4,135 research outputs found

    From RHIC to EIC: Nuclear Structure Functions

    Full text link
    We study the nuclear structure function F2AF_2^A and its logarithmic derivative in the high energy limit (small xx region) using the Color Glass Condensate formalism. In this limit the structure function F2F_2 depends on the quark anti-quark dipole-target scattering cross section NF(xbj,rt,bt)N_F (x_{bj}, r_t, b_t). The same dipole cross section appears in single hadron and hadron-photon production cross sections in the forward rapidity region in deuteron (proton)-nucleus collisions at high energy, i.e. at RHIC and LHC. We use a parameterization of the dipole cross section, which has successfully been used to describe the deuteron-gold data at RHIC, to compute the nuclear structure function F2AF_2^A and its log Q2Q^2 derivative (which is related to gluon distribution function in the double log limit). We provide a quantitative estimate of the nuclear shadowing of F2AF_2^A and the gluon distribution function in the kinematic region relevant to a future Electron-Ion Collider.Comment: 13 pages, 6 figure

    Membangun Momentum Baru Pembangunan Pedesaan di Indonesia

    Full text link
    Developing new momentum of rural development in IndonesiaMuch has happened in the new order era of the Indonesia rural development, including the achievement of a high level of rural economic growth and the development of physical infrastructure. At the same time, Indonesia still faces enormous rural development problems especially it has been far from equitably distributed opportunity among the people to participate in the rural development process itself. When we made some comparison with South Korea, in rural development with Saemaul Undong movement, there are two problems in Indonesia rural development which it related with the loss of the rural development momentum and lack of rural individual and community development. In the beginning of 1960\u27s, the Indonesia rural condition was relatively same with South Korea, poor infrastructure and massive poverty in rural area. The South Korea rural development based on the systematic human resources development and invested heavily in improving the infrastructure for agriculture production. The Korea government has to ease regulations related to farmland ownership, only farmers should be allowed to own farmland. Through these programs, the number of farmers in rural areas decline sharply and average household land ownership increase in the last twenty years. To accelerate the process of rural development in Indonesia, the government needs to establish a new momentum to capture and combine the spirit of individualities and active participation of the farmers as a part of rural community

    Reorientation of Rural Development as a Base for Improving Land Ownership Distribution at Farmer Level

    Full text link
    The problem of unbalanced land distribution at farm level in Indonesia has hampered many efforts to improve rural livelihoods. Several development programs that have been implemented by the government have not been fully benefitted by smallholders due to various reasons, and in many cases this condition even further widen inequality, because only landowners who are able to take advantage the vast range of opportunities created through the programs. In the future, a reorientation of rural development is needed with more emphasis on improving farmers access to information, capital, technology, and their capacity to take advantage of opportunities that are locally available. Reorientation of rural development will be initiated with changes of the approaches in the planning and implementation of development, with emphasis on the development of diverse types of businesses, as well as capacity building of the community to take advantage of the growing local opportunities. These efforts need to be supported by the implementation of rural development with an integrated approach, through a strong cooperation at the district level under the coordination of District Development Planning Agency. Rural development planning should be directed to two main issues. Firstly, open up new business opportunities, especially those non-based land activities. Secondly, build the community capacity to capture the existing business opportunities. The technologies being developed should be neutral with respect to farmers land ownership, and the technology dissemination is supposed to be proportional in order to reach all levels of farmers

    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Lahan Sawah Pada Proses Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian: Studi Kasus Di Beberapa Desa, Kabupaten Karawang, Jawa Barat

    Full text link
    EnglishWet land conversion to non-agricultural purposes is a choice taken by farmers rationally within a circumstances where the size of land holding is squeezing over time, and where farm activities could not give adequate returns. The actual selling price of converted land is, however, not representing the real price of the land. Moreover, existing institutions could not control the land conversion effectively. A study conducted involving 90 farmers in the three villages of Karawang, West Java, suggested that the price is significantly determined by the status of land, its labor absorption, and the distance of the land from tertiary drainage and industrial/settlement areas. Other factors such as productivity of the land and condition of irrigation are not significantly affect the price. Meanwhile, government regulation on wet land control and protection tend not to be consistent or even contradict one to another. In the process of land conversion, the landowner is likely to be in a weak position. To control the land conversion, appropriate and operationally applicable policy should be implemented; such as, applying compensation of incentive or disincentive.IndonesianAlih fungsi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian merupakan pilihan rasional yang diambil petani, di tengah makin menyempitnya rata-rata penguasaan lahan dan tidak memadainya hasil dari kegiatan USAhatani di sawah dalam memenuhi kebutuhannya. Masalahnya sekarang dalam proses alih fungsi lahan tersebut, harga yang diterima petani belum sepenuhnya mencerminkan nilai sebenarnya dari lahan, sehingga kalau terus dibiarkan dikuatirkan menghambat upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya di suatu wilayah. Hasil kajian di beberapa desa di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pada 90 orang petani yang sawahnya dialih fungsikan, terlihat bahwa harga lahan yang diterima petani lebih banyak hanya mempertimbangkan faktor letak terhadap jalan utama dan status penguasaan lahan. Sementara itu kondisi irigasi dan produktivitas lahan tidak berpengaruh secara nyata terhadap harga lahan sawah, demikian juga faktor lingkungan lainnya. Sehingga menyerahkan sepenuhnya alokasi pemanfaatan lahan kepada mekanisme pasar, akan menyebabkan lahan pertanian subur semakin terancam keberadaannya. Berkaitan dengan kecenderungan alih fungsi ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk mencegah terjadinya alih fungsi, namun karena tidak konsisten, peraturan yang ada belum sepenuhnya mampu melindungi lahan sawah. Pada masa yang akan datang perlu diterapkan kebijakan "insentif dan "disinsentif\u27 dalam pengendalian alih fungsi lahan sawah. Disinsentif itu berupa penentuan kompensasi, di luar harga jual, terhadap pihak-pihak yang akan melakukan alih fungsi yaitu dengan memperhitungkan nilai sebenarnya dari lahan

    Telaahan Penggunaan Pendekatan Sekolah Lapang Dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi: Kasihs Di Kabupaten Blitar Dan Kediri, Jawa Timur

    Full text link
    Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) untuk tanaman padi merupakan upaya sistematis yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman petani terhadap masalah yang dihadapinya dalam USAhatani padi serta identifikasi peluang pengembangan yang mungkin dilakukan. Pada pendekatan ini dipersyaratkan adanya pemahaman petani tehadap komponen inovasi yang diintroduksi dengan memperhatikan local knowledge yang ada, dan proses pembelajaran pengambilan keputusan secara sistematis berdasarkan pengalaman kegiatan bersama di lahan terpilih. Penggunaan sekolah lapang dianggap sebagai pendekatan terbaik untuk percepatan pemahaman petani serta proses adopsi itu sendiri. Sementara itu agar pendekatan sekolah lapang dapat efektif, diperlukan beberapa syarat keharusan yang antara lain terkait dengan adanya kegiatan bersama di lahan petani secara reguler. Dengan jumlah petani yang terbatas, petani dapat mengikuti seluruh rangkaian kegiatan selama semusim dengan kurikulum yang berbasis kondisi spesifik lokasi dan pendampingan yang intensif. Beranjak dari persyaratan di atas dicoba melihat proses pelaksanaan di Desa Sido Warek dan Watu Gede,Kediri serta Desa Plumbangan, Blitar. Secara umum terlihat bahwa pelaksanaan SLPTT belum sepenuhnya didukung oleh berbagai syarat keharusan yang ada bagi terlaksananya sekolah lapang yang baik, sehingga pemahaman petani dan adopsi belum sepenuhnya seperti yang diharapkan. Ketersediaan tenaga pendamping masih merupakan faktor utama bagi keberhasilan pendekatan ini. Sementara itu, proses penciptaan suasana belajar diantara petani sendiri belum dapat berjalan dengan baik. Diperlukan sinergi berbagai program yang ada, sehingga kegiatan belajar dalam kelompok dapat maksimal dilakukan

    Pemberdayaan Petani dan Desentralisasi Perencanaan Pembangunan Pertanian di Indonesia

    Full text link
    EnglishCheap price of food policy, especially rice, and centralized agricultural development for the last three decades, depressed farmers' welfare. Increase of agricultural commodity price, currently is the time to reorient agricultural development in Indonesia. It should begin with data improvement linkaged with land and human resources of agriculture, and existing institution in rural areas. To optimize local resources, the farmers should be empowered through market information. Agricultural Extention Workers (PPL) should be involved in managing farm business. Farm level planning could be conducted by Agricultural Extention Institute (BPP). The farmers should be supported by government to enable them to purchase agricultural inputs according to the determined prices and to sell the agricultural products at market price. The government had also to develop technology which is neutral to economic of scale, due to land ownership of less than 0.5 hectare. Maintenance of agricultural facilities such as irrigation network should be coordinated by government. IndonesianKebijakan pangan murah, terutama beras, dan sentralisasi kebijakan pembangunan pertanian selama tiga dekade terakhir, menekan kehidupan petani pada kondisi yang memprihatinkan. Membaiknya harga komoditas pertanian akhir-akhir ini merupakan momentum untuk melihat kembali kebijaksanaan pembangunan pertanian di Indonesia. Desentralisasi perencanaan pembangunan pertanian, karena besarnya keragaman antar wilayah, perlu diawali dengan penyempurnaan data yang terkait dengan sumberdaya lahan dan manusia yang bekerja di pertanian , serta kelembagaan yang masih berfungsi di pedesaan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal, diupayakan melalui pemberdayaan petani dengan memberikan kesempatan lebih besar dengan mengembangkan kegiatan USAha tani berdasarkan informasi pasar yang benar. U paya ini perlu didukung dengan menempatkan penyuluh pertanian lapangan (PPL) sebagai partner petani dalam manajemen USAha dan melihat peluang USAha yang menguntungkan. secara kewilayahan, lembaga semacam Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dapat dijadikan ujung tombang perencan di tingkat. Peran pemerintah lebih ditekankan pada upaya yang memungkinkan petani dapat membeli saprodisesuai harga yang ditetapakan dan menjual hasil sesuai harga pasar, dan pengembangan teknologi yang netral terhadap skala USAha, karena dominannya penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar. Selain itu, pengadaan dan pemeliharaan sarana seperti irigasi, tetap dalam koordinasi pemerinta

    Usaha Di Luar Kegiatan Penangkapan Ikan Di Desa Pantai: Peluang Dan Tantangan Pengembangannya

    Full text link
    Tidak meratanya distribusi nelayan di beberapa desa pantai, menyebabkan tingkat pengusahaan perairan juga berbeda. Perairan di sekitar Selat Malaka dan Pantai Utara Jawa disinyalir telah mengalami kelebihan tangkap. Pada kondisi ini kehidupan nelayan sering semakin sulit, karena semakin terbatasnya hasil tangkapan. Akibatnya kemampuan nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari semakin rendah, apalagi kegiatan penangkapan ikan ini terkait dengan musim serta fluktuasinya harga ikan. Dengan kondisi seperti ini sulit diharapkan terjadinya akumulasi modal yang memungkinkan nelayan mengembangkan berbagai jenis USAha lainnya. Sehingga upaya nelayan untuk keluar dari kegiatan penangkapan, sering terbentur pada masalah modal dan minimnya keterampilan yang dipunyai nelayan diluar kegiatan penangkapan ikan, karena terbatasnya waktu mereka untuk "melihat" aktivitas diluar kegiatan penangkapan ikan. Selain itu beberapa karakteristik dari kehidupan nelayan menghambat upayanya untuk mengembangkan USAha diluar kegiatan penangkapan. Hasil studi pustaka ini menunjukkan bahwa secara potensial USAha diluar kegiatan penangkapan seperti budidaya pantai dan USAha lainnya, sangat memungkinkan untuk dilakukan nelayan, terutama aktivitas yang tidak menuntut skill dan modal yang besar, serta dapat dilaksanakan oleh isteri nelayan dan anak-anaknya. Untuk itu berbagai instrumen yang dapat menetralisir hambatan-hambatan yang ada dalam diri nelayan sendiri dan yang ada diluar dirinya
    • …
    corecore