15 research outputs found

    Pendugaan Model Permintaan Ubi Kayu di Indonesia

    Full text link
    Cassava (Manihot esculenta Crantz) is important commodity of Indonesia not only as forth producer after Nigeria, Thailand, and Brazil but also as source of carbohydrate. This research will use time series data among 1999-2009. The increasing of cassava production along 1971-2009 reaching 22,03 million tons. And also the projection until 2010 increase until 25,54 million tons. By this increasing, it is expected can open fissure of production and marketing in Indonesia better than before. Simultaneously test of variable contained the coming of cassava stock, another demand, cassava export, cassava consumption, and the demand of cassava last year has significant effect toward cassava demand

    Strategi Pengembangan Agroindustri Berbasis Sistem Usahatani Terpadu di Wilayah Pasang Surut (Studi Kasus: Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah)

    Get PDF
    Kalimantan Tengah mempunyai luas lahan pasang surut berkisar 5,5 juta hektar merupakan lahan potensial untuk pengembangan pertanian. Pada umumnya sebagian besar lahan tersebut dapat diusahakan untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal dalam pengembangan sistem USAhatani terpadu di lahan pasang surut untuk mendukung agroindustri dan untuk memformulasikan alternatif strategi dalam pengembangan sistem USAhatani terpadu di lahan pasang surut. Penelitian ini di laksanakan di Kecamatan Maliku dan Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau, dengan metode deskriptif, survei pada bulan Mei 2011 sampai dengan Desember 2011. Metode analisis data menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian diperoleh beberapa pilihan strategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan USAhatani terpadu di Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah adalah; a) perluasan areal tanaman yang diusahakan, b) membangun sistem agroindustri, c) meningkatkan kualitas sumberdaya manusai (SDM), d) memberikan akses permodalan petani dan perluasan pasar, e) meningkatkan modal USAhatani. Posisi yang sangat strategis untuk Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau dalam mengembangkan USAhatani terpadu berada pada kuadran I (pertama) atau tahap pertumbuhan yang agresif sehingga strategi pengembangan yang harus dilakukan adalah growth-oriented strategy atau menggunakan strategi SO, yaitu memanfaatkan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya

    Analisis Produksi Dan Efisiensi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Di Provinsi Bali

    Full text link
    The integrated crop management approach on rice is aimed to increase the productivity on fields with the constraint of limited land area. This present research was aimed to analyzethe impact of the implementation of integrated crop management to grain yield and its efficiency on the lowland farming. The study was conducted in three districts representing the lowland rice production center in Bali, i.e. Tabanan, Buleleng and Gianyar, involving 216 respondents, over two cropping seasons. Sampling of the respondents was using stratified simple random method. Data were analyzed using a stochastic frontier production function with the Maximum Likelihood Estimation (MLE) method. The results showed that the aggregate of rice production was affected by land area, amount of seeds, N fertilizer, organic fertilizer, pesticides, labor and age of seedling. Rice yield was higher in the dry season applying legowo planting pattern, followed by intermittent irrigations, IPM and planting varieties other than IR64. Technically, both ICMFS alumni farmers and non ICM-FS alumni were considered efficient, with an efficiency rate of more than 70 percent, but onlyICM-FS alumni farmers allocated the inputs efficiently, and therefore economically move efficient. Socio economic factors which were significantly affected the aggregate technicalinefficiencies were age of farmers, level of education, farming experiences, and the number of land plots. Technical inefficiency of the lowland rice farming was lower when ICM-FS alumni farmers work on their own lands

    Analisis Efisiensi Produksi Sistem Usahatani Kedelai Di Sulawesi Selatan

    Full text link
    EnglishSoybean is the third important food commodity, after rice and corn, with the increasing trend of demand (8.74%/year). Therefore, the imported soybean is maintained at a high level (1.2 million ton in 2008). The research on efficiency of soybean farm production system was conducted in three districts in South Sulawesi Province, namely Bone, Soppeng and Wajo. The locations were selected using a purposive sampling technique considering that those three areas are the soybean producing centers. This research uses a Cobb-Douglas Production Function applying an Ordinary Least Square (OLS) method and Profit derived from Cobb-Douglas Production Function with a Unit Output Price Cobb-Douglas Profit Function (UOP-CDFF) technique. The result shows that the technical factors influencing the increase soybean production are the farmers' experience, family labor, urea, KCl, organic fertilizer, ownership dummy (profit sharing), the dummy of soybeans variety (high variety), dummy of planting distance (40 x 15 cm and 40 x 10 cm), and also the land type of dummy. Aamount of the three production input types (fertilizers) could be increased to improve the production. Moreover, positive factors influencing the TER (Technical Efficiency Rating) in soybean farming are land size, farmers' age, educational background, and farmers' experience. Efficiency could still be achieved by decreasing the use of part time labor (non family member) to maximize the income, and by reducing the use of soybean seeds, part time labor and land size to increase the profit.IndonesianKedelai merupakan komoditas pangan utama setelah padi dan jagung, dengan permintaan yang terus meningkat dari tahun ke tahun (8,74%/tahun). Akibatnya, impor kedelai tetap berlangsung dalam jumlah yang besar (1,2 juta ton pada tahun 2008). Penelitian efisiensi produksi sistem USAhatani kedelai dilakukan di Sulawesi Selatan pada tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Bone, Soppeng, dan Wajo. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut sebagai daerah sentra produksi kedelai. Penelitian bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi USAhatani kedelai, serta untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis dan keuntungan USAhatani kedelai. Menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan fungsi keuntungan yang diturunkan dari fungsi produksi Cobb-Douglas dengan menggunakan teknik Unit Output Price Cobb-Douglas Profit Function (UOP-CDPF). Hasil analisis fungsi produksi menunjukkan bahwa secara teknis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi kedelai adalah tingkat pengalaman petani, jumlah angkatan kerja dalam keluarga, jumlah pupuk urea, jumlah pupuk KCl, jumlah pupuk organik, dummy status kepemilikan lahan sistem bagi hasil, dummy varietas kedelai (varietas unggul), dummy jarak tanam (40 x 15 cm dan 40 x 10 cm), dan dummy tipe lahan. Ketiga input produksi (pupuk) tersebut masih bisa dinaikkan jumlahnya untuk meningkatkan produksi. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap peningkatan TER (Technical Efficiency Rating) pada USAhatani kedelai adalah luas lahan garapan petani, umur petani, tingkat pendidikan petani, dan tingkat pengalaman petani. Oleh karena itu, pencapaian efisiensi masih dimungkinkan dengan mengurangi penggunaan tenaga kerja upahan (luar keluarga) untuk menambah pendapatan, serta mengurangi penggunaan benih kedelai, tenaga kerja upahan, dan luas lahan garapan untuk meningkatkan keuntungan USAhatani kedelai

    Sektor Pertanian Unggulan di Sumatera Selatan

    Full text link
    The objectives of this research were to analyze the contribution of agricultural sector to GRDP from South Sumatera, to identify agricultural leading sector and sub sector in South Sumatera, to analyze the growth component of agricultural sector. This research used GRDP time series data from year 2005-2013, with analytical methods used Location Quotient, Dynamic Location Quotient and Shift Share. The result of this research showed that agricultural sector contributed 21,79% on GRDP of South Sumatera, and the most contribute sub sector was plantation. The agricultural sector is still a leading sector. The agricultural sectors influenced positively of the national economics, but the growth is still lower than other sectors in South Sumatera, but nationally still compete with other provinces

    Sistem Ketahanan Pangan Nasional: Kontribusi Ketersediaan Dan Konsumsi Energi Serta Optimalisasi Distribusi Beras

    Full text link
    Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kecukupan ketersediaan beras pada tingkat nasional maupun regional menjadi prasarat bagi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Masalah beras di Indonesia juga tidak terlepas dari aspek distribusi akibat adanya kesenjangan produksi antar daerah dan antar waktu. Studi ini mencoba untuk mengkaji (1) ketahanan pangan wilayah ditinjau dari ketersediaan energi, dan kontribusi beras dalam ketersediaan energi, (2) ketahanan pangan tingkat rumah tangga dan kontribusi konsumsi energi yang bersumber dari beras terhadap konsumsi energi total, (3) keragaan wilayah provinsi di Indonesia berdasar ketersediaan dan konsumsi beras, (4) optimalisasi distribusi beras antar daerah di Indonesia. Hasil studi menunjukkan bahwa ketahanan pangan wilayah pada tingkat nasional maupun regional dari aspek ketersediaan energi adalah terjamin, meskipun jika dilihat dari Pola Pangan Harapan (PPH) maka ketersediaan pangan belum memenuhi aspek keragaman pangan. Berdasar ketahanan pangan tingkat rumah tangga masih ditemukan rumah tangga yang tergolong rawan pangan yaitu sebanyak 10,39 persen di Provinsi Jawa Timur, dan 9,21 persen di Provinsi Sulawesi Selatan dengan ketergantungan terhadap konsumsi energi yang bersumber dari beras masing-masing senesar 47,9 dan 84,19 persen. Secara nasional, terdapat 11 provinsi yang mengalami defisit beras dan 22 provinsi yang mengalami surplus. Jumlah defisit beras di Indonesia tahun 2009 sebesar 2,09 juta ton. Biaya minimum yang diperlukan untuk mendistribusikan beras daerah surplus ke daerah defisit tersebut sebesar Rp 1,016 milyar
    corecore