan flavonoid (luteolin, apigenin, dan kaempferol) yang bersifat antimikroba. Perasan buah jeruk nipis mengandung asam sitrat, alkaloid, saponin, fenol, terpenoid, steroid, dan flavonoid glikosida (eriocitrin, hesperidin, dan neoponcirin) yang bersifat antimikroba. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antimikroba infusa daun oregano, perasan buah jeruk nipis, dan kombinasinya terhadap S. aureus secara in vitro. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik sungguhan dengan metode difusi cakram Kirby-Bauer. Setiap cakram berisi daun oregano 20%, daun oregano 30%, buah jeruk nipis, dan kombinasinya serta ampicillin sebagai kontrol pembanding diletakan pada agar Mueller-Hinton yang sudah diinokulasi S. aureus ATCC 29213. Penelitian ini dilakukan secara triplo. Hasil penelitian menunjukkan rerata zona inhibisi terbesar pada ampicillin (15,1 mm), diikuti buah jeruk nipis (13,62 mm), kombinasi daun oregano 20% dan buah jeruk nipis (10,31 mm), daun oregano 30% (9,64 mm), kombinasi daun oregano 30% dan buah jeruk nipis (7,93 mm), daun oregano 20% (7,09 mm). Simpulannya daun oregano, buah jeruk nipis, dan kombinasinya memiliki efek antimikroba terhadap S. aureus
    corecore