671 research outputs found

    Headmaster Technology Leadership in Malaysia Elementary Schools

    Full text link
    Headmaster technology leadership increasingly important in education today. This leadership, providing various positive effects to the headmaster, teachers, students and schools. Therefore, headmaster need to master this leadership to take up the leadership role of technology in schools. Based on the Headmaster Technology Leadership Model by Chang (2003), a study based on interviews conducted on 6 headmasters serving in Johor, Malaysia. This study aims to review i) the role of the headmaster in Johor as a technology leader in school ii) the challenges faced by headmaster to serve as a technology leader. Analysis of the findings from interviews found the headmaster in Johor play a role as a technology leader in the school. However, the findings have found the effort in ICT development by the headmaster in schools is different based on the needs of the school. Therefore, there is no single fixed pattern headmaster role as a technology leader. In addition, the role of the headmaster as a technology leader is not comprehensive of the five dimensions as suggested by Chang (2003). Headmaster of Johor advised to make improvements to the school led to the transformation of technology-based education

    Penggunaan Limbah Ikan Leubiem (Chanthidermis maculatus) dalam Ransum terhadap Kelayakan Usaha Itik Petelur Fase Starter

    Get PDF
    Pakan merupakan faktor yang memengaruhi biaya produksi itik petelur, biaya pakan mencapai 70% dari total biaya produksi, untuk itu diperlukan pakan alternatif yang dapat mengurangi biaya produksi, salah satunya adalah limbah ikan leubiem (Chanthidermis maculatus). Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan limbah ikan leubiem dalam ransum terhadap kelayakan usaha itik petelur fase starter. Materi penelitian yang digunakan 500 ekor itik petelur umur 1 hari (DOD). Perlakuan ransum yang digunakan: P1 (ransum kontrol/tanpa limbah ikan leubiem), P2 (ransum mengandung 10% kulit ikan leubiem), P3 (ransum mengandung 10% kepala ikan leubiem), P4 (ransum mengandung 10% tulang ikan leubiem) dan P5 (ransum mengandung 10% kombinasi limbah ikan leubiem). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri 5 perlakuan dan 4 ulangan. Variabel yang diamati adalah: harga ransum, biaya produksi, IOFC, penerimaan (hasil penjualan), keuntungan dan kelayakan usaha. Data yang diperoleh ditabulasi dan dikalkulasi sesuai dengan variabel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga ransum itik petelur fase starter berkisar antara Rp. 4.081,- 5.205,-/kg. Total biaya produksi terendah terdapat pada perlakuan ransum P5 yaitu Rp. 26.270,-/ekor. Penerimaan diperoleh dari hasil penjualan itik petelur fase starter berdasarkan bobot hidup Rp. 40.000/kg. IOFC dan keuntungan tertinggi diperoleh pada perlakuan ransum P5 yaitu Rp. 17.318,-/ekor. Kelayakan usaha berdasarkan nilai BC dan RC ratio dari semua perlakuan ransum menunjukkan nilai yang diperoleh lebih besar dari 0 dan 1. Hal ini menunjukkan bahwa usaha itik petelur menguntungkan dan layak diusahakan. Disimpulkan bahwa usaha peternakan itik petelur fase starter dengan penggunaan limbah ikan leubiem dalam ransum layak untuk diteruskan dan menguntungkan

    Pengaruh Aplikasi Asam Humat Dan Pemupukan Fosfor Terhadap Serapan Unsur Hara P Dan K Tanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum)

    Full text link
    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi asam humat dan pemupukan fosfor terhadap serapan hara P dan K tanaman tomat. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung menggunakan perlakuan yang disusun secara faktorial (5×2) dalam Rancangan Acak Lengkap dengan 3 ulangan pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serapan hara P dan K tanaman tomat tidak dipengaruhi oleh aplikasi asam humat dan pemupukan fosfor. Pemupukan fosfor berpengaruh lebih baik terhadap bobot kering, serapan P, dan K tanaman tomat, kecuali pada kadar K tanaman tomat menjadi tidak lebih baik dan tidak berpengaruh terhadap kadar P tanaman tomat. Pengaruh aplikasi asam humat tidak tergantung dari pemupukan fosfor dalam meningkatkan serapan P dan K tanaman tomat

    Estimation of temperature and electron density in stainless steel plasma using laser induced breakdown spectroscopy

    Get PDF
    LIBS plasma produced by a 1064 nm Q-switched Nd:YAG laser in an atmospheric pressure was studied for the stainless steel sample. The laser output energy 150 mJ with pulse duration of 6 ns. The plasma emission spectrum was recorded by the LR1 Spectrometer connected to the fibre optic. The plasma temperature and electron density of each element were estimated by time-resolved spectroscopy of neutral atom and ion line emission. The plasma temperature was obtained from the Boltzmann plot method and their electron density was determined by using Saha-Boltzmann equation method. The preliminary qualitative LIBS analysis shows that several elements contained in the stainless steel. The element detected was Cu, Fe, Mn, Ni, and Cr. The results shows that Mn and Fe has the highest plasma temperature of 1.2 eV, but the electron density of Mn was the highest with value 4.6x1020 cm-3, while the Cu has the lowest temperature that is 0.73 eV with the electron density 2.8x1017 cm-3. The results are discussed

    Analisis Kelayakan USAha Agroindustri Tempe

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan agroindustri tempe di Desa Pawindan Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis; (2) kelayakan USAha agroindustri tempe di Desa Pawindan Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis. Penelitian dilaksanakan di Desa Pawindan Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis dengan menggunakan metode survai. Sampel lokasi ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Pawindan merupakan sentra agroindustri tempe di Kecamatan Ciamis. Teknik penarikan responden dilakukan secara sensus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Rata-rata biaya total sebesar Rp 1.274.208,90, yang dihasilkan dari penjumlahan biaya tetap rata-rata sebesar Rp 17.427,24, dengan biaya variable rata-rata sebesar Rp 1.256.781,70. Pendapatan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 644.791,09, dari penerimaan rata-rata sebesar Rp 1.919.000,00,- dikurangi biaya total rata-rata sebesar Rp 1.274.208,90. Analisis Kelayakan yang digunakan yaitu analisis kelayakan USAha yang membandingkan antara penerimaan dan biaya total. Rata-rata penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 1.919.000,00,- dan biaya total rata-rata yang dikeluarkan sebesar Rp 1.274.208,90. Dengan demikian diperoleh R/C sebesar 1,50 artinya berarti bahwa USAha agroindustri tempe layak untuk dijalankan

    Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Relokasi Permukiman Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus: Kabupaten Banjarnegara)

    Full text link
    Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7o12'–7 o 31' Lintang Selatan dan 109 o 29'- 109 o 45'50” Bujur Timur. Berada pada jalur pegunungan di bagian tengah Provinsi Jawa Tengah sebelah barat yang membujur dari arah barat ke timur. Banjarnegara adalah kabupaten yang memiliki kawasan pegunungan dengan kerawanan tanah bergerak maupun longsor cukup tinggi. Salah satu bencana yang ada adalah tanah begerak. Tanah bergerak yang terjadi di Kabupaten Banjarnegara menyebabkan lumpuhnya perekonomian, kerusakan bangunan, korban jiwa serta kehilangan harta benda. Oleh karena itu, diperlukan diperlukan upaya-upaya yang komprehensif untuk mengurangi risiko bencana alam, antara lain yaitu dengan melakukan kegiatan mitigasi berupa relokasi.Permukiman yang akan direlokasi adalah permukiman yang terletak pada daerah sangat rentan tanah bergerak dan memiliki daerah yang luas serta tingkat kepadatan yang tinggi. Sedangkan penentuan posisi relokasi yang tepat melibatkan enam parameter kesesuaian lahan permukiman yaitu kerawanan longsor, kelerengan, jenis tanah, penggunaan lahan, hidrogeologi dan aksesibilitas. Penelitian ini menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process dalam penentuan nilai bobot tiap parameter yang kemudian dilakukan klasifikasi nilai kesesuaian lahan dengan interval 0-30 sebagai lahan tidak sesuai, 30-70 sebagai lahan kurang sesuai dan >70 adalah lahan sesuai untuk relokasi. Permukiman terdampak bencana tanah bergerak teridentifikasi sejumlah 88 titik dengan total luas sebesar 196 Ha atau 0,114 % dari total luas permukiman di Kabupaten Banjarnegara yang tersebar di bagian utara wilayah Kabupaten Banjarnegara. Sedangkan hasil pengolahan kesesuaian lahan permukiman didapatkan luas lahan dari tiap klasifikasi yaitu tidak sesuai relokasi 8,72% atau 10.019,274 Ha, kurang sesuai relokasi 59,26% atau 68.123,307 Ha dan lahan sesuai relokasi 32,03 % atau 36.816,024 Ha. Lahan pada kelas sesuai merupakan daerah yang akan dijadikan lahan relokasi.Pemilihan posisi relokasi terhadap permukiman terdampak bencana tanah bergerak yaitu dengan melakukan analisis kedekatan antar keduanya yang menghasilkan jarak rata rata perpindahan adalah 1,5 KM, dengan jarak terpendek yaitu 92 meter yang terdapat pada Kecamatan Kalibening dan jarak perpindahan terpanjang adalah titik di Kecamatan Pandanarum dengan sebesar 6,21 KM

    Plasma splashing from Al and Cu materials induced by and Nd : YAG pulsed laser

    Get PDF
    Plasma splashing from Al and Cu target materials and the growth of thin films on Cu and Al, respectively, has been studied using a Q-switched Nd:YAG laser with a 1064-nm, 80-mJ, 8-ns pulse width as the source of ablation. The target kept rotating and the substrate, Cu for Al and vice versa, was placed at an angle of 15° with respect to the beam axis. During the laser-matter interaction, the targets absorbed thermal energy within the thermal region depth of 4.7 (1.1) nm, yielding an ablated skin depth of 6.7 (4.2) nm. The surface morphology of the exposed targets was studied by analyzing SEM micrographs obtained using a ZEISS SUPRA 35 VP. The obtained results are explained on the basis of different sputtering/ablation mechanisms. Comparatively severe damage forming a bigger crater is seen on the Al target surface in contrast to the crater on the Cu surface. This observation is correlated with the blustering effect and/or debris formation. Energy dispersive spectroscopy (EDX) of the substrates yielded the deposition of micrometric grain-size particle
    corecore