22 research outputs found
Pembuatan Komposit Moulding Berbahan Dasar Serbuk Bagas Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) dan Serbuk Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) dengan Matriks Asam Sitrat dan Sukrosa
Komposit moulding merupakan salah satu produk komposit kayu yang menggunakan
serbuk kayu sebagai bahan dasar yang dicampur dengan perekat untuk kemudian dikempa
dengan tekanan tertentu pada suhu tertentu. Pembuatan komposit moulding didasari pada
pertimbangan ekonomi yakni dengan memanfaatkan limbah hasil pertanian, perkebunan,
dan perhutanan. Limbah hasil pertanian dan perhutanan yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku komposit moulding diantaranya adalah bagas sorgum dan limbah kayu
sengon. Pada penelitian ini digunakan alternatif bahan alami sebagai matriks dalam
pembuatan komposit moulding yaitu asam sitrat dan sukrosa. Selain karena aman, harga
yang murah, serta mudah didapatkan, kombinasi dari kedua bahan ini dapat meningkatkan
karakteristik fisik dan mekanis pada komposit moulding sekaligus menurunkan suhu kempa
yang digunakan. Tujuan penelitian ini diantaranya adalah membuat komposit moulding
berbahan dasar serbuk bagas sorgum dan serbuk kayu sengon menggunakan perekat
asam sitrat dan sukrosa; mengetahui karakteristik fisik, mekanis, dan kimia dari komposit
moulding; serta mengetahui perbandingan kadar bagas sorgum-kayu sengon serta suhu
kempa yang optimal untuk menghasilkan komposit moulding dengan karakteristik terbaik.
Kegiatan penelitian dilaksanakan di Pusat Penelitian Biomaterial Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang berlokasi di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2020 hingga bulan Mei 2021. Pelaksanaan
penelitian meliputi persiapan bahan baku, pembuatan komposit moulding, preparasi
pengujian, serta pengujian sampel. Campuran bahan baku berupa serbuk bagas sorgum
dan serbuk sengon dibuat pada perbandingan sorgum:sengon sebesar 100:0, 75:25, 50:50,
25:75, dan 0:100. Campuran perekat digunakan pada perbandingan asam sitrat:sukrosa
sebesar 50:50 untuk setiap sampel. Setiap variasi sampel dilakukan pengulangan sebanyak
tiga kali, yang dilakukan pada dua suhu kempa yang berbeda yaitu pada suhu 180oC dan
200oC pada tekanan 4 MPa selama 10 menit. Pengujian sampel terdiri dari uji kerapatan,
uji kadar air, uji ketahanan air, uji kekuatan lentur, serta analisis gugus fungsi. Data hasil
pengujian diolah menggunakan aplikasi SPSS yaitu dengan metode rancangan percobaan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial sebanyak tiga kali ulangan.
Berdasarkan hasil uji sifat fisik, moulding memiliki kerapatan sekitar 1-1,1 g/cm3, kadar
air sekitar 2,33-4,25%, mengalami penambahan panjang akibat perendaman sekitar 0,14-
5,14%, pengembangan tebal akibat perendaman sekitar 12,08-138,92%, perubahan massa
akibat perebusan berulang sekitar 60,67-116,62%, serta perubahan tebal akibat perebusan
berulang sekitar 55,52-123,27%, sedangkan berdasarkan hasil uji sifat mekanik moulding
memiliki nilai MOR sekitar 17,99-31,01 MPa, serta nilai MOE sekitar 2,72-6,52 GPa. Hasil
analisis gugus fungsi menunjukkan bahwa pada grafik spektrum inframerah ditemukan
ikatan C=O yang menandakan adanya gugus ester yang dihasilkan dari rekasi gugus
karboksil dari asam sitrat dengan gugus hidroksil dari sukrosa dan bahan lignoselulosa.
Berdasarkan hasil dari keseluruhan pengujian fisik, mekanik, serta kimia moulding dapat
ditarik kesimpulan bahwa moulding dengan kombinasi bahan sorgum:sengon sebesar
75:25 pada suhu kempa 200oC menghasilkan moulding dengan karakteristik fisik, mekanik,
dan kimia yang paling unggul
Sintesis Membran Selulosa Asetat Menggunakan Metode Inversi Fasa Dengan Penambahan Antibiofouling Alami Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum)
Membran merupakan lapisan tipis selektif dan
semipermeabel yang berada diantara dua fasa dan dapat
digunakan dalam proses pemisahan. Teknologi pemisahan
dengan menggunakan membran terus mengalami
perkembangan sepanjang waktu. Salah satu kendala pada
penelitian membran yaitu adanya fouling. Penggunaan
membran secara terus menerus dapat mengurangi efisiensi
kinerja membran karena adanya penyumbatan akibat aktivitas
mikroba yang biasa disebut dengan biofouling. Pencegahan
biofouling dapat dilakukan antara lain dengan melapisi
membran dengan material yang mencegah penempelan, atau
melapisi dengan material mikroba . material tersebut adalah
bawang putih yang mempunyai kemampuan sebagai antibakteri
dan antiseptik karena mengandung minyak asiri. Aktivitas
antibakteri bawang putih dapat mengendalikan bakteri-bakteri
patogen, baik Gram negatif maupun positif.
Pada penelitian pembuatan membran selulosa asetat ini
menggunakan metode inversi fasa. Proses modifikasi tersebut
antara lain dilakukan dengan melakukan penambahan aditif
pada campuran polimer. Pelarut yang digunakan adalah dimetil
formamida (DMF) dengan bahan pengisi berupa ekstrak
bawang putih dengan konsentrasi sebesar 0,5%, 0,75%, dan
1% dari polimer yang digunakan. Sehingga didapatkan variasi
massa ekstrak bawang putih yang digunakan yaitu 0,02 gram;
0,03 gram; dan 0,04 gram dengan variasi massa selulosa asetat
adalah 3,96 gram; 3,97 gram; 3,98 gram dan ketebalan yang
digunakan ialah sebesar 0,3 mm. Hasil percobaan menunjukkan
yaitu pengujian dengan bakteri Escherichia coli didapatkan hasil
penempelan pada membran dengan ekstrak bawang putih
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kontrol. Hal
tersebut dapat membuktikan bahwa kandungan fenol pada
9bawang putih cukup bekerja dalam mengambat pertumbuhan
bakter
Pengaruh Perlakuan Waktu dan Volume Air Hydrodistillation Terhadap Hasil Rendemen dan Parameter Fisik Minyak Serai Wangi Cymbopogon Winterianus Jowitt
Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman flora yang berlimpah. Salah
satu komoditas sektor pertanian yang patut untuk dikembangkan dan mampu
meningkatkan devisa negara adalah minyak atsiri. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2016, Indonesia termasuk kedalam salah satu negara yang menghasilkan tanaman
serai wangi terbesar yaitu sebanyak 3100 ton/tahun. Permintaan minyak serai wangi ke
Indonesia meningkat setiap tahunnya lebih dari 2000 ton dan baru terpenuhi sekitar 8%.
Namun, terdapat beberapa permasalahan dalam produksi minyak serai wangi dikarenakan
rendahnya produktivitas tanaman, mutu minyak yang beragam, penyediaan produk yang
tidak kontinyu dan harga yang sangat berfluktuasi. Selain itu, pasca panen seringkali
kurang diperhatikan, sehingga rendemen dan mutu minyak atsiri tidak konsisten. Metode
yang dapat digunakan untuk menghasilkan minyak serai wangi dengan kualitas yang baik
adalah metode hydrodistillation karena pengoperasiannya yang mudah, mendapatkan
rendemen tinggi, biaya murah, dan menggunakan pelarut yang ramah lingkungan.
Penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif dengan dua faktor. Faktor pertama
yaitu waktu penyulingan selama 3 jam, 4 jam, dan 5 jam. Faktor kedua yaitu volume air
sebanyak 8 L dan 10 L. Selanjutnya akan dilakukan analisis rendemen, bobot jenis, indeks
bias, kelarutan, warna, dan aroma. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh nyata
dari faktor waktu dan volume air penyulingan. Hasil rendemen tertinggi didapatkan pada
perlakuan waktu penyulingan selama 5 jam dengan volume air sebanyak 8 L yaitu sebesar
0,74075%. Minyak serai wangi dengan rendemen tertinggi sudah sesuai dengan standar
SNI 06-3953-1995 BSN yang menghasilkan bobot jenis sebesar 0,887, indeks bias sebesar
1,4697 nD, kelarutan sebesar 1 volume minyak atsiri dalam 2 volume etanol berkonsentrasi
80%, berwarna kuning, dan beraroma menyerupai lemon khas serai wangi
SINTESIS MEMBRAN BIOKERAMIK HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN METODE SINTERING DENGAN PENAMBAHAN POLIVINIL ALKOHOL.
Membran merupakan media berpori semi permeabel yang berfungsi untuk
memisahkan partikel berukuran molekul (spesi) dalam larutan. Salah satu jenisnya
yaitu membran biokeramik yang memanfaatkan bahan biokeramik. Hidroksiapatit
merupakan salah satu biokeramik yang diperoleh dari proses sintesis bahan alami.
Hidroksiapatit dapat dibuat menggunakan limbah seperti limbah cangkang rajungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari bahan baku berupa
hidroksiapatit dan mengetahui karakteristik dari membran biokeramik hidroksiapatit
yang dihasilkan. Proses sintesis hidroksiapatit menggunakan metode pengendapan
kimia basah. Karakterisasi hidroksiapatit yang telah disintesis menunjukkan
kehadiran gugus PO
4
3-
dan OH
-
yang merupakan gugus fungsional dari hidroksiapatit
(HA), serta gugus CO
3
2-
. Pola difraksi yang dihasilkan menunjukkan adanya fase
hidroksiapatit sebesar 97,7% dan hasil pengukuran partikel hidroksiapatit sebesar
265,5 nm. Proses sintesis membran biokeramik menggunakan metode sintering.
Sintesis membran biokeramik hidroksiapatit menggunakan variasi penambahan
Polivinil Alkohol (PVA) sebesar 0,324; 0,492; 0,66 gram. Proses sintering dilakukan
pada suhu 1000
o
C selama 3 jam dengan variasi heating rate 5
dan 12
o
C/menit. Hasil
menunjukkan penyusutan diameter membran tertingi setelah sintering yaitu pada
membran dengan penambahan PVA 0,492 gr pada 12
o
C/menit. Penyusutan tebal
membran tertingi setelah sintering yaitu pada membran dengan penambahan PVA
0,66 gr pada 12
o
C/menit. Penyusutan massa membran tertingi setelah sintering yaitu
pada membran dengan penambahan PVA 0,492 gr pada 12
o
C/menit. Densitas
membran tertingi setelah sintering yaitu pada membran dengan penambahan PVA
0,324 gr pada 12
o
C/menit. Porositas membran tertingi setelah sintering yaitu pada
membran dengan penambahan PVA 0,66 gr pada 5
o
C/menit. Pola difraksi yang
dihasilkan pada setiap membran menunjukkan kemiripan antar satu dengan lainnya.
Pola difraksi menunjukkan munculnya dua fase paling dominan yaitu fase beta
trikalsium fosfat (βTCP) dan fase hidroksiapatit. Fluks membran tertinggi dan
terendah setelah sintering yaitu pada membran dengan penambahan PVA 0,66 gr
pada 5
o
C/menit dan membran dengan penambahan PVA 0,324 gr pada 12
o
C/menit
Desain Alat Membrane Plate and Frame untuk Klarifikasi Jus Jeruk
Jus jeruk mudah dijumpai dan digemari oleh masyarakat. Buah jeruk kaya
akan kandungan gizi dan termasuk salah satu komoditas buah tahunan yang
menjadi sumber pendapatan dan devisa di Indonesia. Umumnya, proses
pembuatan jus buah secara konvensional menggunakan sistem berbasis panas
dan memiliki tahap pengolahan yang panjang sehingga dapat mengakibatkan
perubahan kualitas pada warna, rasa, dan aroma. Oleh karena itu, pada penelitian
ini penulis memilih untuk membuat desain alat membrane plate and frame yang
dapat digunakan sebagai alternatif proses konvensional pengolahan jus buah
jeruk. Penelitian ini bertujuan untuk merancang desain alat klarifikasi jus jeruk
dengan menggunakan membrane plate and frame, menentukan spesifikasi dan
komponen yang dibutuhkan alat membrane plate and frame, serta mengetahui
mekanisme cara kerja alat dalam klarifikasi jus jeruk. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode rancangan fungsional dan rancangan struktural
dengan memanfaatkan software AutoCAD. Penelitian dimulai pada bulan April
2021 - Oktober 2021 ditempat kediaman penulis. Komponen-komponen dari alat
membrane plate and frame terdiri dari feed box, lima buah modul plate and frame,
dua buah straight blade impeller, manometer, pompa diaphragm dan box control.
Total kapasitas feed box teoritis adalah 12,7 liter. Mekanisme kerja alat membrane
plate and frame dalam klarifikasi jus jeruk adalah proses ultrafiltrasi menggunakan
pompa diaphragm sebagai gaya dorong tekanan dan aliran cross flow.
Berdasarkan penelitian ini, teknologi membran dapat mempersingkat proses filtrasi
dan klarfikasi dalam proses konvensional menjadi satu tahap tanpa menggunakan
energi panas. Sehingga, proses membran lebih sederhana, ramah lingkungan dan
tidak merusak kualitas bahan. Saran untuk penelitian selanjutnya agar dapat
melakukan pengujian untuk mengetahui parameter operasi terbaik dan
mengetahui persentase efisiensi ala
Identifikasi Daging Sapi, Daging Kerbau, Daging Kambing dan Daging Babi Hutan Mengunakan Digital Microscope Pre-Trained (Rest-Net 50 & Alexnet) Convolution Neural Network.
Daging merupakan makanan yang kaya akan protein hewani. Kebutuhan daging di Indonesia sangat banyak dan terus meningkat setiap tahunnya. Daging terdiri dari protein, asam amino, air mineral, lemak, asam lemak komponen bioaktif, serta sedikit karbohidrat dan vitamin lainya. Pencampuran daging di pasaran biasanya melibatkan jenis daging dari dua hewan yakni antara daging halal yang mahal dengan daging murah non halal. Pencampuran daging dilakukan antara daging sapi dan babi hutan sering dilakukan oleh penjual daging hanya untuk mendapatkan keuntungan tambahan karena daging babi hutan lebih murah dari pada daging sapi. Penipuan daging pada dasarnya dilakukan oleh produsen atau penjual daging yang tidak jujur untuk meningkatkan keuntungan penjualan. Convolutional neural network atau di kenal sebutan convNets merupakan metode untuk memproses suatu data dalam bentuk beberapa array, seperti contohnya yaitu gambar berwarna yang terdiri, dari tiga array 2D yang menggandung intensitas piksel dalam tiga warna. Tujaun penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi daging sapi, kerbau babi hutan dan daging kambing dengan metode Convolutional Neural Network. Variasi sampel yang digunakan 500 data pengujian (validasi-testing) dan 50 data pelatihan (training) dari masing-masing jenis sampel daging yang dibagi dua set testing-validasi dan training. Pengambilan sampel menggunakan Digital Microscope dengan ukuran zoom yang sesuai. Arsitektur modifikasi menggunakan convolutional layer, pooling layer dan full layer yang di kombinasikan Pengamatan ini bertujuan untuk membedakan warna dan tektur dari daging sapi, daging kerbau, daging babi hutan dan daging kambing. Penelitian ini menggunakan 2 pretrained arsitektur yakni Alexnet dan ResNet-50 dengan epoch 30 mini batch size 20 variasi learning rate sebesar 0.0001 dan 0.0005 menggunakan optimizer Adam, RmsProp dan Sgdm untuk mrngklasifikasikan daging kerbau, daging sapi, daging kambing dan daging babi hutan mrndapatkan pemodelan 100%. Resnet50 pada optimizer rmsprop 0.0001 mendapatkan akurasi data uji sebesar 55.22% dan pada optimizer Sgdm learning rate mendapatkan hasil uji sebesar 51.37%. akan tetapi dalam data akurasi uji hasil terbaik di dapat disimpulkan dalam penelitian ini menggunakan digital microscope Alexnet pada optimizer Rmsprop learning rate 0.0001 memiliki uji sebesar 52,6% terbaik karena memiliki nilai terbesar. Sedangkan pada Resnet50 nilai terbesar learning rate 0.0001 yakni optimizer didapatkan Rmsprop sebesar 55.22% dan learning 0.0005 tertinggi pada Optimizer Sgdm sebesar 51.37 %
Ekstraksi Senyawa Fenolik dari Daun Sambung Nyawa (Gynura Procumbens) menggunakan Kombinasi Metode Microwave Assisted Extraction (MAE) dan Maserasi
Daun sambung nyawa (Gynura procumbens) diketahui dapat
dimanfaatkan sebagai obat tradisional yang bermanfaat untuk
menyembuhkan berbagai penyakit. Hal ini dikarenakan daun
sambung nyawa (Gynura procumbens) memiliki senyawa fenolik,
senyawa flavonoid, dan aktivitas antioksidan. Untuk mendapatkan
senyawa-senyawa tersebut dilakukan proses ekstraksi. Ekstraksi
adalah suatu metode pemisahan atau separasi dari suatu bahan
yang didasarkan pada perbedaan kelarutannya. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi lama
waktu dan daya microwave assisted extraction (MAE) terhadap
aktivitas antioksidan ekstrak daun sambung nyawa (Gynura
procumbens). Metode ekstraksi yang digunakan adalah dengan
menggunakan kombinasi metode microwave assisted extraction
(MAE) dan maserasi. Nilai total fenol tertinggi adalah sebesar 2,38
mg Galic Acid Equivalent/g ekstrak (mg GAE/g ekstrak).
Sementara nilai total flavonoid tertinggi sebesar 2,15 mg Quercetin
Equvalen/g DW (mg QE/g DW). Perlakuan terbaik pada proses
ekstraksi daun sambung nyawa (Gynura procumbens) untuk hasil
total fenoliknya adalah pada sampel dengan perlakuan daya
microwave 100 watt selama 2 menit, untuk hasil total flavonoidnya
adalah pada sampel dengan perlakuan daya microwave 300 watt
selama 2 menit, serta nilai aktivitas peredaman antioksidan
tertinggi adalah pada sampel dengan perlakuan daya microwave
300 watt selama 1 meni
4. Pengaruh Penggunaan Pupuk Lepas Lambat Hidroksiapatit Berbasis Cangkang Rajungan Pada Pertumbuhan Vegetatif Dan Generatif Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum)
Berdasarkan data yang didapatkan dari Asosiasi Produsen Pupuk
Indonesia (APPI), dimana konsumsi pupuk urea pada Januari hingga Desember
2019 tumbuh menjadi 5,425 juta ton, sedangkan konsumsi pupuk ZA menjadi
1,017 juta ton. Umumnya pupuk yang digunakan pada tanaman yang memiliki
kelarutan tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan Slow Relase
Fertilizer (SRF) yang mampu melepaskan unsur anorganik secara perlahan.
Sejauh ini penelitian terkait pupuk lepas lambat banyak menggunakan urea
sebagai campurannya dan belum ditemukan penelitian terkait penggunaan pupuk
ZA pada pupuk lepas lambat dan pengaruhnya terhadap nilai pH tanah. Sehingga
pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan release nitrogen
pada pupuk tunggal dan pupuk dengan campuran hidroksiapatit dan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tomat serta ph Tanah.
Pada penelitian ini SRF dibuat dengan cara enkapsulasi hidroksiapatit dengan
pupuk tunggal dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50°C selama 24
jam. Campuran hidroksiapatit yang digunakan berasal dari limbah cangkang
rajungan yang disintesis dengan metode pengendapan basah dengan proses
sonikasi dan suhu kalsinasi 600°C. Pengujian release nitrogen dilakukan setiap 5
menit selama 1 jam dengan metode perkolasi, selanjutnya perkolat diuji
kandungan nitrogen total dengan metode Kjeldahl. Pupuk diaplikasikan untuk
melihat pengaruhnya pada pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tomat
serta pH tanah dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
5 perlakuan dan 3 pengulangan. Dilakukan dengan perlakuan tanpa pupuk
sebagai kontrol, pupuk ZA, pupuk ZA-HAp, pupuk Urea, dan pupuk Urea-HAp.
Parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun,
jumlah buah, dan berat buah/tanaman yang diukur setiap 10 hari selama 80 hari
untuk pertumbuhan vegetatif sedangkan pertumbuhan generatif diamati pada hari
ke 80.Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pupuk lepas lambat dengan
campuran hidroksiapatit mampu melepaskan nitrogen lebih lambat. Pada ZA-HAp
melepaskan Nitrogen 4,45% atau 3x lebih lambat dari ZA yang melepaskan
13,51%. Pada Urea-HAp melepaskan nitrogen sebanyak 3,96% atau 4,5x lebih
lambat dari Urea yang melepaskan nitrogen sebanyak 18,66% dalam satu jam.
Kinetika release terbaik didapat dengan model Korsmeyer-Peppas dimana pupuk
ZA dengan nilai R2 sebesar 0,9861 menunjukan bahwa 98% log pelepasan
nitrogen kumulatif dipengaruhi oleh fungsi log waktu, kemudian pada ZA-HAp nilai
yang didapat adalah 0,979 atau mendekati 98%, pada Urea dengan nilai 0,9869
atau sekitar 98%, dan pada Urea-HAp sebesar 0.9723 atau 97%. Sehingga pada
kinetika pelepasan nitrogen menggunakan model Korsmeyer-Peppas hanya
menyisakan sekitar 3% variabel lain yang tidak dapat dijelaskan pengaruhnya
terhadap pelepasan nitrogen pada pupuk. Selanjutnya pada pengamatan
pertumbuhan vegetatif dengan parameter tinggi tanaman, penggunaan pupuk ZA-
HAp memberikan hasil terbaik dengan tinggi rata – rata 102,1 cm, kemudian Urea-
HAp 101,17 cm, ZA 90,23 cm, Urea 88,83 cm, dan perlakuan kontrol 69,17 cm.
Pada parameter diameter batang didapatkan rata – rata pengukuran ZA-HAp 7
mm, Urea-HAp 6,6 mm, ZA 5,8 mm, Urea 5,7 mm, dan perlakuan kontrol 4,9 mm.
Pada parameter jumlah daun didapatkan jumlah rata – rata pada ZA-HAp 82 Helai,
Urea-HAp 78 Helai, ZA 71 Helai, Urea 70 Helai, dan kontrol 49 Helai. Sedangkan
pada pengamatan pertumbuhan generatif untuk jumlah buah didapatkan dengan
penggunaan pupuk ZA-HAp 4 buah, Urea-HAp 4 buah, Urea 3 Buah, ZA 2 buah,
kontrol 1 buah. Pada pengamatan berat buah/tanaman didapatkan ZA-HAp 63,5
gram, Urea-HAp 59,3 gram, ZA 16,3 gram, Urea 14,7 gram, dan kontrol 3,6 gram.
Sehingga dari penggunaan pupuk lepas lambat dengan campuran hidroksiapatit
dari cangkang rajungan memberikan hasil yang lebih bai
Studi Aplikasi Teknologi Pulsed Electric Field (PEF) untuk Pengawetan Susu Sapi – Literature Review
Susu merupakan produk pangan yang digemari dan bahan pangan padat nutrisi dengan protein berkualitas tinggi dimana mengakibatkan mikroba berkembang- biak. Metode PEF merupakan penggunaan intensitas tinggi 20 – 80 kV/cm dengan suhu ruang sebagai pasteurisasi non termal. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dalam bentuk literature review, data diperoleh dari Google Schoolar, Elshevier, dan Science Direct dengan total data primer 31 artikel ilmiah. Hasil dari review ini adalah intensitas medan listrik, waktu perlakuan, dan suhu perlakuan memiliki pengaruh yang berbanding lurus terhadap inaktivasi mikroorganisme. Perlakuan intensitas 30 – 40 kV/cm pada Cregenzan-alberti et al., 2015; Walter et al., 2016; Zhao et al., 2013; Salvia-trujillo et al., 2011 mampu mereduksi E. coli dan L. innocua -/+ 5 log CFU/mL. Sedangkan pengaruh perlakuan PEF pada enzim berpengaruh pada sebagian artikel dengan penurunan aktivitas yang cukup signifikan dan sebagian lainnya tidak mengalami perubahan yang signifikan. Perlakuan PEF tidak berpengaruh signifikan pada pH susu sapi, dimana standar pada SNI adalah 6,3 – 6,8. Perlakuan PEF tidak berpengaruh signifikan pada viskositas susu sapi dan sejalan dengan SNI. Perlakuan PEF.Pada beberapa penelitian seperti McAuley et al., 2016; Priyanto et al., 2021; Chugh et al., 2021 menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan terhadap tingkat kecerahan susu sapi. Sedangkan pada Bermudez-aguirre et al. (2011) dan Hawa et al. (2011) menunjukkan adanya peningkatan tingkat kecerahan pada susu sapi
Sintesis Dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Biomassa Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Aktivator ZnCl2 dan H3PO4 Sebagai Material Elektroda Superkapasitor
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah padat terbesar dari sisa pengolahan tanda kelapa sawit. TKKS memiliki kandungan kelompok lignoselulosa yang tinggi sehingga berpotensi untuk diolah menjadi karbon aktif. Untuk mengkonversi biomassa TKKS menjadi karbon aktif dibutuhkan proses karbonisasi dan aktivasi. Karbon aktif dari biomassa memiliki potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai material elektroda pada superkapasitor. Hal ini dikarenakan karbon aktif dari biomassa memiliki luas permukaan yang besar, ukuran volume pori yang tersebar merata. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa pengaruh penambahan variasi agen aktivasi kimia ZnCl2 H3PO4 terhadap kadar air, kadar abu, zat terbang, fixed carbon, daya serap metilen biru dan pengaruh terkadap karakteristik secara fisik dan elektrokimia. Sehingga dapat diketahui karbon aktif yang memilki karakteristik terbaik sebagai material penyusun elektroda superkapasitor.
Proses pembuatan karbon aktif dilakukan dengan menggunakan proses karbonisasi dan aktivasi. Proses karbonisasi dilakukan dengan menggunakan metode hidrotermal pada suhu 180oC selama 8 jam dengan rasio perbandingan TKKS dan air adalah 1:15 (b/v). Pada proses aktivasi dilakukan secara kimia menggunakan ZnCl2 dan H3PO4 dengan variasi sampel dan agen aktivasi adalah 1:3 dan 1:4 (b/v). sampel yang sudah diaktivasi kemudian akan dipirolisis menggunakan suhu 800oC selama 1 jam.
Sintesis karbon aktif yang dilakukan mengggunakan metode hidrotermal-pirolisis menghasilkan karbon aktif dengan gabungan mikropori dan mesopori. Metode hidrotermal-pirolisis menghasilkan fixed carbon berkisar pada 86-95% Variasi agen aktivasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai kadar air, kadar abu, dan daya serap metilen biru namun tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai zat terbang. Hasil pengujian FTIR karbon aktif dengan agen aktivasi ZnCl2 dan H3PO4 sudah menunjukkan ikatan selulosa yang terdapat pada TKKS sudah banyak yang terputus akibat dari proses karbonisasi. Pada hasil XRD puncak amorf terdeteksi pada sudut 2θ 22,5° dan 44° yang menujukkan puncak (002) dan (100). Dari hasil XRD juga dapat dilihat sturktur karbon yang terbentuk adalah amorf dengan nilai kristalit karbon aktif ZnCl2 sebasar 1,34 nm dan karbon aktif H3PO4 sebesar 0,94 nm. Dari hasil pengujian adsorpsi-desorpsi N2 diketahui bahwa luas permukaan BET tertinggi pada karbon aktif ZnCl2 1:4 yaitu 831,584 m2/g dan yang terkecil pada karbon aktif H3PO4 1:3 yaitu 675,412 m2/g, luas permukaan karbon aktif dengan rasio aktivator 1:4 lebih tinggi dibandingkan dengan rasio 1:3. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa karbon aktif sudah membentuk struktur pori dengan dominasi mesopori-mikropori. Hasil pengujian Cyclic Voltammetry menujukkan bahwa karbon aktif ZnCl2 dan H3PO4 sudah membentuk kurva hysteresis double layer, sedangkan untuk nilai kapasitansi tertinggi pada karbon aktif ZnCl2 1:4 pada scan rate 10 mV/s yaitu sebesar 129.3301 F/g. Saran yang dapat dipertimbangkan dalam penelitian selanjutnya untuk menyempurnakan penelitian ini yaitu perlu dilakukan proses pencucian yang lebih baik untuk hasil karbon aktif yang lebih bersih tanda adanya sisa agen aktivasi dan melakukan optimasi agen aktivasi dan suhu karbonisasi untuk memperoleh mesopori yang lebih banyak