4 research outputs found

    PERGESARAN PENEGAKAN HUKUM YANG POSITIVISTIK MENUJU KE PENEGAKAN HUKUM YANG PROGRESIF

    Get PDF
    Law enforcement occurred in Indonesia does not reflect the values ​​of justice expected by the public, so was born the concept of progressive law to resolve the problem. This study examines: First, the cause of law enforcement in Indonesia does not reflect the values ​​of justice; second, the role of the concept of progressive law enforcement in solving the problems that occurred in Indonesia. The results of this study concluded: First, the cause of law enforcement did not indicate the value of justice is: (i) law enforcement officers who put forward the procedural aspects, (ii) the existence of discrimination by law enforcement and (iii) the law as can be bought. Second, the role of the concept of progressive law in law enforcement in Indonesia is a progressive law concept is not just enforce the rule of law itself, but the law must be enforced are the values ​​of justice contained in the sound of formal rules and the values ​​of justice in society.Penegakan hukum yang terjadi di Indonesia tidak mencerminkan nilai keadilan yang diharapkan oleh masyarakat, sehingga lahirlah konsep hukum progresif untuk menyelesaikan masalah tersebut. Penelitian ini mengkaji: Pertama, faktor penyebab penegakan hukum di Indonesia ini tidak mencerminkan nilai keadilan; kedua, peran dari konsep hukum progresif dalam menyelesaikan permasalahan penegakan hukum yang terjadi di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan: Pertama, faktor penyebab dari penegakan hukum yang tidak menunjukan nilai keadilan itu adalah (i) aparat penegak hukum yang mengedepankan aspek prosedural, (ii) adanya pendiskriminasian oleh penegak hukum dan (iii) hukum itu seolah bisa dibeli. Kedua, peran konsep hukum progresif dalam penegakan hukum di Indonesia adalah konsep hukum progresif bukanlah sekedar menegakkan aturan hukum itu sendiri, namun hukum yang harus ditegakkan adalah nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyaraka

    REVIEW OF IMPLEMENTATION OF GOVERNMENT AUTHORITIES IN POLICY-MAKING IN THE "RELIGIOUS AFFAIRS"

    Get PDF
    Government absolute authorities in the religion affairs is the authority of the central government. In the dynamic development of political, many district that produce regional policy with respect to religion or to follow religious aspirations of local people. Some districts in Riau Province, a county division during the reform, including the district are very concerned about the development in the field of religion. In addition to physical development, the county authority also extend its authority in the religion affairs. Regional policy is embodied in the form of local laws, regulations regent, or Medium Term Development Plan (Plan) Government District in Riau Province. This is possible because there are no clear boundaries of understanding in the rule of religion affairs  formulated by the law on local government. The central government, based on this study, it gives tacit consent when local governments do just that, because the rate it is going to add a lot of partners in the central government district. There is no struggle for power between central government and local governments, but the expansion of the district authority in religious issues involved in managing the government's response is a manifestation of the district in the religious aspirations of the people of the are

    DISKRESI DAN PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH

    Get PDF
    Indonesia sebagai negara kesejahteraan, dimana tujuan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945, menimbulkan beberapa konsekuensi terhadap penyelenggaraan pemerintahan yaitu pemerintah harus berperan aktif mencampuri bidang kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Untuk itu kepada pemerintah dilimpahkan bestuurszorg atau public service. Keberadaan peraturan kebijakan tidak dapat dilepaskan dengan kewenangan bebas (vrije bevoegdheid) dari pemerintah yang sering disebut dengan istilah freies ermessen (diskresionaire power) yang diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang. Freies ermessen (Jerman) ini bertolak dari kewajiban pemerintah dalam welfare state dimana tugas pemerintah yang utama adalah memberikan pelayanan umum atau mengusahakan kesejahteraan bagi warganegara, di samping memberikan perlindungan bagi warganegara. Berkaitan dengan pertanggungjawaban dari penggunaan diskresi oleh pejabat pemerintah, tanggung jawab dan tanggung gugat pribadi dalam penggunaan diskresi itu dapat terjadi dalam keadaan penggunaan diskresi oleh pejabat pemerintah yang dipengaruhi oleh berbagai faktor kepentingan baik kepentingan sendiri, keluarga, korporasi maupun kepentingan lainnya sehingga penggunaan diskresi tersebut menyimpang atau bertentangan dengan norma hukum tertulis maupun tidak tertulis

    Sistem Pengupahan Bagi Pekerja dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

    No full text
    Kegiatan perusahaan pada hakekatnya merupakan upaya bersama antara pihak pengusaha dan pekerja yang bertujuan untuk pertumbuhan perusahaan dan juga untuk kesejahteraan para pekerja. Oleh karena itu pihak perusahaan perlu memberikan suatu imbalan yang layak kepada pekerjanya sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku. Dan selain itu, perusahaan wajib memperhatikan segala upaya untuk peningkatan kesejahteraan para pekerja sesuai dengan kemampuan dan kemajuan perusahaan. Hubungan kerja yang baik hanya bisa dicapai apabila setiap karyawan dan perusahaan dapat memahami serta menghayati hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dimana pada akhirnya akan menimbulkan dan menumbuhkan saling menghargai dan saling mempercayai dalam menjaga iklim kerja sama yang baik dan harmonis. Yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana Sistem pengupahan bagi pekerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan perlindungan pengupahan dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Metode yang digunakan dalam penelitian ini jika dilihat dari sudut jenisnya, maka penelitian ini tergolong kedalam penelitian normatif. Sedangkan jika dilihat dari sifatnya, maka peneliian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu menerangkan dan menganalisa. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Hubungan kerja adalah hubungan antara pihak pekerja dengan pihak perusahaan. Hubungan kerja ini terjadi karena adanya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja diantara kedua belah pihak, dimana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada perusahaan dan pihak perusahaan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan memberi upah. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) perjanjian telah ditetapkan suatu jangka waktu yang dikaitkan dengan lamanya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha. Sistem pengupahan berdasarkan peraturan perusahaan antara pekerja dengan pengusaha. Dimana dalam peraturan perusahaan tersebut dibuat secara tertulis dengan memuat hak-hak dan kewajiban pekerja, termasuk sistem pengupahan
    corecore