27 research outputs found

    Pengaruh Waktu Pengecambahan Terhadap Nilai Nutrisi Biji Asam (Thamarindus Indica L.) Sebagai Bahan Pakan Ternak

    Get PDF
    Pakan merupakan kebutuhan primer dunia usaha peternakan dimana dalam budidaya ternak secara intensif biaya pakan mencapai sekitar 70% dari total biaya produksi, sehingga harga bahan pakan sangat menentukan biaya produksi. Harga pakan unggas yang semakin lama semakin mahal disebabkan dari bahan pakan penyusun ransum masih bergantung dari impor terutama tepung ikan dan bungkil kedelai. Menekan biaya produksi, dibutuhkan bahan baku yang cukup murah dan mudah didapat dengan gizi yang cukup. Salah satu cara memecahkan kendala tersebut dengan memanfaatkan limbah pertanian sepeti biji asam yang memiliki ketersediaan yang cukup melimpah dan kandungan nutrisi yang terkandung juga cukup potensial untuk digunakan sebagai bahan baku pakan, namun mengandung senyawa anti nutrisi. Teknologi pengolahan secara pengecambahan dengan 2 metode (epigeal dan hipogeal) akan dapat meningkatkan nilai nutrisi dan menurunkan anti nutrisi yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pengecambahan terhadap nilai nutrisi biji asam sebagai bahan pakan unggas. Selain itu juga meningkatkan nilai nutrisi dan menghilangkan antinutrisi yang tekandung dalam biji asam yang dipengaruhi 2 jenis pengecambahan. Penelitian ini berguna dalam peningkatan nilai nutrisi biji asam melalui proses pengecambahan sebagai bahan baku pakan lokal alternatif, menghilangkan atau mengurangi kandungan senyawa zat anti nutrisi dalam biji asam. Materi dari penelitian ini adalah biji asam adalah Thamarindus indica L. atau dikenal dengan asam jawa yang dibeli di Dusun Jungcang-cang, Pamekasan, Madura. Jumlah biji asam yang digunakan sebanyak 10 kg. Jumlah penggunaannya untuk pengecambahan biji asam sebanyak 3 g/kg biji asam. Terdapat tiga variabel yang diamati yaitu kandungan BK, PK, LK, SK, GE, Ca, P biji asam sebelum dan sesudah pengecambahan dengan analisis proksimat, kerapatan jenis biji asam dengan uji densitas dan kandungan tannin. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan analisis variansi (ANOVA) dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Hasil analisis statistik rataan kandungan zat makanan biji asam jawa (Thamarindus Indica L.) diurutkan dari nilai tertinggi dan terendah dimulai dari Bahan Kering dengan urutan nilai perlakuan P0(94.477±0,248 c ), P2(92,522 ± 0,144), P1(92,187 ± 0,335) dan P3(90,676 ± 1,190). Protein Kasar dengan urutan nilai P0(15.977 ± 0,299 c),P1(12,049 ± 0,044) dan P2(11,834 ± 0,065) dan P3(11,599 ± 0,199). Serat Kasar dengan urutan nilai P2(4,724 ± 0,008),P1(4,705 ± 0,021),P3(4,622 ± 0,061) dan P0(4,621 ± 0,025). Lemak Kasar dengan urutan nilai P0 (6,661 ± 0,075), P2(5,769 ± 0,009), P1(5,749 ± 0,021) dan P3(5,655 ± 0,074). Kalsium dengan urutan nilai P0 (1,061 ± 0,003 d), P1(0,968 ± 0,003), P2 (0,888 ± 0,001) dan P3 (0,798 ± 0,011). Fosfor dengan urutan nilai P0(0,295 ± 0,003 d).P1(0,267 ± 0,001), P2 (0,222 ± 0,000) dan P3 (0,209 ± 0,003).Gross Energy dengan urutan nilai P0(3967,335 ± 10,803 c), P2 (3905,000 ± 6,083) , P1 (3861,700 ±14,029), P3 (3802,200 ± 49,963). Urutan rataan Kandungan Tannin diurutkan dari yang tertinggi didapat pada perlakuan P3 (0,9076 ± 0,0053), P2 (0,2499 ± 0,0003), P1 (0,2213 ± 0,0008) dan P0 (0,0284 ± 0,0001). Urutan rataan nilai densitas diurutkan dari yang tertinggi didapat dari perlakuan P2 (634,822 ± 0,96 d), P1 (632,723 ± 2,30 c), P3 (624,744 ± 9,01 b) dan P0(448,419 ± 1,86a). Analisis statisik perlakuan memberi pengaruh sangat nyata (P<0,01)terhadap kadar air, member pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan zat makanan, tannin dan densitas. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh waktu pengecambahan biji asam (Thamarindus indica L.) dapat meningkatkan kandungan zat makanan (Bahan Kering, Lemak Kasar, Protein Kasar, Serat Kasar, Kalsium, Phosfor, Gross energy) dan menurunkan kandungan zat anti nutrisi

    Pengaruh Substitusi Jagung Dengan Tepung Bonggol Pisang Hasil Pengayaan Dalam Pakan Terhadap Kecernaan Protein, Energi Metabolis, Dan Retensi Nitrogen Itik Hibrida

    Get PDF
    Itik merupakan ternak unggas yang mudah diternakkan karena makanan itik bisa diperoleh dari lingkungan sekitar, memiliki kemampuan mencerna serat yang baik, tahan terhadap stres dan penyakit, mudah beradaptasi, serta mampu menghasilkan produk makanan yang bergizi tinggi seperti daging dan telur. Usaha peternakan menghabiskan biaya pakan paling tinggi mencapai 60% - 70% dari total biaya produksi. Biaya pakan yang besar menyebabkan perlu adanya pemanfaatan bahan pakan lainnya yang bersumber dari hasil samping perkebunan maupun pertanian. Bonggol pisang (Musa paradiciasa L.) merupakan salah satu limbah perkebunan yang dihasilkan dari pemanenan tanaman pisang. Tanaman pisang hanya dapat dipanen satu kali dan dimanfaatkan buah, daun, dan bunga sedangkan bagian bonggol tidak dimanfaatkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemanfaatan bonggol pisang dengan pengolahan sebagai pakan itik. Penelitian ini dilaksanakan di Junrejo, Kota Batu, Malang, Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, dan Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada bulan Oktober – November 2020. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kecernaan protein, energi metabolis, dan retensi nitrogen itik hibrida. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada peternak, mahasiswa dan masyarakat mengenai penggunaan tepung bonggol pisang sebagai substitusi jagung dalam pakan itik hibrida. Materi penelitian menggunakan 20 ekor itik hibrida tanpa dibedakan jenis kelamin, umur 52 hari strain Peking x Khaki Campbell dengan koefisien keragaman 9,4%. Metode yang digunakan adalah percobaan lapang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 1 ekor itik hibrida. Perlakuan yang digunakan adalah P0: (100% jagung), P1: (75% jagung + 25% pengayaan TBP), P2: (50% jagung + 50% pengayaan TBP), P3: (25% jagung + 75% pengayaan TBP), dan P4: (100% pengayaan TBP). Variabel meliputi kecernaan protein, energi metabolis (AME dan AMEn), dan retensi nitrogen. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analisis Varian (ANOVA). Jika data hasil yang berbeda signifikan antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD). Hasil menunjukkan bahwa pengayaan tepung bonggol pisang memberikan pengaruh perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap kecernaan protein, energi metabolis semu terkoreksi nitrogen, dan retensi nitrogen itik hibrida, namun memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap energi metabolis semu. Meskipun tidak berpengaruh nyata, namun berdasarkan hasil rata-rata variabel kecernaan protein perlakuan P1 (68,22 + 1,08) % pada kecernaan protein menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan P0 (3204,79 + 192,11) Kcal/kg pada variabel energi metabolis semu tanpa terkoreksi nitrogen (AME) merupakan nilai tertinggi daripada perlakuan lainnya. Variabel energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (AMEn) pada perlakuan P0 (2570,93 + 1287,38) Kcal/kg menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan untuk variabel retensi nitrogen menunjukkan nilai tertinggi pada P1 sebesar (0,73 + 0,01) g. Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa substitusi hasil pengayaan tepung bonggol pisang terhadap jagung sampai dengan level 100% dapat digunakan sebagai substitusi jagung karena menunjukkan hasil yang sama atau tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan protein, dan energi metabolis semu terkoreksi nitrogen, namun memberikan hasil yang sama terhadap pakan kontrol sampai dengan level 75% pada variabel retensi nitrogen itik hibrida. Hasil terbaik dari keempat variabel yang meliputi kecernaan protein, energi metabolis semu, energi metabolis semu terkoreksi nitrogen, dan retensi nitrogen adalah perlakuan 3 dengan level penggunaan tepung bonggol pisang sebesar 75%, sehingga substitusi jagung dengan tepung bonggol pisang hasil enrichment (pengayaan) dapat mengurangi biaya pakan usaha peternakan menjadi lebih ekonomis

    Pengaruh Substitusi Jagung Dengan Bungkil Inti Sawit Hasil Olahan Dalam Pakan Terhadap Kecernaan Protein, Energi Metabolis Dan Retensi Nitrogen Itik Hibrida

    Get PDF
    Itik merupakan salah satu komoditas ternak unggas yang cukup diminati oleh konsumen baik telur maupun dagingnya. Pengembangan ternak itik terdapat kendala biaya pakan yang cukup tinggi. Pakan sangat berpengaruh dalam keberhasilan suatu usaha peternakan sebab sebagai penunjang produktifitas ternak. Umumnya peternak menggunakan pakan komersial atau pakan konvensional. Akan tetapi bahan baku yang digunakan dalam pakan tersebut cenderung impor sehingga menyebabkan harga pakan menjadi fluktuatif. Jagung merupakan bahan pakan yang paling banyak digunakan dalam peternakan unggas karena memiliki kandungan energi metabolis cukup tinggi yaitu 3350 Kcal/kg. Persaingan penggunaan jagung tidak sebanding dengan pasokan jagung yang terbatas. Upaya yang dilakukan yaitu menggunakan bahan pakan alternatif yang berasal dari limbah industri yang ketersediannya melimpah, harganya murah, nutrisinya baik dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satunya yaitu limbah industri pengolahan minyak sawit atau yang biasa dikenal dengan bungkil inti sawit (BIS). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengukur pengaruh subtitusi jagung dengan bungkil inti sawit hasil olahan dalam pakan terhadap kecernaan protein, energi metabolis dan retensi nitrogen Itik Hibrida. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber informasi dan inovasi baru untuk peternak itik pedaging, Mahasiswa Peternakan, dan pemerintah yang berwenang di bidang peternakan dan pertanian guna meningkatkan produktivitas ternak itik pedaging. Materi penelitian yang digunakan yaitu 20 ekor Itik Hibrida, yang merupakan persilangan dari itik Peking (jantan) dan itik Khaki Campbell (betina) berumur 52 hari tanpa dibedakan jenis kelamin (non-sexing) dengan rataan bobot badan 1599,3±150,38 g dengan koefisien keragaman 9,4%. Kandang yang digunakan berjumlah 20 kandang metabolis dengan 1 ekor itik di setiap kandangnya. Kandang itik dilengkapi dengan tempat pakan dan minum serta perlengkapan kandang lainnya. Pakan yang diberikan terdiri atas bekatul, konsentrat, jagung, dan BIS olahan penambahan enzim mananase yang diformulasi sendiri. Pakan dan air minum diberikan secara ad-libitum. Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan lapang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan 4 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 1 ekor Itik Hibrida. Perlakuan yang digunakan yaitu, P0: Pakan basal tanpa substitusi bungkil inti sawit, P1: Pakan dengan substitusi jagung dengan bungkil inti sawit 25%, P2: Pakan dengan substitusi jagung dengan bungkil inti sawit 50%, P3: Pakan dengan substitusi jagung dengan bungkil inti sawit 75%, P4: Pakan dengan substitusi jagung dengan bungkil inti sawit 100%. Variabel yang diamati yaitu kecernaan protein, energi metabolis AME AMEn dan retensi nitrogen Itik Hibrida. Analisis data menggunakan analisis ragam (anova) dan uji beda berdasarkan besarnya persentase koefisien keragaman (KK) galat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan substitusi jagung dengan bungkil inti sawit olahan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P0,05) terhadap retensi nitrogen Itik Hibrida. Kecernaan protein pada perlakuan P4 (63,82 ± 5,22) % menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Energi metabolis semu (AME) pada perlakuan P0 (3367,73 ± 58,87) Kcal/kg menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Energi metabolis semu (AMEn) pada perlakuan P0 (2910,64 ± 35,34) Kcal/kg menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Retensi nitrogen pada perlakuan P0 (54,61 ± 2,84) % menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa substitusi jagung dengan bungkil inti sawit olahan dalam pakan pada level 75% dapat meningkatkan hasil terhadap kecernaan protein, belum meningkatkan hasil terhadap energi metabolis semu AME AMEn, namun memberikan hasil yang sama terhadap retensi nitrogen Itik Hibrida

    Pengaruh Substitusi Jagung Dengan Bungkil Inti Sawit Hasil Olahan Dalam Pakan Terhadap Deposisi Daging Dada, Warna Kaki, Dan Berat Bulu Itik Hibrida

    Get PDF
    Kebutuhan masyarakat akan konsumsi daging sebagai sumber protein hewan semakin meningkat setiap tahunnya. Salah satu jenis itik yang dimanfaatkan dagingnya adalah itik hibrida. Pakan merupakan faktor terpenting yang harus dipenuhi dengan biaya pakan dapat mencapai 70% dalam produksi. Bahan baku pakan unggas sebagai sumber energi masih didominasi oleh jagung. Hal ini menyebabkan Indonesia melakukan impor dikarenakan ketersediaan jagung terbatas, sehingga mengakibatkan harga menjadi fluktuatif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan limbah industri yang mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi. Salah satu limbah industri yang dapat digunakan adalah Bungkil Inti Sawit (BIS). Bungkil inti sawit banyak mangandung serat yang dapat menghambat pencernaan unggus, sehingga diperlukan inovasi seperti dengan penambahan enzim mananase. Maka perlu dilakukan penelitian bungkil inti sawit hasil olahan sebagai substitusi jagung dalam pakan itik hibrida ditinjau dari persentase deposisi daging dada, warna kaki, dan berat bulu itik hibirida. Penelitian ini dilaksanakan di Junrejo, Kota Batu, Malang, Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, dan Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada pada bulan Oktober sampai November 2020. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui persentase deposisi daging dada, warna kaki, dan berat bulu itik hibrida. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada peternak, mahasiswa, dan masyarakat mengenai penggunaan bungkil inti sawit dengan penambahan ezim mananase sebagai substitusi jagung dalam pakan itik hibrida. Materi penelitian Materi penelitian 100 ekor itik hibrida tanpa dibedakan jenis kelamin, umur 21 hari Strain Peking x Khaki Campbell dengan rataan bobot badan 491,15 + 171,52 g dengan koefisien keragaman 35%. Metode yang digunakan adalah percobaan lapang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Masing-masing ulangan 5 ekor itik hibrida. Perlakuan yang digunakan adalah P0: 100% jagung; P1: 75% jagung + 25% BIS hasil olahan; P2: 50% jagung + 50% BIS hasil olahan; P3: 25% jagung + 75% BIS hasil olahan; P4: 100% BIS hasil olahan.Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah persentase deposisi daging dada, warna kaki, dan berat bulu itik hibrida. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analisis Kovarian (ANKOVA) dari Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jika terdapat data hasil yang berbeda signifikan antara perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD). Hasil menunjukkan bahwa bungkil inti sawit hasil olahan memberikan pengaruh perbedaan nyata (P0,05)

    Pengaruh Pemberian Kombinasi Probiotik Dan Tepung Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi) Sebagai Acidifier Terhadap Kecernaan, Energi Metabolis Dan Kualitas Telur Ayam Petelur

    Get PDF
    Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi kesehatan dengan meningkatkan mikroorganisme pencernaan inangnya, sedangkan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) mengandung asam organik tinggi sehingga belimbing wuluh dapat dijadikan sebagai acidifier untuk feed additive pada pakan ternak. Penambahan probiotik dan belimbing wuluh sebagai acidifier diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pakan serta kualitas telur pada ayam petelur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi probiotik dan tepung belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap kecernaan , energi metabolis dan kualitas telur pada ayam petelur. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama penelitian tentang pengaruh terhadap tingkat kecernaan dan energi metabolis dengan menggunakan ternak pengganti yaitu ayam pedaging sebagi materi percobaan. Metode yang digunakan adalah metode percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap dari 4 perlakuan dan 5 ulangan dan pada tiap ulangan berisi 2 ekor ayam pedaging jantan umur 35 hari (fase finisher). Perlakuan terdiri dari P0(-) = pakan kontrol, P1 = probiotik 0,8% + tepung belimbing wuluh 0,25%, P2 = probiotik 0,8% + tepung belimbing wuluh 0,50%, P3 = probiotik 0,8% + tepung belimbing wuluh 0,75%. Variabel yang diukur pada penelitian ini meliputi kecernaan bahan kering (KcBK), kecernaan protein kasar (KcPK), energi metabolis (AME) dan energi metabolis terkoreksi nitrogen (AMEn). Data dianalisis menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil dari penelitian ini adalah pemberian penambahan kombinasi probiotik dan tepung belimbing wuluh memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05) pada KcBK, KcPK, AME, dan AMEn, namun jika dilihat secara numerik penambahan kombinasi probiotik dan tepung belimbing wuluh pada pemberian presentase 0,75% memberikan hasil terbaik. Penelitian tahap kedua dilakukan untuk meneliti kualitas telur pada ayam petelur meliputi volume putih dan kuning telur, warna kuning telur, kolesterol kuning telur , tebal kerabang dan warna kerabang telur pada ayam petelur. Metode yang digunakan adalah metode percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap dari 4 perlakuan dan 6 ulangan dan pada tiap ulangan berisi 10 ekor ayam petelur. Ayam petelur yang digunakan merupakan ayam petelur strain Lohman Brown umur 22 minggu. Perlakuan terdiri dari P0(-) = pakan kontrol, P1 = probiotik 0,8% + tepung belimbing wuluh 0,25%, P2 = probiotik 0,8% + tepung belimbing wuluh 0,50%, P3 = probiotik 0,8% + tepung belimbing wuluh 0,75%. Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah kualitas telur meliputi kualitas internal (volume putih dan kuning telur, warna kuning telur dan kolesterol kuning telur) dan eksternal telur (tebal dan warna kerabang telur). Data dianalisis menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil dari penelitian menunjukkan pemberian penambahan kombinasi probiotik dan tepung belimbing wuluh memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P< 0,01) terhadap volume putih dan kuning telur, warna kuning telur, kolesterol kuning telur dan tebal kerabang telur serta memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap warna kerabang telur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kombinasi probiotik dan tepung belimbing wuluh dapat digunakan sebagai alternatif antibiotik pada pakan

    Efek Penambahan Acidifier Asam Organik Sebagai Aditif Dalam Pakan Terhadap Penampilan Produksi Itik Petelur

    No full text
    Itik merupakan salah satu jenis ternak unggas yang memiliki peranan sangat besar bagi peningkatan pangan bergizi tinggi maupun peningkatan pendapatan masyarakat. Populasi itik di Indonesia berdasarkan badan statistik peternakan dan kesehatan hewan pada tahun 2018 sebesar 51.239.185 dan sebanyak 19.35% dari 793.800ton kebutuhan telur di Indonesia diperoleh dari telur itik. Semakin bertambahnya populasi itik setiap tahun, terdapat permasalahan yang sering menjadi kendala yaitu pakan. Antibiotik sebagai bahan aditif pakan dapat meningkatkan produktifitas, tetapi penggunaannya dianggap berbahaya karena dapat meninggalkan residu antibiotik didalam karkas ternak. Acidifier dapat menjadi opsi alternatif dalam upaya perbaikan kualitas pakan. Acidifier memiliki peran yang penting terhadap kestabilan pH pada saluran pencernaan ternak unggas, dan juga dapat meningkatkan populasi mikroflora yang bermanfaat bagi pencernaan. Penelitian ini dilakukan dengan studi literatur terhadap itik petelur. Materi yang digunakan adalah pakan komersil, pakan basal dan acidifier. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode tersebut dihasilkan dari berbagai pengumpulan data dengan menggunakan purposive sampling dan semi terstruktur sebagai teknik analisis Data dan informasi yang diperoleh penulis dibagi melalui dua tahapan. Tahapan pertama adalah reduksi data seperti penyuntingan dan meringkas, lalu ditemukan data utama atau dapat disebut inti penulisan dari berbagai literature yang meliputi: jurnal, buku dan hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan Google scholar dan Science direct. Hal tersebut sangat mempermudah penulis untuk mengumpulkan data yang diperlukan seperti: Kecernaan protein, HDP, FCR, Egg mass, mortalitas, konsumsi pakan, dan produksi telur. Sehingga dapat menyajikan hasil analisa penggunaan acidifier terhadap produksi itik petelur sesuai dengan fakta, berdasarkan hasil pengamatan terdahulu kemudian dianalisa dan dapat ditarik suatu kesimpulan. Tahapan kedua dilakukan peninjauan dan pengumpulan data, seperti membandingkan hasil dan pembahasan pada literatur yang telah diperoleh. Cara ini dinilai dapat membantu meneliti tentang kualitas kesehatan sebagai pangan fungsional, serta memberikan penjelasan yang mendalam dalam menanggapi permasalahan yang ditonjolkan dalam rumusan masalah. Penambahan acidifier terhadap FCR memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Abbas (2013) menggunakan ayam petelur berumur 68 minggu yang diberikan air minum dengan kadar asam format 1.5mL dapat meningkatkan konversi pakan Penambahan acidifer terhadap HDP juga memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gama (2000) menggunakan asam organik campuran (Laynexa) yang terdiri dari asam fumarat (0,5%), asam laktat (5,13%), asam sitrat (5,44%) dan asam askorbat (1,2%) dengan proporsi 0,05% menunjukan bahwa produksi telur lebih baik pada unggas yang diberi asam organik (P<0,05). Namun kualitas dan berat telur tidak dipengaruhi oleh suplementasi zat aditif ini. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa asam organik memiliki efek perlindungan, menunjukkan bahwa, respons terhadap kondisi saluran pencernaan yang lebih baik yang disediakan oleh asam organik serupa dengan apa yang telah diamati untuk produksi telur. Penambahan Acidifier terhadap Egg Mass memberian pengaruh yang nyata (P<0,05). Dengan pemberian optimal adalah pakan basal yang diberikan penambahan 0,3% asam format dan asam fumarat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Abbas (2013) menggunakan ayam petelur berumur 68 minggu mengonsumsi air minum yang mengandung asam format dengan kadar 0,5, 1,0 dan 1,5 mL menunjukkan bahwa ayam petelur yang mengkonsumsi air minum dengan perlakuan, memberikan dibandingkan dengan tanpa perlakuan terhadap egg mass ayam petelur Pada penambahan acidifier terhadap berat telur tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pada penelitian yang dilakukan oleh Isnaini (2015) dengan menggunakan acidifier merk Kimera dengan pencampuran pakan basal + 0.4% acidifier, pakan basal + 0,2% acidifier + ragi tape 0,1% memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan hasil tertinggi sebesar 63,09±1,26g dan terendah sebesar 60,47±1,59 g. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kabir et al (2010), Haqza (2020) juga memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Penelitian terdahulu yang dilaksanakan oleh Septiana, dkk (2014), Nurul (2017), Masjid (2017). Juga tidak memberikan pengaruh pada warna kuning telur, volume putih telur. Akan tetapi, pada penelitian indeks kuning telur yang dilaksanakan oleh Yalcin, dkk (1997) memberikan hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01). Begitupun dengan volume kuning telur, penelitian yang dilakukan oleh Natsir dkk (2015) menggunakan perlakuan xii 1,0% dengan mencampurkan acidifier, bawang putih dan phyllanthus niruri L dengan campuran perbandingan ratio 4:3 dapat mempengaruhi volume kuning telur berbeda nyata signifikan (P<0,05) diduga pengaruh bawang putih dan fitobiotik dapat mempengaruhi volume kuning telur untuk penyerapan nutrisi pakan. Efek penambahan acidifier terhadap konsumsi pakan oleh Mulyani (2013) memberikan hasil yang tidak berebeda nyata (P>0,05). Akan tetapi pada penelitian oleh oleh rafacz (2005) dengan menggunakan suplemen makanan dengan kandungan asam sitrat 2-6% menunjukkan hasil signifikan (P<0,05) terhadap konsumsi pakan, penambahan bobot badan, efisiensi pakan atau konvesi pakan pada ayam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Natsir dan Osfar (2005). Membuktikan penggunaan asam laktat dan asam sitrat dapat menghambat aktivitas bakteri patogen E.Coli dan Salmonella sedangkan bakteri non patogen Lactobacillus dan Bacillus sp terjadi aktivitas pertumbuhan. Hal ini dapat meningkatkan kesehatan ternak dan menekan angka mortalitas pada ternak. Tidak seperti penelitian yang dilakukan Abbas (2013) menggunakan ayam petelur berumur 68 minggu mengonsumsi air minum yang mengandung asam format tidak memberikan pengaruh signifikan (P>0,05) terhadap mortalitas pada ayam. Penelitian tersebut membuktikan bahwa asam format tidak mempengaruhi mortalitas pada ayam petelur fase finisher. Hasil studi litaratur ini bahwa penggunaan acidifier dalam pakan dapat menggantikan antiobiotik sebagai aditif dalam pakan itik petelur. Selain itu juga Penggunaan acidifier dapat mempengaruhi kualitas telur, produksi telur, mortalitas, FCR, HDP, dan Egg mass pada itik petelur pada konsentrasi asam organik 0,2% dan 0,3%

    Pengaruh Substitusi Jagung Dengan Bungkil Inti Sawit Hasil Olahan Dalam Pakan Terhadap Bobot Karkas, Persentase Karkas, Dan Potongan Karkas Itik Hibrida

    No full text
    Daging itik merupakan salah satu pilihan sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan protein hewani yang murah dan mudah didapat. Daging itik mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang, serta nilai gizi yang tinggi. Peran penting dalam usaha peternakan itik adalah ketersediaan pakan ternak, hal tersebut menjadikan biaya pakan merupakan komponen terbesar. Bahan pakan terbesar sebagai sumber energi dalam peternakan unggas adalah jagung. Kendala yang sering terjadi pada usaha peternakan adalah fluktuasi harga bahan pakan dan persaingan dalam penggunaannya karena berdampak pada biaya pakan pakan, sehingga diperlukan adanya substitusi bahan pakan sumber energi (jagung) dengan bahan pakan sumber energi lainnya yang dibudidayakan di Indonesia dengan produksi yang melimpah untuk menekan biaya pengadaan bahan pakan, satu diantaranya adalah Bungkil Inti Sawit (BIS). BIS merupakan salah satu hasil samping agroindustri dari pembuatan minyak inti sawit dengan kadar 45-46% dari inti sawit. BIS memiliki kandungan protein yang rendah 15,40% dan serat kasarnya tinggi yaitu 19,62%. Tingginya kandungan serat kasar tersebut menyebabkan penggunaan BIS dalam pakan itik menjadi terbatas karena sulit untuk dicerna dan dimanfaatkan secara optimal oleh itik. Teknologi pengolahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecernaan dari BIS adalah dengan penambahan enzim mananase. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh substitusi jagung dengan bungkil inti sawit hasil olahan dalam pakan terhadap bobot karkas, persentase karkas, dan potongan karkas itik hibrida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi jagung dengan bungkil inti sawit hasil olahan dalam pakan terhadap bobot karkas, persentase karkas, dan potongan karkas itik hibrida. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui persentase terbaik dalam penggunaan BIS sebagai pengganti jagung dalam pakan terhadap bobot karkas, persentase karkas, dan potongan karkas itik hibrida. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber informasi dan inovasi baru untuk peternak itik hibrida, mahasiswa peternakan, dan pemerintah yang berwenang di bidang peternakan dan pertanian guna meningkatkan produktivitas ternak itik hibrida. Materi pada penelitian ini menggunakan itik hibrida hasil persilangan dari itik Peking jantan dan itik Khaki Campbell betina dengan menggunakan itik sebanyak 100 ekor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa percobaan lapang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan dan masing-masing terdiri dari 5 ekor itik. Perlakuan penelitian adalah P0: pakan tanpa substitusi jagung (pakan basal), P1: pakan substitusi jagung dengan tepung bungkil inti sawit 25%, P2: pakan substitusi jagung dengan tepung bungkil inti sawit 50%, P3: pakan substitusi jagung jagung dengan tepung bungkil inti sawit 75%, P4: pakan pengganti jagung dengan tepung bungkil inti sawit 100%. Variabel yang diamati adalah bobot karkas, persentase karkas, dan bagian karkas (dada, paha, sayap, dan punggung). Analisis data dari penelitian ini menggunakan Analysis of Covariance (Ancova), kemudian dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan’s (UJBD) apabila terdapat pengaruh nyata atau sangat nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung bungkil inti sawit sebagai pengganti jagung tidak bepengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot karkas, persentase karkas, dada, sayap, dan punggung, namun memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase paha bawah. Berdasarkan hasil analisis statistik, bobot karkas perlakuan P1 (1301,50 ± 21,44 g/ekor) dan persentase karkas perlakuan P1 (65,87 ± 1,15 %) menunjukkan rata-rata tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Pada persentase potongan karkas, rata-rata tertinggi pada masing-masing bagian yaitu, dada P2 (29,60 ± 2,75 %); punggung P3 (16,35 ± 2,18 %); sayap P4 (15,45 ± 2,20 %); dan paha bawah yaitu P3 (19,03 ± 1,32 %). Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung bungkil inti sawit dengan persentase mencapai 20% dalam pakan dapat memberikan hasil yang sama terhadap bobot karkas, persentase karkas, dan potongan karkas, akan tetapi dapat meningkatkan bobot paha bawah

    Pengaruh Substitusi Jagung Dengan Bungkil Inti Sawit Hasil Olahan Dengan Enzim Mananase Terhadap Persentase Organ Dalam, Panjang Dan Lebar Caeca Itik Hibrida

    No full text
    Itik hibrida merupakan salah satu jenis itik yang dimanfaatkan untuk diambil telur dan dagingnya. Daging itik menjadi salah satu alternatif dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah usaha budidaya ternak itik yang ketersediaannya harus selalu terpenuhi. Kualitas pakan menentukan nilai produktivitas dan kualitas ternak itik. Salah satu bahan pakan pakan itik adalah jagung. Harga jagung yang fluktuatif dan pengadaannya masih bergantung pada impor sehingga hal tersebut mendorong peternak untuk mencari bahan pakan alternatif lain yang memiliki nilai nutrisi hampir sama dengan jagung. Bungkil inti sawit merupakan hasil samping dari industri minyak kelapa sawit (CPO / crude palm oil/) yang potensinya cukup tinggi di Indonesia. Kandungan nutrisi BIS cukup baik, protein kasar 15 - 20%, lemak kasar 2,0 10,6%., serat kasar 13 - 21,30%., NDF 46,7 –66,4%., ADF 39,6 - 44%., energi kasar 19,1 - 20,6 MJ/kg., abu 3 - 12%., kalsium 0,20 - 0,4., dan fosfor 0,48 - 0,71% . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi jangung dengan bungkil inti sawit hasil olahan yang mempunyai kandungan nutrisi yang baik, rendah akan serat kasar, nilai kecernaan yang tinggi dan harga yang murah sehingga diharapkan dapat nantinya digunakan sebagai substitusi terhadap persentase organ dalam, lemak abdominal, Panjang dan lebar caeca pada itik hibrida. Materi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah 100 ekor itik pedaging strain Hibrida yang merupakan persilangan dari itik Peking (jantan) dan Khaki Campbell (betina) berumur 21 hari tanpa dibedakan jenis kelaminnya (non-sexing). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan lapang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model tabel ANCOVA dan dilanjutkan dengan analisis Duncan jika terjadi perbedaan nyata, dikarenakan pada itik hibrida proses breeding tidak ada seleksi telur dan DOD yang mengakibatkan keofisien keragamannya tinggi. Penilitian ini terdiri dari 5 perlakuan 4 kali ulangan. Masing-masing ulangan 5 ekor itik pedaging. Perlakuan yang digunakan adalah: P0: Menggunakan pakan basal tanpa substitusi bungkil inti sawit, P1: Pakan menggunakan substitusi jagung dengan bungkil inti sawit 25 %, P2: Pakan menggunakan substitusi jagung dengan bungkil inti sawit 50 %, P3: Pakan menggunakan substitusi jagung dengan bungkil inti sawit 75 %, P4: Pakan menggunakan substitusi jagung dengan bungkil inti sawit 100%. Variabel yang diamati adalah persentase organ dalam (gizzard, jantung, hati, limpa, pankreas), lemak abdominal dan ukuran caeca (panjang dan lebar caeca). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggantian jagung dengan tepung bungkil inti sawit hasil olahan tidak memberikan pengaruh berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase berat gizzard, jantung, hati, limpa, pancreas, lemak abdominal, dan ukuran caeca (panjang dan lebar caeca). Rataan persentase berat gizzard dari terkecil hingga terbesar adalah P0(2,69±0,20)%, P2(2,83±0,47)%, P1(2,94±0,50)%, P4(2,99±0,37)% dan P3(3,25±0,57)%. Rataan presentase berat jantung dari terkecil hingga terbesar P1(0,595±0,024)%, P3(0,6043±0,109)%, P4(0,632±0,097)%, P0(0,633±0,085)%, P2(0,679±0,100)%. Pengantian jagung dengan tepung bungkil inti sawit hasil olahan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase berat hati dengan rataan persentase berat hati dari terkecil hingga terbesar P1(1,904±0,087)%, P4(1,924±0,168)%, P0(2,046±0,233)%, P2(2,059±0,437)%, P3(2,196±0,779)%. Selanjutnya, penggunaan tepung bungkil inti sawit sebagai pengganti jagung memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase berat limpa. Rataan berat limpa dari terkecil hingga terbesar adalah P1(0,063±0,021)%, P0(0,066±0,009)%, P3(0,067±0,020), P4(0,067±0,013), P2(0,081±0,041). Perlakuan pada penelitian ini memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase berat pankreas dengan rataan dari terkecil hingga terbesar adalah P2(0,253±0,024)%, P4(0,263±0,036)%, P1(0,269±0,061)%, P3(0,307±0,081)%, P0(0,320±0,020)%. Selanjutnya, perlakuan yang diberikan tidak berbeda nyata terhadap persentase berat lemak abdominal (P>0,05) dengan rataan P4(1,539±1,142)%, P3(1,605±0,857)%, P2(2,059±0,437)%, P0(2,267±1,229)%, P1(2,695±0,657)%. Persentas lemak abdominal terendah ditujukkan oleh P4 dengan penggantian jagung dengan tepung bungkil inti sawit sebesar 100%. Selanjutnya, perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap ukuran caeca. Ukuran caeca diketahui melalui pengukuran panjang dan lebar caeca. Rataan panjang caeca dari yang terpanjang ke terpendek adalah P0(15,53±1,45)%, P1(16,16±2,33)%, P2(16,48±1,22)%, P4(16,56±2,06)%, P3(17,01±3,13)%. Selanjutnya rataan lebar caeca dari yang terkecil hingga ke terbesar adalah P2(1,56±0,20)%, P1(1,70±0,44)%, P4(1,75±0,35)%, P3(1,86±0,45)%, P0(1,88±0,22)%. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggantian jagung dengan tepung bungkil inti sawit hasil olahan dalam pakan memberikan hasil yang sama terhadap persentase organ dalam (gizzard, jantung, hati, limpa, pankreas), lemak abdominal dan ukuran caeca

    Pengaruh Substitusi Jagung Dengan Tepung Bonggol Pisang Hasil Olahan Dalam Pakan Terhadap Penampilan Produksi Itik Hibrida

    No full text
    Tepung bonggol pisang merupakan bonggol pisang yang telah melalui proses pengolahan yaitu pencacahan, pengeringan, penggilingan. Tepung bonggol pisang memiliki kandungan BK 91,56 %, PK 1,72 %, SK 7,98 %, LK 1,15 %, dan karbohidrat 88,16 %. Tepung bonggol pisang memiliki kandungan serat kasar yang tinggi dan protein yang rendah sehingga diperlukan pengolahan lebih lanjut yaitu dengan penambahan mikronutrien pada bahan pakan agar kandungan nutrisi bonggol dapat menyamai kandungan nutrisi jagung. Pengolahan dilakukan melalui proses fermentasi dengan penambahan Meat Bone Meal (MBM), DL-methionine, dan lisin untuk meningkatkan kandungan protein serta penambahan enzim selulase untuk menurunkan kadar serat kasar pada bonggol pisang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan mengukur pengaruh substitusi jagung dengan tepung bonggol pisang hasil olahan dalam pakan terhadap penampilan produksi itik Hibrida yang meliputi konsumsi pakan, bobot badan akhir, konversi pakan, Income Over Feed Cost (IOFC), mortalitas, dan Indeks Produksi (IP). Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober hingga November 2020 di kandang itik milik Bapak Jianto yang beralamatkan di Desa Rejoso, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur. Analisis kandungan bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur serta Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik pedaging dengan strain Hibrida yang merupakan hasil persilangan antara itik Peking (jantan) dengan itik Khaki Campbell (betina) sebanyak 100 ekor dengan umur 21 hari dan tidak dibedakan jenis kelaminnya (non-sexing). Itik Hibrida yang digunakan memiliki rataan bobot badan yaitu 421,31 ± 183,90 g dengan koefisien keragaman sebesar 43,65 %. Kandang yang digunakan terdiri dari 20 pen dengan ukuran panjang 1 m, lebar 1 m, dan tinggi 0,5 m. Setiap pen diisi dengan 5 ekor itik Hibrida dan dilengkapi dengan tempat minum dan tempat pakan serta alas kandang dilengkapi dengan sekam. Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan lapang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Masing-masing ulangan terdiri dari 5 ekor itik Hibrida. Perlakuan terdiri dari P0: Pakan tanpa substitusi Tepung Bonggol Pisang Olahan (TBPO), P1: Pakan dengan substitusi jagung dengan TBPO 25%, P2: Pakan dengan substitusi jagung dengan TBPO 50%, P3: Pakan dengan substitusi jagung dengan TBPO 75%, P4: Pakan dengan substitusi jagung dengan TBPO 100%. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah penampilan produksi itik Hibrida yang terdiri dari beberapa parameter yaitu konsumsi pakan, bobot badan akhir, konversi pakan, Income Over Feed Cost (IOFC), mortalitas, dan Indeks Produksi (IP). Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis kovarian (ANCOVA) dari Rancangan Acak Lengakap (RAL) dengan 5 perlakuan 4 ulangan. Apabila hasil penelitian menunjukan perbedaan sangat nyata (P<0,01) atau berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan’s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata (P0,05) terhadap bobot badan akhir. Rataan bobot badan akhir secara berurutan dari yang terkecil hingga terbesar yaitu P1 (1588,30±161,38 g/ekor), P2 (1611,90±26,10 g/ekor), P3 (1621,85±73,43 g/ekor), P4 (1663,24±83,48 g/ekor), P0 (1758±52,20 g/ekor). Bobot badan akhir terendah yaitu pada P1 dengan substitusi jagung dengan TBPO 25% dan bobot badan akhir tertinggi yaitu pada P0 dengan jagung 100% tanpa substitusi TBPO. Selanjutnya, perlakuan memberikan pengaruh nyata (P0,05) terhadap Income Over Feed Cost (IOFC). Rataan IOFC secara berurutan dari yang terkecil hingga terbesar yaitu P2 (652,64±1014,42 Rp/ekor), P3 (1522,97±2280,76 Rp/ekor), P0 (3457,73±2462,01 Rp/ekor), P4 (4222,82±1197,51 Rp/ekor), P1 (4412,46±2025,55 Rp/ekor). IOFC terendah yaitu pada P2 dengan substitusi jagung dengan TBPO 50% dan IOFC tertinggi yaitu pada P1 dengan substitusi jagung dengan TBPO 25%. Selanjutnya, perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap mortalitas. Angka mortalitas pada penelitian ini yaitu sebesar 5% pada P4 dengan substitusi jagung dengan TBPO 100%. Perlakuan juga memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap Indeks Produksi (IP). Rataan nilai IP secara berurutan dari yang terkecil hingga terbesar yaitu P2 (90,54±2,58), P3 (93,90±10,00), P4 (104,05±6,97), P1 (105,74±16,72), P0 (113,82±11,65). IP terendah yaitu pada P2 dengan substitusi jagung dengan TBPO 50% dan nilai IP tertinggi yaitu pada P0 dengan jagung 100% tanpa substitusi TBPO. Kesimpulan dari penelitian ini adalah substitusi jagung dengan tepung bonggol pisang hasil olahan dalam pakan pada level 100% mampu meningkatkan bobot badan akhir dan Income Over Feed Cost (IOFC), belum dapat menurunkan nilai konversi pakan dan belum mampu meningkatkan Indeks Produksi (IP), namun memberikan hasil yang sama terhadap konsumsi pakan dan mortalitas itik Hibrida. Perlakuan terbaik dari keenam variabel yang meliputi konsumsi pakan, bobot badan akhir, konversi pakan, Income Over Feed Cost (IOFC), mortalitas, dan Indeks Produksi (IP) terdapat pada P1 dengan penggunaan tepung bonggol pisang hasil olahan dalam pakan pada level 25%

    Pengaruh Lama Pemanasan Autoklaf Terhadap Kandungan Zat Antinutrisi Dan Zat Makanan Biji Rami (Linum Usitatissimum) Sebagai Bahan Pakan Ayam Pedaging

    No full text
    Konsumsi pangan protein asal hewan yang berasal dari ayam ras pedaging yang terus meningkat setiap tahunnya merepresentasikan adanya tren food quality awareness. Kondisi ini menimbulkan tuntutan dari masyarakat akan kualitas daging ayam pedaging. Seiring dengan hal tersebut, permintaan pakan ayam semakin meningkat baik secara jumlah maupun kualitas. Pakan yang baik yaitu pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dari ternak. Pakan sumber protein yaitu pakan yang mengandung protein lebih dari 20 %. Biji rami merupakan bahan yang berpotensi menjadi bahan pakan sumber protein bagi ternak ayam pedaging, karena memiliki kandungan protein 20,3 g/ 100 gram biji rami. Pemanfaatan biji rami sebagai pakan juga memiliki nilai tambah karena adanya profil lemak polysaturated fatty acid (PUFA) termasuk alpha-linolenic acid (ALA) berpotensi menghasilkan produk daging ayam berspesifikasi omega-3 untuk menjawab kekhawatiran konsumen akan dampak negatif lemak pada daging ayam. Namun, kandungan zat antinutrisi tanin sebesar 2,45 % dan asam fitat berkisar 23-33 g/kg tepung biji rami menjadi faktor pembatas dalam pemanfaatannya sebagai bahan pakan ternak karena antinutrisi berlebihan berikatan dengan zat nutrien dan menghambat penyerapannya, hal ini berakibat pada penurunan pertumbuhan serta dapat menimbulkan keracunan pada ternak. Teknologi pengolahan pemanasan biji rami menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC diharapkan mampu menonaktifkan antinutrisi tanin dan asam fitat; melunakkan struktur serat kasar, ADF, dan NDF; serta dengan adanya panas yang disertai tekanan diharapkan mampu mempertahankan bahkan meningkatkan kandungan nutrisinya yang meliputi Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), Lemak Kasar (LK), Abu, dan Gross Energy (GE). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pemanasan menggunakan autoklaf terhadap kandungan zat antinutrisi dan zat makanan biji rami (Linum usitatissimum) sebagai bahan pakan ayam pedaging. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi mengenai pengaruh lama pemanasan menggunakan autoklaf terhadap kandungan zat antinutrisi dan zat makanan biji rami (Linum usitatissimum) sebagai bahan pakan ayam pedaging dalam upaya penggantian bekatul, sehingga didapatkan bahan pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi ayam pedaging sebagai upaya efisiensi pakan. Penelitian dilaksakaan mulai 25 Oktober – 25 November 2021 berlokasi di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya untuk melakukan pemanasan biji rami (Linum usitatissimum) menggunakan autoklaf; Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak (NMT) Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya untuk analisa BK, Abu, NDF, dan ADF; Laboratorium Pakan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar untuk analisa kandungan PK, GE, LK, dan SK; dan Laboratorium Universitas Gajah Mada untuk analisa kandungan tanin dan asam fitat. Materi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 kg biji rami (Linum usitatissimum). Biji rami (Linum usitatissimum) didapatkan dari Pasar Splendid, Kota Malang. Autoklaf yang digunakan adalah jenis Steam- Flush Pressure- Pulse dengan menggunakan suhu 121 oC dan tekanan 1,5 atm. Perlakuan dalam penelitian ini adalah P0 (tanpa pemanasan menggunakan autoklaf), P1 (pemanasan menggunakan autoklaf selama 5 menit), P2 (pemanasan menggunakan autoklaf selama 10 menit), dan P3 (pemanasan menggunakan autoklaf selama 15 menit). Variabel yang diamati selama penelitian meliputi kandungan zat antinutrisi tanin dan asam fitat biji rami (Linum usitatissimum) sebelum dan sesudah pemanasan menggunakan autoklaf, kandungan zat makanan yang terdiri dari BK, PK, LK, SK, abu, dan GE biji rami (Linum usitatissimum) sebelum dan sesudah pemanasan menggunakan autoklaf, dan kandungan ADF dan NDF biji rami (Linum usitatissimum) sebelum dan sesudah pemanasan menggunakan autoklaf. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan analysis of variance (ANOVA) dari ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL), apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD). Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan lama pemanasan autoklaf memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan zat antinutrisi, kandungan zat makanan, serta kandungan fraksi serat ADF dan NDF. Rata-rata kandungan zat antinutrisi tanin biji rami tertinggi yaitu P0 sebesar 3,01±0,00 % dan terendah yaitu P3 sebesar 2,03±0,01 %. Asam fitat tertinggi yaitu P0 sebesar 42,96±0,05 % dan terendah yaitu P3 sebesar 20,00±0,06 %. Rata-rata kandungan zat makanan biji rami hasil penelitian pada Bahan Kering (BK) tertinggi yaitu P0 sebesar 96,54 ± 0,12 % dan terendah yaitu P2 sebesar 94,41 ± 0,07 %; Protein Kasar (PK) tertinggi yaitu P0 sebesar 21,97 ± 0,73 % dan terendah yaitu P2 sebesar 19,49 ± 0,01 %; Serat Kasar (SK) tertinggi yaitu P1 sebesar 22,00 ± 0,08 % dan terendah yaitu P0 sebesar 13,90 ± 0,02 %; Lemak Kasar (LK) tertinggi yaitu P0 sebesar 31,76 ± 0,04 % dan terendah yaitu P3 sebesar 20,76 ± 0,06 %; Abu tertinggi yaitu P3 sebesar 3,31 ± 0,01 % dan terendah yaitu P1 sebesar 3,15 ± 0,01 %; Gross Energy (GE) tertinggi yaitu P0 sebesar 6125,65±7,65 kkal/kg dan terendah yaitu P2 sebesar 5696,40±4,01 kkal/kg. Rata-rata kandungan fraksi serat analisa van soest ADF tertinggi yaitu P1 sebesar 34,98±0,12 % dan terendah yaitu P0 sebesar 29,21±0,04 %; kandungan NDF tertinggi yaitu P1 sebesar 45,82±0,16 % dan terendah yaitu P3 sebesar 33,45±0,09 %. Disimpulkan bahwa lama pemanasan biji rami (Linum ustatissimum) menggunakan autoklaf dapat menurunkan kadar antinutrisi tanin dan asam fitat dengan penurunan kandungan zat makanan pada bahan kering, protein kasar, lemak kasar, dan gross energy, serta penurunan fraksi serat Neutral Detergent Fiber (NDF). Selain itu, terdapat peningkatan kandungan zat makanan pada serat kasar dan abu, serta peningkatan fraksi serat Acid Detergent Fiber (ADF). Perlakuan terbaik adalah pemanasan biji rami (Linum ustatissimum) menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC dengan tekanan 1,5 atm selama 15 menit
    corecore