15 research outputs found
Studi Simulasi Pola Operasi Waduk Bendungan Tiu Kulit di Pulau Sumbawa
Pembangunan waduk bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air dengan memperhatikan
produksi dan kapasitas waduk. Bendungan Tiu Kulit di Nusa Tenggara Barat memiliki
tampungan efektif sebesar 7,15 juta m3 dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air baku,
irigasi, dan air minum ternak. Studi optimasi pola operasi dilakukan untuk menentukan pola
operasi waduk yang tepat berdasarkan kondisi musim dan keanekaragaman kebutuhan.
Penelaahan operasi dan simulasi pengoperasian waduk dilakukan untuk jangka waktu tertentu
berdasarkan aturan yang ditetapkan.
Dari hasil simulasi tampungan waduk pada tahun kering, normal, dan basah, dapat
disimpulkan bahwa pada periode tahun kering, waduk masih dapat memenuhi kebutuhan air
baku, irigasi, dan air minum ternak secara penuh dengan pengeluaran air maksimal sebesar
1.20 m3/dtk. Pada periode tahun normal, debit inflow tahunan secara keseluruhan dapat
memenuhi kebutuhan air 100% dengan pengambilan air maksimal sebesar 1.20 m3/dtk tanpa
terjadi defisit pada seluruh periode 15 harian di semua bulan. Sedangkan pada periode tahun
basah, waduk akan mengalami spillout pada semua debit inflow tahunan, namun tetap dapat
memenuhi kebutuhan air maksimal sebesar 1.20 m3/dtk.
Hasil pola operasi Waduk Tiu Kulit adalah bahwa pola operasi tergantung pada kondisi
tahunan, yaitu tahun kering, normal, atau basah. Pada tahun kering, elevasi dibatasi pada
+53.07 m dengan debit outflow maksimum sebesar 1.20 m3/dtk. Pada tahun normal, elevasi
awal operasi pada +57.00 m dengan debit outflow maksimum sesuai kebutuhan sebesar 1.20
m3/dtk. Pada tahun basah, operasi dilakukan pada elevasi NWL +57.00 m dengan pengeluaran
debit outflow sesuai dengan kebutuhan maksimum. Pada seluruh debit inflow kondisi tahun
normal juga menghasilkan elevasi di akhir periode pada elevasi NWL +57.00 m. Kondisi ideal
untuk tahun basah adalah pada elevasi +57.00 m dimana semua debit inflow kondisi tahun
basah dapat terjadi kondisi seimbang dan muka air minimum pada tahun berikutnya adalah
sama atau lebih besar dari tahun sebelumnya
Perencanaan Pengembangan Tata Air Daerah Irigasi Rawa (Non-Pasang Surut) Binawara Kabupaten Tanah Bumbu
Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai daerah rawa yang berpotensi untuk
dikembangkan dan ditingkatkan pengelolaannya menjadi Daerah Irigasi Rawa teknis. Pada
Kecamatan Kusan Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu terdapat Daerah Irigasi Rawa yang masih
memerlukan pengelolaan yang lebih baik terkait pengaturan sistem tata air dan pola
tanamnya, yaitu Daerah Irigasi Rawa Binawara.
Pada perencanaan ini dilakukan proses pengolahan data curah hujan untuk mendapatkan
curah hujan rancangan dengan kala ulang lima tahun. Pengolahan data curah hujan ini tak
terlepas dari uji-uji statistika dengan tujuan untuk mengetahui apakah data curah hujan
tersebut layak digunakan atau tidak. Curah hujan rancangan ini diolah untuk mengetahui
debit recana yang didapatkan dari hasil analisis pola tanam rencana serta modulus drainase.
Pola tanam rencana yang dianalisis sebanyak tiga alternatif yang kemudian dipilih satu pola
tanam rencana saja berdasarkan kebutuhan air tertinggi. Perencanaan saluran baru
didapatkan dari hasil pengolahan debit drainase yang kemudian dianalisis menggunakan
bantuan perangkat lunak yaitu Hec-Ras versi 6.2. Analisis Hec-Ras bertujuan untuk
mengetahui perilaku hidrolik serta pengoperasian pintu air pada saluran eksisting dan
rencana.
Hasil yang didapatkan yaitu untuk kebutuhan air di sawah sebesar 1.45 lt/dt/ha.
Sementara itu, debit yang mengalir pada saluran rencana memiliki nilai terkecil sebesar 0.01
m3/dt pada saluran tersier Ray 4 Ka, sedangkan untuk debit terbesar sebesar 5.29 m3/dt pada
saluran primer binawara. Untuk hasil pemrograman Hec-Ras yaitu saluran eksisting tidak
dapat menampung debit rencana sehingga diperlukan perencanaan dimensi saluran baru
serta penambahan beberapa saluran tersier guna meningkatkan luas lahan yang dapat
ditanami. Berdasarkan analisis dimensi saluran rencana, saluran yang memiliki dimensi
terkecil yaitu saluran tersier Ray 4 Ka dengan lebar dasar 0.25 m dan tinggi 0.66 m.
Sedangkan saluran terbesar yaitu saluran Primer Binawara dengan lebar dasar 5.00 m dan
tinggi 2.20 m. Untuk analisis bukaan pintu berdasarkan pemrograman Hec-Ras, tinggi
bukaan pintu terkecil sebesar 0.05 m pada pintu air saluran primer binawara dan tinggi
bukaan pintu terbesar yaitu 0.60 m pada pintu air saluran sekunder 1. Tinggi bukaan pintu
tersebut merupakan tinggi minimal berdasarkan kebutuhan debit pada saluran tertentu
Penilaian Kinerja Sistem Irigasi Di Daerah Irigasi Kaliboto, Kabupaten Kediri
Swasembada beras merupakan tujuan yang tertuang pada program Nawacita Pemerintah
Indonesia. Salah satu faktor tujuan tersebut dapat tercapai adalah dengan terciptanya kinerja
jaringan irigasi yang baik di seluruh Indonesia. Seiring berjalannya waktu kinerja jaringan
irigasi pada suatu Daerah Irigasi dapat mengalami penurunan. Integrated Participatory
Development and Management of Irrigation Program (IPDMIP) merupakan program di
bidang irigasi yang salah satu dampaknya untuk pemeliharaan sistem irigasi, termasuk Daerah
Irigasi Kaliboto Kabupaten Kediri.
Dalam upaya meningkatkan pengelolaan aset irigasi pada Daerah Irigasi Kaliboto perlu
dilakukan penelusuran dan penilaian Kinerja Sistem Jaringan Irigasi pada Daerah Irigasi
Kaliboto menggunakan manajemen aset yakni melalui aplikasi Epaksi dan metode manual PU
sebagai perbandingannya. Penilaian yang dilakukan mencakup penilaian kondisi fisik mapun
non fisik yang mengahsilkan produk berupa nilai indeks aset jaringan irigasi guna mengetahui
kondisi aset dan skala prioritas perbaikan.
Berdasarkan peneletian yang sudah dilakukan didapat hasil bahwa Indeks Kinerja Sistem
Irigasi daerah irigasi Kaliboto sebesar 63,79% (sedang) dengan metode manual PU dan
70,96% (sedang) dengan aplikasi Epaksi. Total 16 bangunan dan 8 saluran yang ditemukan
saat survei lapangan.
Terdapat 2 bangunan dan 3 saluran yang masuk kedalam prioritas perbaikan dengan
biaya perbaikan sebesar Rp. 9.310.014. Untuk Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan
Pemeliharaan (AKNOP) pada Daerah Irigasi Grogol Kabupaten Kediri sebesar Rp.
547.339.253
Evaluasi Dimensi dan Stabilitas Tanggul Kali Lamong di Kabupaten Gresik Jawa Timur.
Kali Lamong memiliki luas Daerah Aliran Sungai (DAS) sekitar 720 km2 yang berada
di Propinsi Jawa Timur. Penggunaan daerah sempadan sebagai permukiman warga di sepanjang
Kali Lamong turut menjadi penyebab banjir, padahal menurut Peraturan Menteri PUPR No.
28/PRT/M/2015, garis sempadan untuk sungai bertanggul di kawasan perkotaan minimal
berjarak 5 meter dari kaki luar tanggul sepanjang alur sungai. Dampak dari meluapnya Kali
Lamong dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai setiap tahunnya
hal ini menyebabkan sawah, akses jalan raya, jalan pedesaan, dan sekolah terendam.
Hal tersebut menyimpulkan bahwa pembuatan tanggul yang memenuhi syarat secara
teknis menjadi sangat krusial demi menghindari bencana banjir yang lebih parah dan meluas.
Pada kondisi banjir ekstrem dengan aliran sungai yang kuat, kejadian keruntuhan tanggul tanah
akibat erosi (erosion) atau gerusan (scour) harus mendapatkan perhatian yang lebih serius.
Maka perlu diketahui bagaimana kondisi tanah eksisting terhadap erosi atau gerusan, hal
tersebut dapat dilakukan dengan pengujian erodibilitas dari Briaud et al. (2017) yang dilakukan
pada tanah sesuai klasifikasi USCS untuk membuat grafik kerentanan terhadap erosi sesuai
referensi dari Briaud (2008).
Berdasarkan kondisi tanah eksisting daerah Kali Lamong dan variasi dimensi pada
parameter studi ini diketahui bahwa pondasi tanah tanggul merupakan faktor paling penting
dalam pengaruh kenaikan faktor keamanan sebuah tanggul. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa variasi kondisi tanah yang paling aman/stabil untuk pembangunan tanggul adalah variasi
I yaitu dengan tanah material timbunan c = 20 kPa; φ = 35° γ = γwet = 22 KN/m3 dan pondasi
c = 6 kPa; φ = 15° γ = γwet = 16 KN/m3, variasi III yaitu dengan tanah material timbunan c =
18 kPa; φ = 30° γ = γwet = 16 KN/m3 dan pondasi c = 6 kPa; φ = 15° γ = γwet = 16 KN/m3 serta
variasi V yaitu dengan tanah material timbunan c = 16 kPa; φ = 25° γ = γwet = 14 KN/m3 dan pondasi c = 6 kPa; φ = 15° γ = γwet = 16 KN/m3. Material pondasi dari ketiga variasi tersebut
berupa tanah lunak dengan material timbunan bagus, sedang dan buruk, dengan variasi dimensi
tinggi tanggul bagian dalam (water-side) 3 m dengan setiap variasi tinggi jagaan. Pada grafik
evaluasi dapat diketahui pengaruh parameter kondisi tanah, geometrik, dan muka air terhadap
nilai faktor keamanan tanggul eksisting Kali Lamong. Dari grafik evaluasi stabilitas tanggul
eksisting Kali Lamong diketahui bahwa pada setiap parameter variasi kondisi tanah untuk sisi
tanggul bagian dalam (water-side) mengalami kenaikan nilai faktor keamanan ketika tinggi
tanggul bagian dalam (water-side) bertambah, sedangkan untuk sisi tanggul bagian luar (land-
side) mengalami penurunan nilai faktor keamanan ketika tinggi tanggul bagian dalam (water-
side) bertambah. Gerusan yang terjadi pada tanah eksisting kawasan Kali Lamong yang telah
diuji pada Laboratorium Tanah Jurusan Teknik Pengairan menurut klasifikasi USCS bahwa
tanah jenis CH masuk ke dalam kategori erodibilitas II – III (high until medium erodibillity) dan
MH memasukki kategori erodibilitas III – IV (medium until low erodibility) sesuai dengan grafik
Briaud (2008)
Studi Penilaian Kinerja Sistem Irigasi Menggunakan Aplikasi EPAKSI dan Metode Fuzzy Set Theory di Daerah Irigasi Ketapang Barat Kabupaten Sampang
Daerah Irigasi Ketapang Barat sistem irigasinya tidak berjalan seperti apa yang
diharapkan. Faktor yang terjadi dikarenakan adanya beberapa permasalahan yakni
permasalahan teknis dan non teknis. Permasalahan teknis sendiri dikarenakan adanya
sedimentasi yang cukup tinggi sedangkan untuk permasalahan non teknis dikarenakan
tidak taatnya para petani pada saat pembagian air. Untuk mengatasi permasalahan ini yang
perlu dilakukan adalah dengan menilai kinerja sistem irigasi. Kinerja sistem irigasi yang
dinilai tersebut memakai aplikasi epaksi dan metode fuzzy set theory. Yang dimana
nantinya dari kedua metode tersebut akan dibandingkan dan dilakukan uji hipotesis.
Kemudian untuk mengetahui aspek yang perlu di prioritaskan maka menggunakan PSTEK
(Profi, Sosial, Teknik, Ekonomi, dan Kelembagaan).
Penilaian kinerja sistem irigasi epaksi mendapatkan nilai sebesar 71,91% dari 100%
sedangkan untuk kinerja sistem irigasi yang dinilai memakai fuzzy set theory
mendapatkannilai sebesar 87,87% dari 100%. Dimana antara kedua metode tersebut
setelah dilakukan uji hipotesis menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan.
Kemudian untuk aspek pertama yang perlu diprioritaskan adalah aspek teknik, kedua aspek
kelembagaan, ketiga aspek ekonomi dan yang terakhir adalah aspek sosial.
Kemudian untuk aspek kelembagaan yaitu melegalkan organisasi HIPPA (Himpunan
Petani Pemakai Air) , penanganan dan arahan aspek ekonomi adalah dengan mengadakan
optimalisasi potensi sumber daya lokal dan mengadakan pelatihan atau keterampilan
dengan bantuan permodalan dari pemerintah. Dan yang terakhir adalah aspek sosial yaitu
dengan meningkatkan kegiatan gotong-royong agar Daerah Irigasi Ketapang Barat
semakin terawatt dan berjalan sesuai dengan fungsinya
Studi Pengaruh Tata Guna Lahan Daerah Urban Sungai Brantas Ruas Kota Malang Terhadap Nitrat Dan Fosfat Dengan Pemodelan QUAL2Kw
Sungai Brantas Daerah Urban Ruas Jembatan Saxophone hingga Dam Kadalpang dengan parameter Nitrat dan Fosfat dapat dikatakan baik secara fisik, namun secara kualitas air dapat dikatakan buruk dikarenakan berubahnya tata guna lahan dan peningkatan penduduk pada tiap tahunnya. Penilitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April tahun 2022 dengan panjang 4.5 km
Analisis Hidrolis Uji Model Fisik Bendung Mena, Kabupaten Timor Tengah Utara
Bendung Mena merupakan salah satu infrastruktur untuk mengatasi masalah
pemenuhan kebutuhan air irigasi daerah Mena, sebagai suatu upaya konservasi sumber daya
air. Sungai Mena merupakan salah satu sungai yang melintasi Kabupaten Timor Tengah Utara
dan terletak pada DAS Oemanu yang memiliki luas sebesar 362,80 km2. Berhulu pada Sungai
Noel Oemanu dan bermuara di Selat Ombai, Sungai Mena memiliki panjang 29,25 km.
Sedangkan Bendung Mena secara administratif terletak di Desa Kaubele Kecamatan Biboki
Moenleu dan Desa Humusu Oekolo Kecamatan Insana Utara Kabupaten Timor Tengah Utara.
Daerah Irigasi Mena mempunyai 2 pintu pengambilan kiri dan kanan. Kondisi Bendung Mena
mengalami kerusakan sehingga mengalami penurunan fungsi yang cukup beasr. Menanggapi
hal tersebut maka Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Timor Tengah utara merencanakan
proyek rehabilitasi D.I Mena untuk memperbaiki fungsi dan kinerja bangunan Bendung Mena
serta memperluas areal irigasi dengan menambahkan saluran intake kanan. Dengan adanya
penambahan intake sebagai upaya meluaskan daerah irigasi, perlu adanya perencanaan yang
matang terhadap sistem intake tersebut yang meliputi: pintu pengambilan (intake), kantong
lumpur, debit kebutuhan irigasi, dan debit pembilasan kantong lumpur. Upaya perencanaan
tersebut harus dilakukan dengan meninjau kembali perilaku hidrolik desain Bendung Mena
terhadap perubahan-perubahan yang diterapkan serta untuk melihat juga efektivitas intake
tersebut. Berdasarkan uji model Bendung Mena, dihasilkan kondisi aliran pada Sungai Mena
dengan menggunakan parameter bilangan Froude (Fr) menunjukkan aliran sub-kritis pada
sebagian besar section kecuali pada bagian pelimpah hingga peluncur pelimpah (section 0 –
III) untuk keseluruhan variasi debit. Sedangkan untuk kavitasi, menunjukkan hasil di bawah
kavitasi sehingga menunjukkan tidak terjadinya kavitasi pada seluruh variasi debit. Kondisi
gerusan pada hilir bangunan Bendung Mena dianalisis menggunakan empat metode yaitu
metode pengamatan, metode Lacey, metode Vendijh, dan Metode USBR. Dengan metode
pengamatan berbeda cukup signifikan dengan metode analitis dikarenakan perbedaan parameter yang digunakan dan juga dampak dari adanya kolam olak. Untuk kala ulang debit
Q2th dengan debit sebesar 0,037 m3/detik menghasilkan kedalaman gerusan pada metode
pengamatan sebesar 0,016 m, metode Lacey sebesar 0,117 m, Metode Vendijh sebesar 0,090
m, dan Metode USBR sebesar 0,085 m. Kala ulang debit Q10th dengan debit sebesar 0,063
m3/detik menghasilkan kedalaman gerusan pada metode pengamatan sebesar 0,021 m, metode
Lacey sebesar 0,140 m, Metode Vendijh sebesar 0,110 m, dan Metode USBR sebesar 0,115 m.
Kala ulang debit Q25th dengan debit sebesar 0,084 m3/detik menghasilkan kedalaman gerusan
pada metode pengamatan sebesar 0,022 m, metode Lacey sebesar 0,154 m, Metode Vendijh
sebesar 0,125 m, dan Metode USBR sebesar 0,136 m. Hasil pemodelan menunjukkan desain
intake bendung kanan dan kiri dapat mengalirkan kebutuhan irigasi sebesar 1,5 m3/detik pada
intake kanan dan 1,12 m3/ detik pada intake kiri. Setelah dilakukan analisis, menghasilkan debit
pembilasan paling efektif pada kantong lumpur kanan adalah 4,1 m3/detik dengan efektivitas
pengangkutan volume sedimen sebesar 75,39%, elevasi muka air +24,50 meter, dan tinggi
jagaan 0,50 mete
Analisa Hidrolika Uji Model Test Pelimpah Bendungan Pelosika Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
Kabupaten Konawe merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Sulawasi Selatan, yang dimana sebelumnya kabupaten ini bernama kabupaten kendari.
Kabupaten Konawe mempunyai beberapa sungai yang cukup potensial untuk pengembangan
pertanian, irigasi, dan pembangkit tenaga listrik, salah satunya yaitu sungai Konaweeha, Sungai
Lahumbuti, Sungai Lapoa, Sungai Lasolo, Sungai Kokapi, Sungai Toreo, Sungai Andumowu
dan Sungai Molawe. Dalam prosesnya sungai-sungai yang potensial ini dapat menjadi sebuah
permasalahan pada saat musim penghujan. Hal ini dikarenakan kurangnya pengolahan terhadap
sumber daya alam ini yang mengakibatkan kemungkinan terjadinya banjir pada saat musim
penghujan semakin tinggi. Salah satu desa yang merasakan dampaknya ialah Desa
Wonoamonapa, kecamatan Pondidaha, hal tersebut dilansir di suara.com pada bulan agustus
2021.
Salah satu langkah untuk menangani permasalahan pengolahan ini, direncanakan
bendungan Pelosika yang berlokasi di Sungai Konaweha, Kabupaten Konawe, Sulawesi
Selatan sebagai upaya konservasi air dan pemanfaatan sumber air sebagai pengairan irigasi dan
pembangkit tenaga listrik. Dalam menyempurnakan perencanaannya dilakukan uji model fisik
di Laboratorium Hidrolika Terapan Universita Brawiajya. Model test Bendungan Pelosika ialah
bangunan model berskala lebih kecil dari Bendungan Pelosika dengan mengikuti prinsip
kesebangunan hidrolis dengan memenuhi parameter-parameter yang sesuai dengan banjir
rancangan yang sudah ditentukan yaitu mulai dari Q100th, Q500th, QPMF. Hal ini bertujuan
untuk penyempurnaan desain dari Bendungan Pelosika sesuai dengan kaidah hidrolika yang
berlaku.
Studi ini dilakukan dengan mula-mula membangun konstruksi model fisik dari Bendungan
Pelosika sesuai dengan data teknis Bendungan Pelosika dari konsultan terkait. Kemudian
dibangun dengan skala 1:50 yang sudah mempertimbangkan ketelitian dan fasilitas yang
tersedia pada Laboratorium Hidrolika Terapan. Setelah itu, dilakukan pengujian pada model
test meliputi pengukuran muka air, kecepatan, tekanan hidrostatis, operasi bukaan pintu, dan
fenomena yang terjadi pada model fisik Bendungan Pelosika. Mula-mula dilakukan running
seri 0 sesuai dengan desain perencanaan awal untuk menilai kaidah hidrolika dari desain awal,
kemudian terdapat ketidak sesuain dengan kaidah hidrolika. Kemudian dilakukan
penyempurnaan desain diantaranya dengan perbaikan bangunan pengarah
Studi Optimasi Alokasi Air Irigasi Pada Daerah Irigasi Brangkal Bawah Kabupaten Madiun Menggunakan Program Dinamik
Daerah Irigasi Brangkal Bawah berada di wilayah Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun,
Jawa Timur. Areal Irigasi Daerah Irigasi Brangkal Bawah mempunyai luas baku sawah sebesar
1026 Ha. Penggunaan air irigasi di Daerah Irigasi Brangkal Bawah masih dirasa belum optimal
karena masih sering terjadi kekurangan air terutama pada musim kemarau. Permasalahan ini
terjadi karena pembagian air yang belum merata. Pemberian air harus dilakukan dengan
memperhatikan ketersediaan air yang ada sehingga perlu dilakukan optimasi untuk
mengoptimalkan pemberian air irigasi dan didapatkan keuntungan yang maksimal pula.
Teknik optimasi yang digunakan dalam studi ini adalah Program Dinamik Deterministik.
Untuk menyelesaikan masalah menggunakan program dinamik deterministik, problem dipecah
menjadi beberapa tahap (stage) sehingga didapatkan keuntungan berdasarkan pemberian air
pada tiap tahapnya. Fungsi kendala dari optimasi ini adalah luas lahan dan debit tersedia dengan
fungsi tujuan yaitu keuntungan maksimum. Tahapan optimasi pada studi ini adalah Forward
Recusrive yaitu bergerak maju dari tahap awal menuju tahap akhir yang dimulai dari B. Bk 1,
B. Bk 2, B. Bk 3, B. Bk 4, B. Bku 1, dan B. Bks 1. Kemudian dari hasil running menggunakan
excel, dilakukan pelacakan balik (back tracking) dari tahap akhir menuju tahap awal untuk
mendapatkan jalur pemberian air yang optimal.
Berdasarkan hasil optimasi, terjadi peningkatan luas tanam sebesar 51,25 Ha dan
peningkatan keuntungan sebesar 8,38%. Setelah dilakukan optimasi program dinamik,
keuntungan yang didapatkan pada musim tanam II sebesar Rp. 5.241.706.263,02, dan pada
musim tanam III sebesar Rp. 3.041.485.345,94 dengan total keuntungan adalah sebesar Rp.
8.283.191.608,9
Penilaian Indeks Kinerja Sistem Irigasi Daerah Irigasi Grogol Kabupaten Kediri Dengan Menggunakan Aplikasi Epaksi
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dianugrahi kekayaan alam dan
kesuburan tanahnya sehingga pemerintah mentargetkan untuk menjadi lumbung pangan
dunia. Oleh karena itu untuk menjaga dan mengoptimalkan pertaniannya perlu dilakukannya
penulusran dan penilaian pada Daerah Irigasi terutama pada Daerah irigasi yang mengalami
permasalahan seperti pada Daerah Irigasi Grogol kabupaten Kediri.
Penelusuran dan penilaian pada Daerah Irigasi Grogol dilakukan dengan aplikasi
Epaksi dan Metode PU. Penelusuran dilakukan dari Bendung hingga bangunan pada saluran
tersier. Berdasarkan penelusuran tersebut ditemukan 10 bangunan dan 3 saluran hilang
tertimbun urukan tanah proyek pembangunan bandara Dhoho kediri yang menyebabkan 6
bangunan dan 4 saluran tidak teraliri air irigasi.
Penilaian pada aset irigasi dilakukan berdasarkan pedoman yang ada pada aplikasi
Epaksi dan Modul Penilaian Indeks Kinerja Sistem Irigasi 2019. Setelah dilakukan penilaian
didatan nilai Indeks 69,52 % (Sedang) dengan aplikasi Epaksi dan 67,24% (Sedang) dengan
metode manual PU.
Dalam perbaikan aset irigasi diusulkan 2 saluran yang rusak dan 2 mistar ukur yang
rusak dengan biaya sebesar Rp46.856.762. Untuk Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan
Pemeliharan diusulkan sebesar Rp605.168.573