47 research outputs found
Pengaruh Perlakuan Awal Pulsed Electric Field (PEF) dan Solid State Fermentation (SSF) menggunakan Jamur Tiram Putih terhadap Kadar dan Struktur Lignoselulosa pada Ampas Kelapa
Hemiselulosa merupakan salah satu komponen lignoselulosa yang terdiri
dari gula monomer berupa xilan sebagai bahan baku produk kimia furfural.
Lignoselulosa merupakan komponen yang memiliki struktur kompleks sehingga
penggunaan hemiselulosa secara murni perlu dilakukan delignifikasi untuk
memecah ikatan antar komponen lignoselulosa. Pada penelitian ini, dilakukan
kombinasi perlakuan awal berupa Pulsed Electric Field (PEF) dan Solid State
Fermentation (SSF) menggunakan jamur tiram putih pada ampas kelapa sehingga
meningkatkan kandungan hemiselulosa. Variabel perlakuan yang digunakan
dalam penelitian adalah ukuran substrat (20, 40, dan 60 mesh), lama waktu PEF
(30, 60, dan 90 detik), serta lama inkubasi (10, 20, dan 30 hari). Pada Penelitian
ini digunakan CCD (Central Composite Design) menggunakan software Design
Expert 12 yang menghasilkan 20 perlakuan percobaan.
Berdasarkan hasil analisa lignoselulosa, kadar hemiselulosa tertinggi
diperoleh pada variasi perlakuan ukuran substrat 40 mesh, lama waktu PEF 60
detik, dan lama inkubasi sebesar 28,64% dengan kadar lignin sebesar 9,67%. Jika
dibandingkan dengan sampel kontrol, terjadi peningkatan hemiselulosa dan
penurunan lignin setelah diberikan perlakuan awal. Hasil uji morfologi pada ampas
kelapa setelah perlakuan menunjukkan permukaan sampel terlihat lebih rusak,
pecah, dan membentuk pori-pori dengan diameter berbeda-beda berkisar 5,79 µm
– 13,83 µm. Berdasarkan analisa FTIR, terdapat pergeseran gugus fungsi yang
menunjukkan komponen lignoselulosa pada sampel ampas kelapa setelah
diberikan perlakuan. Selain itu, terdapat gugus fungsi yang terdeteksi pada sampel
setelah perlakuan tetapi tidak terbaca pada sampel tanpa perlakuan
Identifikasi Sifat Fisik dan Pemodelan Prediksi Massa Buah Matoa (Pometia pinnata) dengan Analisis Regresi Berbasis Atribut Geometri Buah
Buah matoa (Pometia pinnata) adalah buah berbiji, yaitu jenis buah yang memiliki lapisan luar (exocarp) atau kulit yang keras dan lapisan daging buah (mesocarp) yang mengelilingi biji tunggal (endocarp). Identifikasi dan kuantifikasi data sifat fisik sangatlah penting untuk buah ini, dikarenakan proses rancang bangun alat dan mesin penanganan pascapanen serta desain proses pascapanen seperti proses pembersihan, sortasi, pemutuan, pendinginan, transportasi, dan pengemasan sangat membutuhkan data sifat fisik, mekanis, dan termal dari buah matoa. Berdasarkan studi literatur, belum terdapat penelitian mendalam pada penelitian identifikasi sifat fisik buah matoa. Selain itu, juga belum ada eksplorasi terkait model matematis yang menggambarkan massa untuk buah matoa dengan menggunakan atribut geometri sifat fisik. Sifat fisik buah matoa ditentukan menurut dimensi buah, gravimetri buah, dan berdasarkan gaya gesekan terhadap buah. Data sifat fisik yang didapatkan sebanyak 23 data. Dimensi karakteristik dari buah matoa adalah panjang buah dengan nilai rata-rata 39,30±3,19 mm, lebar buah dengan nilai rata-rata 29,37±1,60 mm, tebal buah dengan nilai rata-rata sebesar 28,76±1,38 mm, massa buah dengan nilai rata-rata sebesar 15,31±2,44 gram. Dari hasil yang diperoleh untuk aspect ratio memiliki nilai rata-rata sebesar 0,75±0,05, rasio kepipihan buah sebesar 0,98±0,03, maka bentuk buah dikonfirmasi memiliki bentuk bulat melonjong dengan nilai kebulatan buah sebesar 0,82±0,04, koefisien friksi tertinggi didapatkan pada permukaan karet sebesar 0,34±0,110263, dan terendah pada permukaan stainless steel sebesar 0,25±0,093051. Model prediksi massa buah matoa didapatkan sebanyak 76 pemodelan. Model prediksi massa terbaik didapatkan pada persamaan quadratic, prediksi massa dengan variabel multivariat panjang lebar dan tebal buah (LWT) dengan rumus persamaan M = (-0,03995 L2)+ 0,198439W2 + 0,211598T2 + 0,01844LW + (-0,51939WT) + 0,066731LT + 0,87198L + 4,01457W + 0,189744T + (-84,3474) ; R2 = 0,92
Identifikasi Sifat Fisik dan Pemodelan Prediksi Massa Buah Matoa (Pometia pinnata) dengan Analisis Regresi Berbasis Atribut Geometri Buah.
Buah matoa (Pometia pinnata) adalah buah berbiji, yaitu jenis buah yang memiliki lapisan luar (exocarp) atau kulit yang keras dan lapisan daging buah (mesocarp) yang mengelilingi biji tunggal (endocarp). Identifikasi dan kuantifikasi data sifat fisik sangatlah penting untuk buah ini, dikarenakan proses rancang bangun alat dan mesin penanganan pascapanen serta desain proses pascapanen seperti proses pembersihan, sortasi, pemutuan, pendinginan, transportasi, dan pengemasan sangat membutuhkan data sifat fisik, mekanis, dan termal dari buah matoa. Berdasarkan studi literatur, belum terdapat penelitian mendalam pada penelitian identifikasi sifat fisik buah matoa. Selain itu, juga belum ada eksplorasi terkait model matematis yang menggambarkan massa untuk buah matoa dengan menggunakan atribut geometri sifat fisik. Sifat fisik buah matoa ditentukan menurut dimensi buah, gravimetri buah, dan berdasarkan gaya gesekan terhadap buah. Data sifat fisik yang didapatkan sebanyak 23 data. Dimensi karakteristik dari buah matoa adalah panjang buah dengan nilai rata-rata 39,30±3,19 mm, lebar buah dengan nilai rata-rata 29,37±1,60 mm, tebal buah dengan nilai rata-rata sebesar 28,76±1,38 mm, massa buah dengan nilai rata-rata sebesar 15,31±2,44 gram. Dari hasil yang diperoleh untuk aspect ratio memiliki nilai rata-rata sebesar 0,75±0,05, rasio kepipihan buah sebesar 0,98±0,03, maka bentuk buah dikonfirmasi memiliki bentuk bulat melonjong dengan nilai kebulatan buah sebesar 0,82±0,04, koefisien friksi tertinggi didapatkan pada permukaan karet sebesar 0,34±0,110263, dan terendah pada permukaan stainless steel sebesar 0,25±0,093051. Model prediksi massa buah matoa didapatkan sebanyak 76 pemodelan. Model prediksi massa terbaik didapatkan pada persamaan quadratic, prediksi massa dengan variabel multivariat panjang lebar dan tebal buah (LWT) dengan rumus persamaan M = (-0,03995 L2)+ 0,198439W2 + 0,211598T2 + 0,01844LW + (-0,51939WT) + 0,066731LT + 0,87198L + 4,01457W + 0,189744T + (-84,3474) ; R2 = 0,92
Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit (HA) dari Limbah Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus) Menggunakan Metode Sol-Gel Sebagai Bahan Dasar dalam Pembuatan Membran Biokeramik untuk Pemisahan Oligosakarida
Limbah cangkang rajungan memiliki kandungan kalsium
yang tinggi yakni sebesar 93.78%. Kandungan kalsium yang
tinggi ini dapat dimanfaatkan sebagai prekursor untuk
mensintesis hidroksiapatit (HA). Hidroksiapatit (HA) memiliki
kemampuan dalam membentuk pori sehingga mendukung
pemanfaatan hidroksiapatit (HA) sebagai bahan dasar dalam
pembuatan membran biokeramik. Sintesis hidroksiapatit (HA)
yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan bahan
dasar tepung limbah cangkang rajungan berukuran 44 mikron
(tepung CBM) dan 4459 nm (4.559 mikron) (tepung PBM) yang
kemudian disintesis menjadi hidroksiapatit (HA) menggunakan
metode sol-gel, dengan variasi suhu kalsinasi 1000 dan 1100
°C. Adapun hasil karakterisasi dari hidroksiapatit (HA) hasil
sintesis menunjukkan hidroksiapatit (HA) yang telah disintesis
dengan menggunakan metode sol-gel menunjukkan kehadiran
gugus PO 43- dan OH- yang merupakan gugus fungsional dari
hidroksiapatit (HA), serta gugus CO 32-
. Hasil karakterisasi
ix
dengan menggunakan XRD juga menunjukkan bahwa pola
difraksi yang dihasilkan menunjukkan fase hidroksiapatit (HA)
sebagai fase yang dominan serta terdapat fase lain seperti
fase apatit karbonat tipe B dan trikalsium fosfat (TCP) dalam
bentuk beta trikalsium fosfat (ȕTCP). Hidroksiapatit (HA) yang
dihasilkan memiliki kristalinitas yang tinggi serta memiliki
potensi sebagai bahan dasar dalam pembuatan membran
biokeramik untuk pemurnian oligosakarida karena kehadiran
pori serta memiliki kristalinitas yang tinggi, sehingga dapat
meningkatkan porositas serta kekuatan mekanik dari
membran biokerami
Analisis Dinamika Sistem Rantai Pasok Kedelai Berkelanjutan Di Kabupaten Malang
Kedelai adalah salah satu komoditas yang kaya sumber protein dan berperan penting dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pemenuhan sumber protein mengakibatkan banyaknya permintaan produk olahan kedelai seperti tahu dan tempe. Di Kabupaten Malang, produksi kedelai lokal masih belum mampu memenuhi permintaan olahan kedelai. Kesulitan pelaku industri mendapatkan kedelai lokal dan permasalahan harga mengakibatkan kedelai sebagai bahan baku industri tempe dan tahu di Kabupaten Malang diimpor dari Amerika. Permasalahan yang timbul dalam kegiatan rantai pasok kedelai tentu sangat mengkhawatirkan karena akan berdampak pada kesejahteraan petani dan mengancam keberlanjutan industri olahan kedelai di Kabupaten Malang. Salah satu usaha untuk mencari solusi permasalahan tersebut yaitu dengan menganalisis rantai pasok kedelai yang ditinjau dari aspek keberlanjutan. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh, menentukan model keterkaitan antar faktor dan memberikan rekomendasi kebijakan pada rantai pasok kedelai berkelanjutan di Kabupaten Malang. Sampel penelitian ditetapkan menggunakan purpose sampling sebanyak 32 petani, 1 distributor dan 15 industri olahan kedelai. Penelitian ini menggunakan pendekatan dinamika sistem untuk menggambarkan hubungan dari faktor-faktor yang berpengaruh pada rantai pasok kedelai di Kabupaten Malang, sehingga akan mudah dalam menganalisis masalah dan merancang solusi kebijakan.
Hasil penelitian menunjukkan faktor yang paling berpengaruh terhadap rantai pasok kedelai di Kabupaten Malang adalah produksi, keuntungan petani, keuntungan industri, keuntungan distributor, agroekosistem terganggu dan penyerapan tenaga kerja. Alternatif kebijakan terbaik adalah menerapkan ekstensifikasi sebesar 2%, peningkatan produktivitas sebesar 3,95%, pemberlakuan kebijakan tarif masuk impor sebesar 10%, penyaluran bantuan bibit dan pupuk serta perubahan aliran kedelai
Uji Performansi Desalinator Air Laut Tenaga Surya Tipe Piramida Bak Tunggal.
Indonesia merupakan negara dengan kepulauan terbesar di
dunia yang membentang sepanjang garis khatulistiwa. Luasnya
wilayah, ribuan pulau dan pajangnya garis pantai selain memiliki
potensi juga memiliki masalahnya tersendiri. Salah satu
permasalahan yang cukup serius yaitu beberapa daerah di
Indonesia mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air
bersih terutama di pesisir pantai dan pulau-pulau kecil tidak
berpenghuni. Sehingga penerapan teknologi tepat guna untuk
menghasilkan air tawar dari proses desalinasi air laut menjadi
sangat dibutuhkan. Desalinasi merupakan proses pengolahan air
laut untuk memisahkan garam dari larutan garam dan
menghasilkan air tawar (Abdullah, 2015). Energi matahari bisa
digunakan untuk desalinasi air laut dengan menghasilkan energi
panas yang dibutuhkan untuk proses perubahan fase (Kalogirou,
2005).
Menurut Nayi dan Modi (2018), desalinator surya tipe
piramida merupakan salah satu desain desalinator yang bagian
penutup atasnya berbentuk limas. Desalinator ini memiliki dua
desain utama pada bentuk penutup dan bak yang tersedia pada desalinator piramida bak tunggal yaitu desalinator surya piramida
segitiga dan desalinator surya piramida persegi. Kelebihan dari
desalinator surya tipe piramida yaitu desalinator tidak harus
ditempatkan sedemikian rupa hingga menghadap langsung ke
arah matahari dan naungan dinding samping pada permukaan air
lebih kecil.
Eksperimen yang dilakukan pada penelitian ini
menggunakan modus pasif, yaitu proses desalinasi dilakukan
secara alami tanpa melibatkan intervensi untuk mempercepat
evaporasi maupun kondensasi. Proses pengamatan dilakukan
dari pukul 07.00 hingga 17.00 waktu setempat. Penelitian yang
dilaksanakan secara bertahap mulai dari pengisian air laut ke
dalam bak penampung, pengukuran suhu (C), kelembaban (%),
intensitas cahaya rata-rata matahari (W/m2), volume air tawar
(mL) setiap satu jam sekali. Diharapkan pada penelitian ini
mendapatkan air tawar dengan volume yang diinginkan.
Hasil penelitian menunjukkan suhu air laut lebih tinggi dari
suhu dinding kaca dan suhu lingkungan. Hal ini dikarenakan oleh
adanya Efek Rumah Kaca. Efisiensi yang dihasilkan dari proses
tersebut sebesar 40.7 %
Pengaruh Penambahan Additive pada Karakteristik Fisik, Mekanik, dan Termal Busa Selulosa dari Berbagai Jenis Pulp dengan Teknologi Pickering Emulsion
Selulosa foam merupakan busa kering berpori yang dihasilkan dari proses foaming dan pengeringan busa berbahan dasar selulosa. Pembuatan selulosa foam dari biomassa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) berpotensi dapat diaplikasikan dalam pengembangan material ringan yang ramah lingkungan. Pada penelitian terdahulu, selulosa foam yang dihasilkan dari bahan dasar Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang menunjukkan karakteristik fisik dan mekanik cukup baik dengan densitas dan porositas lebih dari 90% yang termasuk dalam kategori material ringan, namun selulosa foam yang dihasilkan tidak terlalu fleksibel dan rapuh. Maka dari itu dilakukan penelitian dengan menambahkan additive berupa CMC dan gliserol yang diharapkan dapat menghasilkan selulosa foam yang lebih fleksibel dan tidak mudah hancur. Selain menggunakan biomassa TKKS, penggunaan biomassa lain berupa kayu putih dan bambu juga diteliti untuk mengetahui bahan baku yang berpotensial untuk dijadikan selulosa foam. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan additive (CMC dan gliserol) dalam proses pembentukan selulosa foam serta karakteristik fisik (mikrostruktur, densitas dan porositas), termal (Thermogravimetry Analysis), dan mekanik (uji tekan) dari selulosa foam yang dihasilkan dari berbagai jenis pulp. Pada penelitian ini membuat pickering foam menggunakan CNF 1,5% sebagai pickering ageent dengan penambahan additive sebagai binder dan plasticizer dari berbagai jenis pulp berupa TKKS, kayu putih (Eucalyptus sp.), dan bambu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar selulosa tertinggi oleh kayu putih sebesar 85% dan kadar selulosa terendah oleh TKKS sebesar 33,21%. Pada karakteristik fisik menghasilkan pulp TKKS dengan penambahan additive yang memiliki densitas terendah sebesar 0,084 g/cm3 dan porositas tertinggi sebesar 94,41% dihasilkan ikatan antar serat yang baik, struktur yang seragam, lebih padat, dan halus karena dengan adanya penambahan additive menghasilkan selulosa foam dengan dinding pori-pori yang lebih tebal dan ukuran pori lebih kecil. Pada Thermogravimetry Analysis (TGA) menunjukkan bahwa selulosa foam dengan penambahan additive memiliki empat wilayah suhu degradasi yang dimulai dari dekomposisi pertama (50-150°C), dekomposisi kedua (150-300°C), dekomposisi ketiga (150-300°C), dan residu berupa abu (500°C) karena perbedaan dekomposisi termal dengan penambahan additive dipengaruhi oleh struktur molekul dan energi ikatan sehingga terjadi dekomposisi tambahan. Hasil uji tekan untuk selulosa foam dari pulp kayu putih dengan penambahan additive yang memiliki densitas tertinggi 0,263 g/cm3 menghasilkan nilai stress tertinggi 0,00943 N/mm2 karena nilai stress selulosa foam meningkat dengan densitas selulosa foam yang dihasilkan dan memiliki ketahanan akan tekanan lebih besar
Pengaruh Variasi Suhu dan Lama Waktu Pasteurisasi Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Pada Sari Buah Pisang Cavendish (Musa cavendishii)
Pasteurisasi merupakan salah satu proses pengolahan pangan untuk mencegah
penurunan kualitas mutu sari buah pisang Cavendish seperti pencoklatan enzimatik. Suhu
dan waktu pasteurisasi yang tidak tepat dapat merusak kandungan vitamin c pada sari buah
pisang Cavendish. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu dan
lama waktu pasteurisasi terhadap kandungan vitamin c, gula pereduksi, dan sifat
organoleptik sari buah pisang Cavendish, serta mengetahui perlakuan variasi suhu dan
lama waktu pasteurisasi yang optimum.
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dua faktorial dengan variasi suhu pasteurisasi (55, 60, 65, 70, dan 75oC)
dan lama waktu pasteurisasi (5, 10, dan 15 menit). Hasil uji kuantitatif kadar vitamin C dan
gula pereduksi menunjukkan bahwa suhu dan waktu pasteurisasi terbaik pada suhu
pasteurisasi 55oC dan waktu pasteurisasi 5 menit dengan kadar vitamin C sebesar 1.1409
mg/100g sampel dan kadar gula pereduksi 9.53 + 1.92 %. Pada uji organoleptik (tingkat
kesukaan) sari buah pisang cavendish terhadap atribut warna dengan kategori “agak tidak
suka” dan atribut (aroma, rasa, dan tekstur) dengan kategori “suka”.
Analisis data yang diolah menggunakan ANOVA dilanjutkan dengan uji DMRT pada
taraf kepercayaan 95%. Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu dan waktu pasteurisasi
berpengaruh signifikan (Sig. < 0,05) terhadap kadar vitamin C, gula pereduksi dan sifat
organoleptik namun interaksi antara kedua faktor suhu dan waktu pasteurisasi tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar gula pereduksi. Semakin tinggi perlakuan suhu dan
waktu pasteurisasi maka kandungan vitamin C dan gula pereduksi semakin menurun, serta
tingkat kesukaan panelis terhadap seluruh atribut akan semakin berkuran
Pengaruh Variasi Densitas Komposit dan Fraksi Volume Serat Bagasse Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) terhadap Karakteristik Fisik, Mekanik, dan Morfologi Komposit Foam Polyurethane
Penggunaan komposit sebagai material rekayasa saat ini mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Hal ini ditandai oleh luasnya aplikasi penggunaan
komposit di berbagai bidang seperti konstruksi dan infrastruktur, otomotif dan transportasi,
material biomedis, dan panel dinding. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan komposit
foam dengan matriks berupa polyurethane dan material reinforcement berupa bagasse
sorgum. Poliuretan dipilih karenan memiliki kelebihan berupa ketangguhan yang tinggi dan
toksisitas yang sedikit. Sedangkan, bagasse sorgum dipilih oleh karena bagasse yang
merupakan limbah pertanian namun berpotensi untuk digunakan sebagai material pengisi
foam karena terdapat kandungan selulosa didalamnya. Penelitian dilakukan untuk
menganalisis pengaruh variasi densitas dan fraksi serat terhadap karakteristik foam yang
dihasilkan. Selain itu, juga dilakukan pengamatan free rise foaming yang ditujukan untuk
mengetahui kereaktifan foam polyurethane dimana dalam proses pembuatannya foam
dibiarkan berekspansi total tanpa adanya pembatasan. Pada pengamatan free rise foaming
komposit dibedakan atas jumlah seratnya yang terdiri dari 0%, 2.5%, 5%, 7.5%, 10% dari
total berat komposit foam polyurethane.
Foam polyurethane dibuat dengan memvariasikan densitas komposit (40 kg/m³, 50
kg/m³, 60 kg/m³) dan fraksi volume serat (0%, 2.5%, 5%, 7.5%, 10%). Komposit foam dibuat
menggunakan metode one-shot process yang mana tiap material penyusun dihomogenkan
secara bertahap sebelum dituangkan ke dalam alat cetak dan dibiarkan berekspansi.
Selanjutnya, komposit foam polyurethane dilakukan pengujian berupa uji kadar air, daya
serap air, pengembangan tebal, kuat lentur, kompresi, dan morfologi. Tiap pengujian
sampel dibedakan atas perlakuan foam dengan kulit dan foam tanpa kulit. Hasil yang
didapat dari pengujian selanjutnya diolah menggunakan Rancangan Acak Lengkap metode
MANOVA dengan uji lanjut DMRT pada taraf signifikan 5%. Berdasarkan hasil analisis uji,
diketahui bahwa adanya variasi densitas dan fraksi volume serat memiliki pengaruh
signifikan terhadap karakteristik komposit foam polyurethane yang dihasilka
Pengaruh Pasteurisasi MTLT Terhadap Kualitas Fisik Dan Aktivitas Enzim Polifenol Oksidase (PPO) Pada Jus Sirsak (Annona Muricata L.)
Sirsak (Annona Muricata L) merupakan tumbuhan tropis yang terdapat di Indonesia,. Menururt
data badan pusat statistik produksi tanaman dan buah-buahan pada tahun 2019 produksi buah
sirsak di Indonesia mencapai 70.729 ton. Sirsak termasuk buah klimaterik, dimana buah
klimaterik akan mengalami pematangan dan pembusukan setelah panen. Maka dari itu perlu
dilakukan penanganan pascapanen untuk buah sirsak agar tidak mengalami penurunan
kualitas. Salah satu olahan buah sirsak yang disukai oleh masyarakat di Indonesia adalah jus
daging buah sirsak. Pada daging buah sirsak terdapat banyak vitamin seperti vitamin A, B dan
C, serta karbohidrat, protein dan lemak serta sebagai salah satu sumber antioksidan. Jus
sirsak memiliki kelemahan yaitu jus dapat berubah warna menjadi kecoklatan (browning) yang
dapat menurunkan kualitas dari jus tersebut akibat aktivitas enzim polifenol oksidase.
Perlakuan termal diberikan untuk mengurangi aktivitas enzim PPO dan menjaga kualitas jus
sirsak. Perlakuan termal yang dapat digunakan yaitu dengan pasteurisasi MTLT (Mild
Temperature Long Time) yang dapat meninaktivasi enzim PPO dan membunuh bakteri
patogen. Namun sirsak merupakan buah yang tidak tahan panas. Pada sirsak terdapat banyak
kandungan antioksidan dan vitamin C yang dapat terdegradasi akibat perlakuan termal.
Karena demikian penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui suhu dan waktu pasteurisasi
terbaik dalam pengolahan jus sirsak. Rancangan penelitian disusun secara factorial
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu suhu
pasteriusasi (56,62,68,74,80°C) dan faktor kedua waktu pasteurisasi (5, 10,15 menit). Data
akan dianalisi dengan ANOVA (Analysis of Variance) menggunakan aplikasi SPSS, kemudian
akan dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test). Pengujian dilakukan sebanyak 3
kali ulangan. Hasilnya akan menunjukkan pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap
kualitas fisik (TPT, viskositas,pH dan warna) dan aktivitas spesifik enzim polifenol oksidase
jus sirsak. Dari data yang diperoleh diketahui perlakuan terbaik adalah pada suhu 80°C selama
15 menit yang memiliki nilai TPT sebesar 13,73 °brix, viskositas sebesar 928,67 mPa, pH
sebesar 4,40, perubahan total warna sebesar 0,556, dan memiliki aktivitas spesifik enzim PPO
terendah yaitu sebesar 0,0005 U/mg dengan inaktivasi enzim sebesar 93