35 research outputs found
Optimasi Kondisi PEF (Pulsed Electric Field) Pada Ekstraksi Daun Kelor Basah (Moringa oleifera)
Daun kelor adalah salah satu sumber makanan yang mengandung antioksidan
tinggi atau dikenal sebagai superfood. Sejauh ini belum pernah dilakukan
penelitian ekstraksi maserasi daun kelor basah dengan PEF, padahal daun kelor
basah memiliki kandungan antioksidan tinggi yang bermanfaat untuk menjaga
kesehatan tubuh. PEF adalah metode pengolahan dan preparasi bahan pangan
dengan menggunakan kejut listrik dimana dapat meningkatkan nilai rendemen
ekstrak, total fenol dan aktivitas antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan nilai optimal ekstraksi pada daun kelor basah dengan menggunakan
PEF.
Metode yang digunakan untuk mengekstrak antioksidan pada daun kelor
adalah maserasi dengan perlakuan PEF, dimana daun kelor basah diberi
perlakuan PEF dalam berbagai tegangan (1000 V, 1500 V dan 2000 V), frekuensi
(1000 Hz, 1500 Hz dan 2000 Hz) waktu ekstraksi (4 jam, 5 jam dan 6 jam). Hasilnya
dianalisis dengan Response Surface Method (RSM) di Design Expert 7.0.0 untuk
mendapatkan kondisi paling optimal. Nilai rendemen ekstrak (berat basis kering)
yang optimal yaitu dengan berat ekstrak 28,44% pada tegangan 2340,9 Volt
frekuensi 1500 Hz dan waktu ekstraksi 5 jam. Nilai total fenol yang tertinggi yaitu
sebesar 251,333 mg/GAE/g pada tegangan 2340,9 volt, frekuensi 1500 Hz dan
waktu ekstraksi 5 jam. Dan nilai aktivitas antioksidan yang optimal yaitu sebesar
30,373 ppm pada tegangan 2340,9 Volt frekuensi 1500 Hz dan waktu ekstraksi 5
jam. Solusi yang optimum berdasarkan desain expert 7.0.0 yaitu dengan tegangan
2000 Volt frekuensi 1000 Hz dan waktu ekstraksi 4 jam. Dengan nilai rendemen
ekstrak 20,22 %, total fenol sebesar 196,47 mg/GAE/g dan aktivitas antioksidan
(IC50) 35,52 ppm
Optimasi Proses Pembuatan Serbuk Lobak dengan Metode Foam Mat Drying
Lobak merupakan bahan yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan kandungan senyawa didalamnya yang sangat bermanfaat untuk tubuh. Akan tetapi, tidak diimbangi dengan pemanfaatan secara maksimal karena teknologi untuk pengolahannya masih sederhana. Terdapat kandungan senyawa kimia pada lobak yang bermanfaat yaitu polifenol. Perannya adalah untuk mengurangi kadar asam urat dengan cara penghambatan kerja xantin oksidase. Penyakit artritis gout atau asam urat adalah salah satu penyakit inflamasi sendi yang ditandai dengan penumpukan kristal monosodium urat di dalam ataupun di sekitar persendian. Lobak harus disajikan lebih sederhana agar mudah dikonsumsi, yaitu dengan cara dijadikan serbuk. Pembuatan serbuk dilakukan dengan metode Foam Mat Drying, keuntungannya adalah suhu lebih rendah kualitas rasa, warna dan kandungan produk nutrisi produk akhir yang lebih baik.
Pada proses pembuatan serbuk, proses pemanasan dan penambahan bahan pengisi seperti maltodekstrin dapat berpengaruh terhadap kandungan senyawa aktif pada lobak. Oleh karena itu perlu dilakukan optimasi pada faktor tersebut. Adapun metode optimasi proses pembubukan yang digunakan adalah Metode Permukaan Tanggap (RSM) dengan rancangan komposit terpusat faktorial 22. Pada optimasi ini terdapat dua faktor yaitu suhu pengeringan (X1) yaitu 50, 60 dan 70° C, serta rasio maltodekstrin (X2) yaitu 6, 8 dan 10% b/b. Pada keduanya terbentuk kode (-1.414, -1, 0, +1, +1.414) dimana nilai -1 sebagai nilai minimal, nilai 0 sebagai nilai tengah dan nilai +1 sebagai nilai maksimal dari faktor.
Berdasarkan penelitian, didapatkan komposisi formula terbaik yakni suhu sebesar 58.49 °C, dan konsentrasi maltodekstrin sebesar 7.31%. Formula optimal tersebut diprediksikan mendapatkan nilai total fenol sebesar 7.69 %, aktivitas antioksidan sebesar 37.6631 mg/ml per 100 mg, dan rendemen sebesar 8.73 %. Total fenol yang didapatkan dari serbuk terbaik adalah 7.88 %. Pada neraca massa, berat awal yang dimiliki bubur adalah sebesar 372.9 g. Setelah dilakukan proses pengeringan, berat akhir produk (serbuk) adalah sebesar 32.55 g sehingga rendemen serbuk ini adalah sebesar 8,73%. Pada saat proses pengeringan, awalnya laju pengeringan sebesar 16,72 kemudian turun berturut-turut sebesar 12,2365; 6,5485 hingga pada akhirnya sebesar 2,59. Total serbuk yang diperoleh dari 1 cabinet dryer adalah 976,5 g. Jika serbuk dimasukkan ke dalam kapsul dengan isi per kapsul ± 0,5 g, maka akan didapatkan kapsul sebanyak 1953. Apabila dalam sehari terdapat dua kali produksi, maka kapsul yang didapatkan sebanyak 2906 kapsul
Analisis Proses Pembuatan Rice Bran Cereal pada Skala Ganda
Bekatul merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi yang kaya kandungan gizi dan pemanfaatannya masih terbatas. Selama proses penggilingan padi, sekitar 8% dari hasil penggilingan yang berupa bekatul akan dipisahkan dari biji. Produksi padi di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 79 juta ton, maka bekatul yang dihasilkan sekitar 7,9 juta ton. Ketersediaan yang cukup besar memberikan perluang bekatul untuk dikembangkan menjadi bahan pangan bernilai ekonomi tinggi. Sereal sarapan merupakan salah satu alternatif pengolahan bekatul menjadi bahan pangan yang kaya akan gizi bagi kesehatan manusia. Pemilihan sereal sarapan sebagai olahan bekatul diharapkan dapat diterima oleh masyarakat karena sifatnya yang praktis, mudah disajikan dan memiliki cita rasa yang enak. Berdasarkan formulasi terbaik yang diperoleh pada penelitian skala laboratorium maka perlu dilakukan penggandaan skala. Proses pada skala ganda membutuhkan jumlah bahan yang lebih besar sehingga diperlukan penyesuaian pada mesin dan peralatan yang digunakan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas produk rice bran cereal pada skala ganda dibandingkan dengan hasil pada skala laboratorium dan mengetahui kebutuhan bahan serta utilitas pada proses pembuatan rice bran cereal skala ganda. Rice bran cereal yang telah dibuat lalu diuji organoleptik, dan kimia. Pengujian organoleptik menggunakan metode uji pembedaan yang dilakukan oleh 30 panelis agak terlatih untuk membandingkan kualitas rice bran cereal pada skala laboratorium dan skala ganda. Pengujian kimia meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar abu, dan rendemen. Hasil pengujian kualitas dilakukan uji t untuk membandingkan dengan skala laboratorium. Selanjutnya dihitung jumlah kebutuhan bahan yang digunakan selama proses dan biaya utilitas yang dibutuhkan untuk membuat rice bran cereal pada skala ganda.
Pada penelitian skala ganda terdapat peningkatan kapasitas produksi rice bran cereal sebanyak 30 kg berdasarkan formulasi akhir yang digunakan. Hasil dari uji organoleptik pada rice bran cereal meliputi rasa, aroma, dan warna panelis menyatakan tidak terdapat beda nyata antara hasil skala laboratorium dan skala ganda. Hasil uji kimia pada rice bran cereal skala ganda menghasilkan produk dengan kandungan lemak total 4,21 gr, protein 11,64 gr, karbohidrat total 74,9 gr, air 3,28 gr, dan abu 5,97 gr. Jumlah kebutuhan bahan per batch meliputi bekatul 6,54 kg, MOCAF 11,15 kg, gula 3,85 kg, garam 0,38 kg, jahe 1,15 kg, air 3,08 kg, dan susu skim 3,85 kg. Jumlah kebutuhan utilitas per batch meliputi kebutuhan air sebanyak 0,475 m3, listrik 4,67 KWh, dan kebutuhan LPG sebesar 1,2 kg
Analisis Kelayakan Teknis Produksi Minuman Sereal Bekatul pada Skala Ganda
Bekatul merupakan hasil samping penggilingan padi yang jumlahnya sangat melimpah namun pemanfaatannya masih terbatas. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang mudah rusak dan mengalami ketengikan karena kandungan lemak yang tinggi dan adanya aktivitas enzim lipase yang menghidrolisa lemak menjadi asam lemak bebas. Sehingga, diperlukan pengolahan untuk meningkatkan daya simpan dan nilai tambah bekatul. Salah satu pemanfaatan bekatul dalam bidang pangan adalah dengan diolah menjadi minuman sereal. Pengolahan minuman sereal bekatul sebelumnya telah dilakukan oleh Handoyo (2018) namun masih dalam skala laboratorium. Diperlukan penelitian penggandaan skala untuk memenuhi kebutuhan konsumen apabila produk akan dikomersialkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggandaan skala terhadap kandungan gizi minuman sereal bekatul dibandingkan dengan skala laboratorium. Analisis kelayakan teknis juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggandaan skala terhadap kebutuhan utilitas, bahan baku, bahan tambahan, bahan pengemas dan peralatan yang digunakan.
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei-Juni 2022, bertempat di UPTI Makanan, Minuman dan Kemasan Disperindag Jatim, Laboratorium Rekayasa Proses Agroindustri dan Laboratorium Kewirausahaan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. Metode penelitian dibagi dalam penelitian skala laboratorium, penelitian pendahuluan dan penelitian skala ganda. Karena kondisi proses yang sangat berbeda antara skala laboratorium dengan skala ganda, maka dilakukan penelitian pendahuluan dengan membandingkan 2 perlakuan berbeda, yaitu komposisi bekatul dan tepung mocaf pada pembuatan ekstrudat sereal. Perlakuan pertama adalah bekatul dan mocaf dengan proporsi 20%:80% (A20) sedangkan perlakuan kedua adalah 25%:75% (A25). Perlakuan terbaik dipilih menggunakan uji hedonic scale pada analisa organoleptik dan uji indeks efektivitas dengan data tingkat kepentingan. Atribut pengujian organoleptik meliputi rasa, warna, aroma, tekstur dan kenampakan. Analisa fisik dan kimia meliputi kadar air dan daya serap air ekstrudat, kadar kimia minuman sereal bekatul (kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat) dan nilai AKG.
Minuman sereal bekatul perlakuan terbaik pada proses penggandaan skala adalah dengan proporsi bekatul dan tepung mocaf sebanyak 20%:80% pada pembuatan ekstrudat. Penggandaan skala berpengaruh pada perbedaan kandungan kimia yang terdapat pada minuman sereal bekatul skala laboratorium. Kandungan kimia minuman sereal bekatul skala ganda adalah 3,32% kadar air, 2,47% kadar abu, 7,32% kadar protein, 10,09% kadar lemak dan 71,69% kadar karbohidrat. Kelima parameter kimia tersebut sudah sesuai dengan SNI 01-4270-1996 kecuali kadar air yang masih terlalu tinggi yaitu lebih dari 3%. Sedangkan pada skala labroatorium, parameter kimia yang memenuhi persyaratan mutu hanya kadar protein dan karbohidrat saja. Mengonsumsi 35 gram minuman sereal bekatul dapat memenuhi kebutuhan harian (%AKG) lemak 5%, protein 4% dan karbohidrat 8%. Berdasarkan lokasi produksi, mesin dan peralatan, serta biaya utilitas, tenaga kerja, bahan baku, bahan tambahan dan bahan pengemas, maka produksi minuman sereal bekatul skala ganda telah dinyatakan layak secara teknis dengan biaya produksi per kemasan adalah sebesar Rp 1.706,89,-
Optimasi Mikroenkapsulasi Ekstrak Biji Kurma (Phoenix dactylifera L.) sebagai Sediaan Antioksidan dengan Penambahan Maltodekstrin dan Tween 80
Kurma (Phoenix dactylifera L.) merupakan tanaman famili Arecaceae yang banyak
tumbuh di daerah Timur Tengah. Tingkat konsumsi buah kurma di Indonesia terbilang
tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan Februari 2019
Indonesia mengimpor buah kurma sebanyak 9,4 juta kilogram dengan asumsi setengah
dari impor tersebut dijadikan sebagai bahan baku di industri pengolahan kurma, sehingga
dapat dikatakan bahwa limbah biji kurma yang dihasilkan sebanyak 470.000 kilogram. Biji
kurma memiliki kandungan antioksidan lebih tinggi dibanding dengan daging buahnya. Biji
kurma memiliki banyak manfaat, salah satunya sebagai sediaan antioksidan dalam
bentuk mikrokapsul. Pembuatan sediaan antioksidan dilakukan melalui proses
mikroenkapsulasi dengan menggunakan metode foam mat drying. Proses foam mat
drying dilakukan pada suhu pengeringan 60°C selama 12 jam dengan menambahkan
maltodekstrin dan tween 80.
Pada penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi maltodekstrin dan
tween 80 yang optimal untuk memperoleh sediaan antioksidan. Penelitian ini
menggunakan metode Response Surface Method (RSM) dengan desain eksperimen
Central Composite Design (CCD) dengan dua faktor dan tiga respon. Faktor yang
digunakan adalah konsentrasi maltodekstrin (X1) dan tween 80 (X2), sedangkan respon
yang dihasilkan adalah total flavonoid (Y1), aktivitas antioksidan (Y2), dan kadar air (Y3).
Level faktor yang digunakan untuk konsentrasi maltodekstrin yaitu 10% sebagai batas
bawah dan 20% sebagai batas atas, sedangkan level faktor konsentrasi tween 80 yang
digunakan adalah 0,1% sebagai batas bawah dan 0,5% sebagai batas atas.
Hasil solusi optimum yang diperoleh adalah perlakuan konsentrasi maltodekstrin
10% dan konsentrasi tween 80 0,316%. Hasil solusi optimal menghasilkan respon total
flavonoid sebesar 49,879 mg QE/g, aktivitas antioksidan 160,564 ppm, dan kadar air
9,035%. Hasil verifikasi yang dilakukan menghasilkan total flavonoid sebesar 47,665 mg
QE/g dengan akurasi 97,786%, aktivitas antioksidan 155,589 ppm dengan akurasi
95,025%, dan kadar air 9,008% dengan akurasi 99,973
Optimasi Proses Produksi Serbuk Madu dengan Metode Vacuum Foam Drying.
Madu adalah cairan kental dengan aroma manis yang khas dan berwarna coklat yang dihasilkan oleh lebah dengan cara mengumpulkan nektar dari berbagai tanaman. Madu memiliki banyak manfaat terutama untuk kesehatan sehingga digemari banyak orang. Madu mengandung berbagai jenis senyawa seperti bahan-bahan aromatik, antibiotik, hormon, asam amino nonesensial, asam amino esensial (lisin, histadin dan triptofan), mineral dan vitamin. Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui optimasi proses produksi pembuatan serbuk madu dengan menggunakan metode vacuum foam drying. Metode vacuum foam drying merupakan metode pengeringan dengan menggunakan suhu tidak terlalu tinggi yang biasa dilakukan pada bahan yang memiliki karakteristik-karakterstik tertentu seperti peka terhadap panas, lengket dan kental tanpa mengalami perubahan kualitas. Pada prinsipnya, metode vacuum foam drying menggunakan bahan berupa agen pembusa dan bahan pengisi (filler) dalam rangkaian prosesnya, setelah itu dilanjutkan dengan proses pengeringan menggunakan pengering vakum. Pembuatan serbuk madu dengan metode vacum foam drying ini bertujuan untuk mengetahui suhu dan lama waktu pengeringan yang optimal agar diperoleh serbuk madu dengan nilai porositas, higroskopisitas, warna dan aktivitas antioksidan yang baik. Metode pengolahan data yang digunakan yaitu Response Surface Methodology (RSM) dengan rancangan Central Composite Design (CCD). Penelitian menggunakan 2 faktor yaitu suhu pengeringan (65, 70, 75°C) dan lama waktu pengeringan (5, 6, 7 jam) dengan 3 respon yaitu porositas, higroskopisitas dan warna. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh perlakuan optimum pada suhu pengeringan 75°C dalam waktu 5 jam dengan nilai porositas sebesar 0,369722%, higroskopisitas sebesar 0,018519%, warna 1,03158 dan aktivitas antioksidan sebesar 0,00914639
Optimasi Mikroenkapsulasi Ekstrak Biji Kurma (Phoenix dactylifera L.) sebagai Sediaan Antioksidan dengan Penambahan Maltodekstrin dan Tween 80
Kurma (Phoenix dactylifera L.) merupakan tanaman famili Arecaceae yang banyak tumbuh di daerah Timur Tengah. Tingkat konsumsi buah kurma di Indonesia terbilang tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan Februari 2019 Indonesia mengimpor buah kurma sebanyak 9,4 juta kilogram dengan asumsi setengah dari impor tersebut dijadikan sebagai bahan baku di industri pengolahan kurma, sehingga dapat dikatakan bahwa limbah biji kurma yang dihasilkan sebanyak 470.000 kilogram. Biji kurma memiliki kandungan antioksidan lebih tinggi dibanding dengan daging buahnya. Biji kurma memiliki banyak manfaat, salah satunya sebagai sediaan antioksidan dalam bentuk mikrokapsul. Pembuatan sediaan antioksidan dilakukan melalui proses mikroenkapsulasi dengan menggunakan metode foam mat drying. Proses foam mat drying dilakukan pada suhu pengeringan 60°C selama 12 jam dengan menambahkan maltodekstrin dan tween 80.
Pada penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi maltodekstrin dan tween 80 yang optimal untuk memperoleh sediaan antioksidan. Penelitian ini menggunakan metode Response Surface Method (RSM) dengan desain eksperimen Central Composite Design (CCD) dengan dua faktor dan tiga respon. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi maltodekstrin (X1) dan tween 80 (X2), sedangkan respon yang dihasilkan adalah total flavonoid (Y1), aktivitas antioksidan (Y2), dan kadar air (Y3). Level faktor yang digunakan untuk konsentrasi maltodekstrin yaitu 10% sebagai batas bawah dan 20% sebagai batas atas, sedangkan level faktor konsentrasi tween 80 yang digunakan adalah 0,1% sebagai batas bawah dan 0,5% sebagai batas atas.
Hasil solusi optimum yang diperoleh adalah perlakuan konsentrasi maltodekstrin 10% dan konsentrasi tween 80 0,316%. Hasil solusi optimal menghasilkan respon total flavonoid sebesar 49,879 mg QE/g, aktivitas antioksidan 160,564 ppm, dan kadar air 9,035%. Hasil verifikasi yang dilakukan menghasilkan total flavonoid sebesar 47,665 mg QE/g dengan akurasi 97,786%, aktivitas antioksidan 155,589 ppm dengan akurasi 95,025%, dan kadar air 9,008% dengan akurasi 99,973%
Optimasi Ekstraksi Biji Kurma (Phoenix dactylifera) Menggunakan Metode Microwave Assisted Extraction (MAE) (Kajian Lama Esktraksi dan Rasio Bahan: Pelarut)
Kurma (Phoenix dactylifera) merupakan jenis tanaman palma dalam genus
Phoenix yang banyak tumbuh di Timur Tengah dan Afrika Selatan. Konsumsi buah
kurma di Indonesia cukup tinggi, dimana data impor buah kurma berdasar Badan
Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2019 sebanyak 9,4 juta kilogram. Bagian buah
kurma yang dikonsumsi hanya bagian daging buahnya, sedangkan bagian biji
(6,10-11,47%) masih berperan sebagai limbah. Biji kurma mengandung serat,
fenol dan antioksidan yang lebih tinggi dibanding dagingnya. Antioksidan biji kurma
dapat diambil dengan cara ekstraksi. Microwave Assisted Extraction (MAE)
merupakan metode ekstraksi dengan menggunakan bantuan energi gelombang
mikro untuk memanaskan dan mengekstrak bahan dalam sampel menggunakan
pelarut, dengan waktu lebih singkat dan volume pelarut lebih kecil.
Pada penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan lama ekstraksi dan rasio
bahan: pelarut yang optimal pada ekstraksi biji kurma dengan metode MAE.
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan metode Response
Surface Methodology (RSM) dengan desain eksperimen Central Composite
Design (CCD) dengan dua faktor dan tiga respon. Faktor penelitian ini adalah lama
ekstraksi yaitu 5 menit sebagai batas bawah dan 7 menit sebagai batas atas,
sedangan faktor rasio bahan: pelarut yaitu 1:10 (b/v) sebagai batas bawah dan
1:50 (b/v) sebagai batas atas. Responnya yaitu aktivitas antioksidan, total
flavonoid dan densitas.
Hasil solusi optimum adalah lama ekstraksi 5,451 menit dan rasio bahan:
pelarut 1:10 (b/v) dengan nilai aktivitas antioksidan 28,406 ppm, total flavonoid
2544,951 mg QE/g dan densitas 0,886 g/ml. Hasil verifikasi mendapatkan aktivitas
antioksidan 27,849 ppm, total flavonoid 2573,723 mg QE/g dan densitas 0,8889
g/ml. Nilai ketepatan pada respon aktivitas antioksidan 98,04%, total flavonoid
98,87% dan densitas 99,67%. Nilai perbedaan atau simpangan pada respon
aktivitas antioksidan 1,96%, total flavonoid 1,13% dan densitas 0,33
Optimasi Ekstraksi Pektin dari Kulit Semangka (Citrullus lanatus) Menggunakan Microwave Assisted Extraction (MAE) (Kajian Waktu Ekstraksi dan Rasio Bahan : Pelarut)
Produksi semangka di Indonesia termasuk besar yaitu sebanyak 560.317 ton pada tahun 2020, yang berpotensi menimbulkan limbah buangan berupa kulit semangka. Salah satu kandungan yang terdapat pada kulit semangka yaitu pektin. Microwave Assisted Extraction (MAE) merupakan salah satu metode yang efisien dalam ekstraksi pektin yang dapat mengurangi kebutuhan energi dan pelarut, serta dapat mengurangi kemungkinan kerusakan pada senyawa pektin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kombinasi waktu ekstraksi dan rasio bahan : pelarut yang paling optimal dan pengaruhnya pada ekstraksi pektin dari kulit semangka serta mengetahui karakteristik dari pektin yang dihasilkan.
Metode penelitian yang digunakan adalah Response Surface Methodology (RSM) dengan Central Composite Design (CCD) sebagai rancangan percobaan. Variabel faktor yang digunakan yaitu waktu ekstraksi (X1) dengan nilai aktual pada rentang 5 hingga 15 menit, serta rasio bahan : pelarut (X2) dengan nilai aktual pada rentang 1 : 10 hingga 1 : 40. Variabel respons yang digunakan yaitu rendemen (Y1) dan kadar metoksil (Y2), sehingga dihasilkan sebanyak 13 satuan percobaan. Pengamatan meliputi rendemen dan kadar metoksil. Hasil dari perlakuan optimal dilakukan uji rendemen dan uji karakteristik (kadar metoksil, kadar asam galakturonat, kadar abu, kadar air, berat ekuivalen, dan derajat esterifikasi).
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa faktor waktu ekstraksi dan rasio bahan : pelarut asam sitrat berpengaruh signifikan terhadap ekstraksi pektin dari kulit semangka. Kondisi optimal didapatkan pada ekstraksi selama 11,201 menit dengan rasio bahan : pelarut asam sitrat 1 : 34,630 yang menghasilkan rendemen pektin sebesar 14,093% dengan kadar metoksil 11,532%. Hasil uji karakteristik pektin pada perlakuan optimal menunjukkan kadar asam galakturonat sebesar 91,285%, kadar air sebesar 11,917%, kadar abu sebesar 8,933%, derajat esterifikasi sebesar 71,762% dan berat ekuivalen sebesar 685,601 mgek, dimana karakteristik pada pektin masih memenuhi standar International Pectin Producers Association (IPPA)
Formulasi Sereal Fortifikasi Tepung Bayam Merah dan Tepung Garut Pencegah Diabetes Melitus Menggunakan Metode Linear Programming
Diabetes melitus ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia melebihi jumlah normal. Perubahan gaya hidup dan kemajuan teknologi menjadikan pola konsumsi makanan mengalami pergeseran dan menjadikan produk makanan praktis/ siap saji sebagai pilihan utama. Agricultur and Processed Food Products Export Development Authority (APEDA) mengatakan bahwa konsumsi produk sereal sarapan oleh pangsa pasar global diproyeksikan akan mengalami peningkatan sebesar 4,3% dari tahun 2017-2025. Produk sereal dipasaran sebagian besar berbahan dasar gandum, oat, dan barley, yang sulit untuk dibudidayakan di negara tropis seperti Indonesia, sedangkan Indonesia kaya akan komoditas lokal seperti garut dan bayam merah.
Penelitian ini menggunakan teknik linear programming untuk mendapatkan formulasi sereal yang optimal dan sesuai dengan anjuran konsumsi bagi penderita diabetes melitus. Software yang digunakan dalam menentukan formula ialah POM-QM versi 4. Formula sereal yang telah didapatkan kemudian diaplikasikan dalam bentuk sereal dan dilakukan analisis karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik. Karakteristik fisik dilakukan dengan melakukan uji warna. Karakteristik kimia dilakukan dengan melakukan uji kadar protein, lemak, dan karbohidrat. Sedangkan uji organoleptik dilakukan dengan uji hedonik menggunakan panelis sebanyak 30 orang. Fungsi tujuan yang digunakan yakni maksimasi dengan Zmaks = 2,93X1 + 3,22X2 + 4X3 + 3,7778X4 + 3,61X5 + 6,6667X6. Hasil formula optimal yang didapatkan terdiri dari 15,77 g tepung bayam merah; 24,23 g tepung garut, 5 g gula aren, 25 g susu skim, 20 g kuning telur, dan 10 g margarin. Hasil penelitian dari uji karakteristik fisik mendapatkan nilai (L)* 54,53; nilai (a+)* 7,73; dan nilai (b+)* 10,95. Hasil analisis kimia sereal formulasi didapatkan kadar protein 3,38 g/30 g, kadar lemak 4,28 g/30 g, kadar karbohidrat 19,42 g/ 100 g, dan energi 131,52 kkal/ 30 g. Hasil uji organoleptik menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap paremeter warna yakni 7,6 (sangat suka); aroma 7,56 (sangat suka); rasa 7,23 (suka); dan tekstur 7,53 (sangat suka)