115 research outputs found

    Implementation of C4.5 Algorithm for Critical Land Prediction in Agricultural Cultivation Areas in Pemali Jratun Watershed

    Full text link
    Watershed is a complex system that is built on physical systems, biological systems and human systems that are related to each other. Each component has a distinctive nature and its existence is related to other components so as to form a unified ecosystem. Land use that does not pay attention to the conservation requirements of land and water causes land degradation which ultimately results in critical land. The impact of critical land is not only the withdrawal of soil properties, but also results in a decrease in production functions. Prediction of the critical level of land is needed to reduce the level of damage to the watershed, so that it can be used for policy making by the relevant agencies. In this research C4.5 algorithm will be applied to predictions of critical land in agricultural cultivation areas using critical land parameters. Based on the results of the research on critical land classification of agricultural cultivation areas in the jratun pemali watershed it can be concluded that the C.45 algorithm can be implemented to predict critical land in agricultural cultivation areas with an accuracy rate of 92.47%

    Pengaruh Otonomi Daerah dan Manajemen Berbasis Sekolah terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Menengah Atas di Kab. Tangerang

    Full text link
    The School Based Management Program (MBS) can assist in supporting the quality improvement of education in each region, so each region can empower participation and role of community in managing education. In order to find out significance of the impact of Regional Autonomy (OTDA) and MBS on Quality Improvement of Secondary High Education, then a research is made in Pangedagan SubDistrict. Methods used in the research are survey and quantitative method namely a method describing and analyzing a certain phenomenon or object researched and observed with correct interpretation. The use of this method is aimed to problem solving. Data collection technique uses questionnaire and literature research. Based on the performed research, the Impact of Regional Autonomy on Educational Quality Improvement is 0.582. The Impact of MBS on Educational Quality Improvement is 0.647 and the Impact of Regional Autonomy and MBS on Educational Quality Improvement is 0.706.Program manajemen Berbasis sekolah (mBs) dapat membantu dalam mendukung peningkatan mutu pendidikan ditiap daerah, sehingga masing-masing daerah dapat memberdayakan partisipasi serta peran masyarakat dalam mengelola pendidikan. Dalam rangka mengetahui sejauh mana pengaruh Otonomi Daerah dan mBs terhadap Peningkatan mutu Pendidikan menengah Atas maka di lakukan penelitian di wilayah Kecamatan Pagedangan. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan metode kuantitatif yaitu suatu metode yang didalamnya mendeskripsikan dan menganalisa suatu fenomena atau objek tertentu yang diteliti dan diamati dengan interpretasi yang tepat. Penggunaan metode ini tertuju pada pemecahan masalah. teknik pengumpulan data menggunakan angket dan penelitian kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil Pengaruh Otonomi Daerah terhadap Peniningkatan mutu Pendidikan adalah 0,582. Pengaruh mBs terhadap Peningkatan mutu Pendidikan adalah 0.647 dan Pengaruh Otonomi Daerah dan mBs terhadap Peningkatan mutu Pendidikan adalah 0,706

    Penggunaan Media Gambar Berseri untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Narasi Siswa Kelas V Mis Darul Ulum Sayan

    Get PDF
    This study aimed to describe whether the media beamed images can improve narrative writing skills in class V MIS Darul Uloom District Sayan, to describe the quality of teaching writing using media images beamed to the students of class V SD Mis Darul Ulum Sayan. The research method is descriptive method, the nature of qualitative research. In preliminary observations of learning activity student percentage was only 20% and the class average 39.90. In the first cycle increased to 50% and the average grade 64.30. In the second cycle learning activities student to 80% and the class average with 74.10. This shows that the use of media beamed images can improve narrative writing skills in class V MIS Darul Uloom Sayan because after using the Media Image beamed an increase in students' learning activities and learning outcomes of students were also more improved than before

    Kajian Kebijakan Pengelolaan Hutan Lindung

    Full text link
    Permasalahan hutan lindung Indonesia sudah sangat kritis, penurunan luas dan kerusakan hutan lindung sejak 1997 sampai 2002 dua kali lebih besar dari kerusakan hutan produksi. Melihat kondisi yang demikian, muncul beberapa pertanyaan mendasar, seperti sejauh mana kebijakan dan peraturan Perundangan yang ada mendukung ke arah pengelolaan hutan lindung yang berkelanjutan? Adakah dampak kebijakan ini terhadap pengelolaan hutan lindung? Sudah tepatkah kebijakan dan peraturan Perundangan yang ada sehingga mendukung ke arah tujuan dari Peruntukkan kawasan hutan lindung tersebut? Kajian tentang kebijakan pengelolaan hutan lindung ini selain bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, juga bertujuan untuk mengkaji kebijakan dan peraturan Perundangan terkini yang berkaitan dengan pengelolaan hutan lindung. Secara lebih khusus, penelitian ini bertujuan untuk (i) mengidentifikasi kebijakan dan peraturan Perundangan yang mengatur secara langsung maupun tidak langsung hutan lindung, mulai tingkat pusat sampai daerah, (ii) menelaah kebijakan dan peraturan Perundangan, termasuk mengkaji konsistensi dan sinkronisasi kebijakan tersebut, (iii) mengetahui kondisi hutan lindung saat ini, dan (iv) merekomendasikan kebijakan pengelolaan hutan lindung yang diperlukan untuk mencapai pembangunan hutan lindung yang berkelanjutan. Hasil kajian terhadap 83 peraturan yang mengatur hutan lindung, menunjukkan masih belum jelas dan terarahnya kebijakan pengelolaan hutan lindung yang berkelanjutan. Walaupun berbagai Perundangan mulai dari UU No. 41/1999, PP 44/2004, PP 34/2002, Keppres 32/1990 sudah secara jelas menyebutkan fungsi, peranan dan kriteria hutan lindung, serta bentuk pemanfaatan yang dapat dilakukan di atasnya. Tetapi Perundangan yang sama masih mengijinkan Perubahan penggunaan areal hutan lindung untuk kepentingan penggunaan di luar kehutanan, termasuk pertambangan tertutup. Sehingga keberadaan hutan lindung menurut peraturan Perundangan masih dilematis. Secara lebih rinci persoalan dalam kebijakan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, masih terdapat perbedaan mendasar antar Perundangan tentang istilah-istilah yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan hutan lindung. Kedua, adanya dualisme kebijakan pemerintah, dimana di satu sisi berupaya untuk melindungi kawasan lindung dan menetapkan aturan-aturan untuk melestarikannya, tapi di sisi lain membuka peluang kawasan hutan lindung tersebut untuk dieksploitasi. Ketiga, belum terlihatnya harmonisasi kebijakan yang dapat menjadi dasar dan acuan dalam pengelolaan hutan lindung di daerah. Keempat, adanya kebijakan yang overlapping dan membingungkan pelaksana lapangan. Kelima, kurangnya apresiasi pemerintah kabupaten terhadap fungsi ekologis dari hutan lindung sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan mencegah intrusi air laut. Keenam, tidak mengacunya kebijakan yang lebih rendah kepada peraturan yang berkaitan erat yang berada diatasnya. Penelitian ini menyarankan perlunya meningkatkan kebijakan terutama dalam hal : (i) mewujudkan persamaan persepsi tentang fungsi hutan lindung antar instansi yang terkait dalam pengelolaan hutan lindung, dan (ii) kebijakan yang komprehensif, integrated, dan tidak overlapping

    Faktor Penentu Keberhasilan Implementasi Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan: Studi Kasus Riau

    Full text link
    Kegiatan tata guna lahan dan Perubahan lahan menyumbang 17-20% konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir dan Perubahan iklim. Jumlah ini relatif besar dibandingkan dengan luas hutan global, terutama hutan tropis yang saat ini hanya sekitar 10% dari luas hutan global. Salah satu mekanisme untuk mengurangi GRK adalah melalui mekanisme REDD (Reducing Emissions From Deforestation and Forest Degradation) atau upaya pengurangan emisi melalui pencegahan deforestasi dan degradasi hutan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui infrastruktur yang diperlukan dalam tahap awal mekanisme REDD, termasuk faktor kunci keberhasilan pelaksanaan REDD. Alat analisis yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Penelitian dilakukan di Propinsi Riau yaitu di Kabupaten Rokan Hilir dan Siak, pada tahun 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menciptakan efektifitas implementasi REDD perlu penekanan lebih terhadap aspek infrastruktur teknis berupa ketersediaan data dasar dan teknologi penghitungan karbon serta aspek institusi berupa keberadaan peraturan Perundangan dan sumber daya manusia dengan jumlah memadai dan bermutu. Disamping itu perlu juga diperhatikan aspek sosial berupa peningkatan pemahaman masyarakat berkaitan dengan deforestasi, serta aspek ekonomi berupa peningkatan intensitas lapangan pekerjaan berbasis jasa hutan dan non kayu

    Karbon Dan Peranannya Dalam Meningkatkan Kelayakan USAha Hutan Tanaman Jati (Tectona Grandis) Di KPH Saradan, Jawa Timur

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk menghitung karbon dan pengaruh nilai karbon pada kelayakan hutan tanaman Jati (Tectona grandis). Penelitian dilakukan di KPH Saradan, Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur. Metode perhitungan karbon menggunakan model alometrik Biomasa (Brown dan Vademikum Kehutanan) karena model ini sangat sederhana serta mengakomodasi variabel yang lebih banyak. Dengan kondisi tanah yang relatif kurang subur, pada akhir daur (60 tahun), Jati menghasilkan karbon per hektar berturut-turut sebesar 348,08 (Brown, 1997) dan 520,46 ton C/ha (Vademecum Kehutanan, 1976). Perkiraan biaya karbon berdasarkan pembuatan hutan tanaman per ton adalah sebesar Rp. 22.194 dihitung berdasarkan pembuatan hutan tanaman. Ditambahkannya nilai karbon akan meningkatkan kelayakan hutan tanaman, yang diindikasikan dengan meningkatnya IRR Perusahaan sebesar 2%, dan NPV sebesar 73%. Implikasinya adalah dengan kondisi sekarang (daur panjang, resiko tinggi) pembangunan hutan tanaman jati layak untuk diusahakan terutama apabila nilai karbon dimasukan, karena itu perlu diteruskan

    Tingkat Kesiapan Implementasi REDD di Indonesia Berdasarkan Persepsi Para Pihak : Studi Kasus Riau

    Full text link
    Pengetahuan tentang kesiapan para pihak yang ingin berpartisipasi dalam implementasi mekanisme REDD penting untuk mengetahui kebijakan atau perangkat teknis apa yang diperlukan selama mekanisme REDD ini masih belum menjadi kesepakatan yang mengikat. Sampai sejauh ini informasi tentang kesiapan para pihak dalam implementasi REDD, terutama untuk tingkat lokal (propinsi dan kabupaten) sangat terbatas. Oleh karena itu tulisan ini bertujuan untuk : (i) mengidentifikasi para pihak yang terlibat; dan (ii) mengkaji tingkat kesiapan kelembagaan dan teknis untuk implementasi REDD berdasarkan persepsi para pihak. Penelitian dilakukan di Propinsi Riau pada tahun 2008, karena propinsi ini merupakan salah satu propinsi yang secara historis mempunyai laju deforestasi di dalam kawasan hutan yang tinggi sebesar 157.688,6 ha/tahun pada periode tahun 2003-2006. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah purposive sampling dengan narasumber yang mencakup, Perusahaan, akademisi, pengambil kebijakan dan masyarakat. Sampel ditentukan dengan menggunakan pendekatan snowball, dimana sampel berikutnya dinominasikan oleh sampel sebelumnya sampai didapatkan informasi yang relative sama. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis para pihak dan analisis deskriptif. Hasil Penelitian menunjukkan (1) Pihakpihak yang harus terlibat dalam kegiatan REDD adalah Kementerian Kehutanan dengan porsi tugas terbesar mulai dari persiapan, implementasi, monitoring dan verifikasi, kemudian secara berurutan Dinas Kehutanan propinsi dan kabupaten, Kementerian Lingkungan Hidup, HPH/HTI, lembaga Internasional, LSM, Departemen Luar Negeri, Bapedalda, LIPI, Departemen Keuangan, UPT/UPTD serta masyarakat; (2) Dalam implementasi REDD, aspek yang perlu disiapkan adalah aspek teknologi dan aspek sosial ekonomi; dan (3) Untuk aspek institusi yang perlu disiapkan adalah ketersediaan peraturan Perundangan tentang pembalakan liar, kesadaran untuk mencegah pembalakan liar, dan kegiatan monitoring dan evaluasi dalam pencegahan pembalakan liar; (4) Dalam aspek infrastruktur teknis, monitoring dan evaluasi implementasi peraturan Perundangan perlu ditingkatkan begitu juga dengan kelengkapan dan keakuratan citra satelit serta database data dasar

    Nilai Ekonomi Air di Sub DAS Konto dan Sub DAS Cirasea

    Full text link
    Nilai ekonomi manfaat hidrologis yang dihasilkan hutan lindung belum diketahui secara luas, sehingga apresiasi terhadap hutan lindung masih rendah dan tekanan terhadap hutan lindung masih terus berlangsung. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai-ekonomi manfaat hidrologis air dari hutan lindung. Metode yang digunakan adalah pendekatan biaya pengadaan, yang mencerminkan nilai minimal manfaat ekonomi air yang dirasakan rumah tangga di hulu DAS yang langsung memanfaatkan air dari sumber mata air hutan lindung. Analisis ini menggunakan software Minitab versi 13.0. Penelitian dilakukan di bagian hulu-tengah DAS Brantas, yaitu di Sub DAS Konto, yang mengalirkan air ke waduk Selorejo, dan di Sub DAS Cirasea, hulu DAS Citarum. Lokasi ini dipilih karena merupakan DAS yang paling banyak memiliki permasalahan, terutama polusi air permukaan, konflik air, dan penurunan muka air tanah, serta merupakan sumber air utama untuk Perum Jasa Tirta (PJT) I dan PJT II yang merupakan BUMN pensuplai air terbesar di pulau Jawa. Hasil penelitian menunjukkan nilai ekonomi air untuk manfaat hidrologis Sub DAS Konto, dan Sub DAS Cirasea, masing-masing sebesar Rp. 37.873.740.832/tahun dan Rp. 76.769.512.989/tahun, nilai ini adalah nilai yang diberikan oleh keberadaan hutan lindung di Sub DAS Brantas dan Sub DAS Cirasea yang menghasilkan manfaat hidrologis terhadap rumah tangga. Hasil perhitungan nilai ekonomi air dari manfaat hidrologis yang dihasilkan sebagai fungsi dari keberadaan kawasan hutan lindung di Sub DAS Brantas dan Sub DAS Cirasea ini, hanya sebagian kecil dari nilai ekonomi air total yang dikandung oleh kawasan hutan lindung di Sub DAS Brantas dan Sub DAS Cirasea karena masih banyak pengguna-pengguna air lain yang lebih besar seiring dengan mengalirnya air
    • …
    corecore