23 research outputs found
Osteoporosis in Acute Lymphoblastic Leukemia
Leukemia merupakan keganasan yang paling banyak terjadi pada anak, melibatkan sumsum tulang dan organ lain seperti sistem saraf pusat, tulang dan sendi. Abnormalitas skeletal yang berhubungan dengan leukemia antara lain osteoporosis, reaksi periosteal, sklerosis reaktif. Osteoporosis dapat terjadi sebagai manifestasi klinis awal atau lanjutan pada anak leukemia. Tatalaksana osteoporosis tepat sangat penting karena dapat mempengaruhi kualitas hidup, dan dapat berdampak negative pada kemampuan aktivitas anak. Dilaporkan kasus leukemia dan osteoporosis pada anak perempuan usia 7 tahun dan 5 bulan, berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan laboratorium, dan radiologi. Pasien ditatalaksana dengan pemberian vitamin D dan kalsium dengan luaran perbaikan klinis
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Penanganan Diare dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Korong Gadang Kecamatan Kuranji Kota Padang
Diare masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada balita di dunia. Setiap tahunnya terdapat sekitar 2 milyar kasus diare di dunia dan sekitar 1,9 jutanya adalah kasus balita yang meninggal karena diare. Diare termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di kota Padang dan wilayah Kuranji selalu menempati tiga peringkat teratas kejadian diare dalam kurun waktu empat tahun. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang penanganan diare dan kejadian diare pada balita di kecamatan Kuranji kelurahan Korong Gadang kota Padang. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional yang dilakukan pada 150 orang ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun di Kelurahan Korong Gadang Kecamatan Kuranji Kota Padang. Data primer dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan diolah secara komputerisasi. Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki pengetahuan kurang tentang penanganan diare pada balita. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang penanganan diare dengan kejadian diare pada balita dimana p-value < α (0,042 ≤ 0,05)
Hubungan Diare dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang
AbstrakMalnutrisi pada anak masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Data dari WHO pada tahun 2010 menunjukkan sebanyak 18% anak usia di bawah lima tahun di negara berkembang mengalami underweight. Keadaan kurang gizi dapat meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun. Sebaliknya, penyakit infeksi juga dapat memengaruhi status gizi karena asupan makanan menurun, malabsorpsi, dan katabolisme tubuh meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara diare dengan status gizi balita. Jenis penelitian ini adalah studi observasional dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah ibu dan balita usia 12-60 bulan yang bertempat tinggal di Kelurahan Lubuk Buaya. Sampel yang diambil sebanyak 145 orang dengan metode proportionate random sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner untuk mengetahui riwayat diare dalam sebulan terakhir dan penimbangan berat badan. Data diolah dengan uji statistik chi square menggunakan program SPSS 17.0. Hasil analisis univariat menunjukkan terdapat balita berstatus gizi baik (84,1%), status gizi kurang (13,8%), dan status gizi buruk (2,1%). Terdapat 25,5% balita yang pernah mengalami diare dengan rerata durasi diare 3,0 hari. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara diare dengan status gizi (BB/U) balita di Kelurahan Lubuk Buaya (p=0,742). Penelitian ini memperlihatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara diare dengan status gizi balita di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang.Kata kunci: status gizi balita, diareAbstractMalnutrition in children is still a major health problem in the world. Data from WHO in 2010 showed 18% of children under five years old in developing countries are underweight. Malnutrition may increase the risk of infectious disease because the immune system is decreased. Otherwise, infectious disease can also affect the nutritional status because of decreased food intake, malabsorption, and increased body catabolism. This study aimed to determine association between diarrhea and nutritional status of children. The study was an observational study with cross sectional design. The population is mother and children aged 12- 60 months residing in Lubuk Buaya Village. There are 145 samples taken with proportionate random sampling method. Data were collected with questionnaire to determine the history of diarrhea in the last month and weighing. The data were processed with chi square test by using SPSS 17.0 program. Results of univariate analysis showed that there are children with good nutritional status (84,1%), underweight (13,8%), and poor nutritional status (2,1%). There are 25,5% children had diarrhea with average duration of illness 3,0 days. Results of bivariate analysis showed no significant association between diarrhea and nutritional status (weight/age) of children in Lubuk Buaya Village (p = 0,742). This study showed no association between diarrhea and nutritional status of children in Lubuk Buaya Village, Koto Tangah Subdistrict, Padang City.Keywords: nutritional status of children, diarrhe
Neglected-Noncompliant Type 1 Diabetes Mellitus with Complications
AbstrakDiabetes mellitus (DM) tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosayang ditandai oleh hiperglikemia kronis. Keadaan ini disebabkan oleh proses autoimun yang merusak sel βpankreas sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti, penderitanya akan memerlukan asupan insulineksogen. Penyakit ini menimbulkan komplikasi kronik sehingga memerlukan manajemen pengobatan yangberkelanjutan dan edukasi pada pasien serta keluarganya. Penyakit yang tidak terkontrol akan menimbulkanberbagai komplikasi metabolisme, gangguan makrovaskular dan mikrovaskular yang menyebabkan penurunankualitas dan harapan hidup penderita.Kata Kunci : Diabetes melitus tipe 1, makrovaskular, mikrovaskularAbstractDiabetes mellitus (DM) type 1 is a result of the systemic disorder of glucose metabolism disorder characterized bychronic hyperglycemia. This situation is caused by the autoimmune processes that destroy pancreatic β cellsresulting in the production of insulin is reduced even halted, the sufferer will require exogenous insulin intake. Thisraises the complications of chronic disease that requires ongoing medication management and education forpatients and their families. Uncontrolled disease will cause various metabolic complications, macrovascular andmicrovascular disorders that cause loss of quality and life expectancy of the patient.Keywords: Type 1 diabetes mellitus, macrovascular, microvascula
Type 1 Diabetes Mellitus Comorbid with Malnutrition in Siblings
Background: Diabetes mellitus is a disorder of the metabolic homeostasis controlled by insulin, resulting in abnormalities of carbohydrate and lipid metabolism. Type 1 diabetes mellitus is one of the most common chronic conditions in children. This study aims to describe two cases of type 1 diabetes mellitus accompanied by malnutrition in children at Dr. M. Djamil General Hospital Padang.
Case presentation: The case series describes two cases of diabetes mellitus type one with comorbid undernutrition. Both patients had a family history of diabetes mellitus. And their sibling died because of diabetes type 1. Grandmother and grandfather from the father's side had diabetes. The management of this disease consists of the management of type 1 diabetes mellitus and its complications and accompanying malnutrition.
Conclusion: The management of type 1 diabetes mellitus includes the administration of insulin according to the monitoring of blood sugar levels and the management of comorbid diseases that accompany it. Education about the use of insulin and diabetes diet patterns is very important for parents and children with type 1 diabetes mellitus
Usia Awitan Pubertas dan Beberapa Faktor yang Berhubungan pada Murid SD di Kota Padang
Latar belakang. Beberapa penelitian mendapatkan kecenderungan usia awitan pubertas akhir-akhir ini
menjadi lebih cepat dari beberapa tahun yang lalu. Banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain ras,
indeks massa tubuh (IMT), tingkat sosial ekonomi, penyakit kronis dan sebagainya.
Tujuan. Mengetahui rerata usia awitan pubertas anak laki-laki dan perempuan di daerah urban dan sub-urban
kota Padang, mengetahui apakah IMT dan tingkat sosial ekonomi berhubungan dengan usia awitan pubertas.
Metode. Penelitian cross sectional study dilakukan terhadap 400 murid SD di kota Padang yang dipilih
secara multistage random sampling meliputi daerah urban dan sub-urban. Tingkat maturasi pubertas
ditentukan berdasarkan skala Tanner, IMT berdasarkan BB/TB2.
Hasil. Rerata usia awitan pubertas anak laki-laki di daerah urban 132,50 ± 10,65 bulan (11,04 tahun),
sub-urban 133,25 ± 9,13 bulan (11,1 tahun), anak perempuan di daerah urban 129,13 ± 11,71 bulan
(10,76 tahun), sub-urban 134,41 ± 9,08 bulan (11,2 tahun). Secara statistik tidak ada perbedaan bermakna
usia awitan pubertas anak laki-laki dan perempuan di daerah urban dan sub-urban. Tidak ada hubungan
yang bermakna antara IMT dan tingkat sosial ekonomi dengan usia awitan pubertas, meskipun didapatkan
anak dengan IMT yang lebih tinggi dan tingkat sosial ekonomi cukup lebih cepat memasuki usia awitan
pubertas dibandingkan dengan IMT yang lebih rendah dan tingkat sosial ekonomi kurang.
Kesimpulan. Rerata usia awitan pubertas anak laki-laki 11,06 tahun, rerata usia awitan pubertas anak
perempuan 10,95 tahun. Tidak terdapat perbedaan bermakna usia awitan pubertas anak laki-laki dan
perempuan antara daerah urban dan sub-urban. Tidak ditemukan hubungan antara usia awitan pubertas
dengan IMT dan tingkat sosial ekonomi
Delayed diagnosis of congenital hypothyroidism in an adolescent results in avoidable complications: a case report
Delayed diagnosis of congenital hyporhyroidism (CH) remains a serious problem. A retrospective analysis of 1,000 CH cases in Turkey found a mean age of 49 months at the time of clinical diagnosis. Only 3.1% of cases were diagnosed during the neonatal period and 55.4% were diagnosed after 2 years of age.1 In Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, 53% cases were diagnosed at 1-5 years, 3.3% at 6-12 years, and 6.7% after 12 years of age, while the remainder were diagnosed at < 1 year of age.2 The majority of affected children exhibit signs and symptoms that are highly non-specific, as most infants with CH are asymptomatic at birth, and only 5% of cases can be diagnosed based on clinical examination during the first day of life.3 The other factors that contribute to delayed diagnosis are uneducated parents, who do not notice or dismiss the importance of mild/moderate deviations in physical and mental growth, as well as constipation, feeding difficulties, or other vague, non-specific symptoms in infancy. Parents are often unaware of the importance of early diagnosis and commencement of therapy for CH.
Late Onset Hypocalcemia Caused by Hypovitaminosis D
Background: hypocalcemia is a common metabolic problem in neonates and infants that can be life threatening. The incidence of hypocalcemia leads to complications and developmental disorders in children.
Case presentations: A 1 month-old boy with hypovitaminosis D and a history of recurrent hypocalcemia since one week of age. The patient had repeated seizures at the age of 7 days without fever and hypoglycemia, the overall physical examination was within normal, the results of the lumbar puncture were within normal limits. Laboratory examinations at that time showed low of serum calcium, urinary calcium, calcium ion and vitamin D levels, while magnesium, phosphorus and parathyroid hormone (PTH) levels were within normal limits. The patient was diagnosed with late onset hypocalcemia caused by hypovitaminosis D. The patient was given vitamin D therapy, calcium lactate, and intravena calcium correction was performed.
Conclusion: late onset hypocalcemia occurring after the first 7 days of life was associated with hyperparathyroidism, high phosphate formula administration, DiGeorge syndrome, hypomagnesemia, and vitamin D deficiency
Hubungan Tingkat Kelebihan Berat Badan dengan Uji Toleransi Glukosa Oral pada Siswa SMP di Kota Padang
Latar belakang. Obesitas pada anak merupakan masalah gizi dan sukar diatasi. Peningkatan obesitas
pada anak dan remaja menimbulkan peningkatan insiden diabetes melitus tipe 2. Pemeriksaan uji toleransi
glukosa oral dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan metabolik.
Tujuan. Mengetahui hubungan derajat obesitas dengan uji toleransi glukosa oral (TTGO) pada siswa
SMP di kota Padang.
Metode. Penelitian dilakukan Juli – September 2006 terhadap 109 siswa SMP kota Padang. Subjek terdiri
dari 2 kelompok yaitu overweight (indeks massa tubuh (IMT) p=85-95) dan obesitas (IMT p >95). Dilakukan
pengukuran berat badan, tinggi badan, gula darah puasa dan gula darah 2 jam posprandial. Data dianalisis
dengan uji t-test, chi-square dan korelasi dengan tingkat kemaknaan p <0,05.
Hasil. Didapatkan 10,1% siswa kelebihan berat badan, overweight 6,1% dan obesitas 4,0%. Berat badan
siswa overweight berkisar (44,0–74,0) kg. IMT 2(1,6–27,8) m2. Berat badan siswa obesitas berkisar (55,5–
96,0) kg, IMT (24,6–42,9) %. Tidak terdapat perbedaan rerata gula darah antara kelompok overweight
dengan obesitas (p 0,146). Begitu juga rerata gula darah 2 jam posprandial (p=0,26). Pada obesitas 3(2,7%)
kasus dengan uji toleransi glukosa (TGT). Terdapat hubungan lemah antara berat badan dengan kadar
gula darah puasa (p=0,045;r 0,192)
Kesimpulan. Tidak didapatkan hubungan antara kelebihan berat badan dengan uji toleransi glukos
Central Diabetes Insipidus in Langerhans Cell Histiocytosis: A Case Report
Background: Diabetes insipidus (DI) is part of a group of hereditary or acquired polyuria and polydipsia diseases. Diabetes insipidus can be caused by central and nephrogenic disorders. This study aimed to describe the etiologies, clinical symptoms, and management of central diabetes insipidus in Langerhans cell histiocytosis.
Case presentation: A 4 years 4 months old boy came with excessive and frequent micturition since 9 months ago. The patient drinks 4-5 L per day and still feels thirsty. The patient had a history of Langerhans cell histiocytosis (LCH). During laboratory work-up, urine osmolarity decreased, and serum osmolarity and electrolyte were normal. The patient was diagnosed with central diabetes insipidus with Langerhans cell histiocytosis. The treatment given to the patient is desmopressin.
Conclusion: Langerhans cell histiocytosis may affect any organs of the body. The long-term management of diabetes insipidus in Langerhans cell histiocytosis requires measurement to prevent dehydration and, at the same time to prevent water intoxication. The focus of management is based on the education of the patient about the importance of regulating their fluid intake according to the patient’s hydration status