105 research outputs found

    Quantification of spin alignment in fission by simultaneous treatment of gamma and conversion electron angular distributions

    Full text link
    The study of the angular momentum properties of fission fragments can shed light about the complex mechanisms that characterize the fission process. One quantity that is of significant interest, and has not yet been studied adequately, is the alignment of the fragments, which is the cause of anisotropy of the {\gamma} rays along the fission axis and has been observed in various past and recent experiments. In this work, we have performed calculations using the FIFRELIN code, in an attempt to quantify the alignment of the nuclear spins after neutron-emission. Under the statistical tensor formalism of angular distributions, the conversion-electron and the {\gamma}-ray angular distributions can be treated simultaneously in an event-by-event calculation. This enables a first prediction of the conversion-electron angular distribution with respect to the fission axis. An average value for the alignment of fission fragments is deduced for 252Cf, with the use of recent experimental data. The method used for the present work can serve as a starting point for future theoretical and experimental studies in terms of {\gamma} and conversion-electron spectroscopy in view of studying the spin alignment of individual fission fragments, which could further improve our understanding on the process of fission

    Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis Beras Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

    Full text link
    Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya dari residu penggunaan bahan-bahan kimia, terlihat kecenderungan permintaan akan produk-produk pertanian organik, khususnya beras organik semakin meningkat. Namun peningkatan produksi tidak sebanding dengan peningkatan permintaan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik yang tepat. Untuk menganalisis strategi tersebut dilakukan penelitian di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai yang merupakan lokasi produsen beras organik terbesar di Sumatera Utara. Data dikumpulkan dari 20 responden yang terdapat pada seluruh subsistem agribisnis beras organik yang terdiri dari faktor-faktor ekstrnal dan internal. Selanjutnya faktor tersebut dianalisis dengan metode SWOT untuk mendapatkan formulasi strategi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara internal luas lahan padi organik, pengalaman bertani padi organik, produksi padi organik, pelaksanaan tahapan pertanian organik, pencatatan kegiatan USAhatani, ketersediaan modal dan pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi sistem agribisnis beras organik. Secara eksternal faktor yang mempengaruhi adalah sarana produksi pertanian, ketersediaan mesin penggiling dan tempat penjemuran, mutu beras organik, jaringan pemasaran beras organik, permintaan beras organik, dukungan kelompok tani, dukungan pemerintah, dukungan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan sarana irigasi. Dengan kondisi tersebut secara umum strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik di Desa Lubuk Bayas yang dapat dilakukan adalah strategi Turn Around yaitu dengan mengatasi kelemahan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Secara rinci terdapat 15 alternatif strategi yang dapat dilakukan yang terdiri dari strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT

    Analisis Pengelolaan USAha Padi Sawah Berdasarkan Kepemilikan Lahan

    Full text link
    Pemilik lahan sendiri lebih bebas melakukan apa yang akan lakukannya sementara penyewa dan gadai dibatasi oleh beberapa peraturan yang telah disepakati. Hal tersebut dapat menyebabakan perbedaan pengelolaan dari ketiga status kepemilikan lahan yang ada. Untuk menganalisis kemungkinan perbedaan pengelolaan tersebut, penelitian ini dilakukan di Desa Sukamandi Hilir Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis diskriptif dan ANOVA. Untuk melihat perbedaan biaya produksi dan produktivitas maka diambil 30 petani sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya produksi lahan milik sendiri paling tinggi dibandingkan lahan sewa dan lahan gadai. Sebaliknya produktivitas lahan milik sendiri lebih rendah dibandingkan keduanya, hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan biaya produksi dan produktivitas cukup signifikan

    Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani terhadap Sistem Pertanian Padi Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

    Full text link
    Sejak tahun 2001, Pemerintah Indonesia telah mensosialisasikan pertanian organik. Dengan program β€œGo Organic 2010” ditargetkan pada tahun 2010 dapat terealisasikan berbagai hal seperti: pengembangan produksi dan distribusi pupuk organik, mengalokasikan dana pembinaan dan alokasi subsidi pupuk organik, mengalokasikan dana pengadaan sarana dan membangun fasilitas pendukung yang dibutuhkan, sistem distribusi pupuk organik secara pabrikan serta adanya program-program pelatihan tentang manfaat penggunaan pupuk organik melalui demplot dan kelompok tani. Namun Kenyataannya sampai dengan tahun 2010 masih sangat sedikit petani padi yang menerapkan pertanian organik. Untuk menganalisis hal tersebut dilakukan penelitian di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Data dikumpulkan dari 40 petani yang ditentukan secara Cluster Propotional Sampling. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif dan dengan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani terhadap sistem pertanian padi organik dikatakan tinggi. Faktor-faktor yang berhubungan nyata dengan tingkat adopsi petani terhadap sistem pertanian padi organik adalah keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemungkinan dicoba, kemungkinan diamati, pengalaman bertani, tingkat kosmopolitan, tingkat partisipasi, saluran antarpribadi

    Faktor- Faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi USAha Perkebunan Kopi Robusta (Coffea Robusta L) ke Kopi Arabika (Coffea Arabica) (Studi Kasus: Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

    Full text link
    Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir kopi yang penting dengan total pangsa pasar sekitar 30% dari pangsa pasar dunia. Secara umum terdapat 2 jenis kopi yang dimiliki dan diekspor Indonesia yaitu Kopi Robusta dan Arabika. Kopi Arabika memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan Kopi Robusta, tetapi permintaan Kopi Robusta lebih tinggi, namun terdapat kecenderungan alih fungsi dari Kopi Robusta ke Kopi Arabika. Hal tersebut dapat menimbulkan excess supply. Untuk menganalisis faktor- faktor pendorong dan penarik alih fungsi USAha Kopi Robusta ke Kopi Arabika dilakukan penelitian di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Data dikumpulkan dari 60 petani dengan metode deskriptif dan selanjutnya data di estimasi dengan menggunakan uji beda rata-rata, dan diperoleh hasil penelitian bahwa faktor pendorong penarik terjadinya alih fungsi USAha Kopi Robusta ke Kopi Arabika adalah umur panen I Kopi Arabika yang lebih cepat, intensitas panen yang lebih tinggi, , harga jual lebih tinggi, Produktivitas yang lebih tinggi, waktu pengeringan yang lebih cepat, jam kerja pasca panen yang lebih singkat, biaya pupuk yang lebih rendah

    Analisis Tataniaga Kepiting Hasil Produksi Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat (Studi Kasus: Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

    Full text link
    Seiring dengan meningkatnya produksi kepiting, pada setiap tahun mengalami fluktuasi. Tetapi rentan lima tahun terakhir mengalami penurunan harga. Hal ini disebabkan saluran tataniaga yang kurang efisien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi tataniaga, price spread dan share margin, serta efisiensi terhadap setiap saluran tataniaga kepiting di Desa Pantai Gading. Penarikan sampel dilakukan dengan metode penelusuran yang terdiri dari 15 sampel produsen, 5 sampel agen, 4 sampel pedagang pengecer desa, 5 sampel pedagang pengecer Medan. Data yang digunakan adalah data primer data skunder. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Shepherd, Metode Acharya dan Aggarwal, Composite Index Method, Marketing Efficiency Index Method dan Metode Soekartawi. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: terdapat empat saluran tataniaga kepiting di Desa Pantai Gading yaitu I) Produsen – Agen – Pedagang Pengecer Desa – Konsumen, II) Produsen – Agen – Pedagang Pengecer Medan – Konsumen, III) Produsen – Pedagang Pengecer – Konsumen, IV) Produsen – Konsumen. Saluran IV mempunyai marjin tataniaga terendah dan merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Kata kunci: Kepiting, Tataniaga, Efisiensi, Share Margin, Price SpreadANALISIS TATANIAGA KEPITING HASIL PRODUKSI DESA PANTAI GADING, KECAMATAN SECANGGANG, KABUPATEN LANGKAT (Studi Kasus: Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat) ABSTRAK Seiring dengan meningkatnya produksi kepiting, pada setiap tahun mengalami fluktuasi. Tetapi rentan lima tahun terakhir mengalami penurunan harga. Hal ini disebabkan saluran tataniaga yang kurang efisien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi tataniaga, price spread dan share margin, serta efisiensi terhadap setiap saluran tataniaga kepiting di Desa Pantai Gading. Penarikan sampel dilakukan dengan metode penelusuran yang terdiri dari 15 sampel produsen, 5 sampel agen, 4 sampel pedagang pengecer desa, 5 sampel pedagang pengecer Medan. Data yang digunakan adalah data primer data skunder. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Shepherd, Metode Acharya dan Aggarwal, Composite Index Method, Marketing Efficiency Index Method dan Metode Soekartawi. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: terdapat empat saluran tataniaga kepiting di Desa Pantai Gading yaitu I) Produsen – Agen – Pedagang Pengecer Desa – Konsumen, II) Produsen – Agen – Pedagang Pengecer Medan – Konsumen, III) Produsen – Pedagang Pengecer – Konsumen, IV) Produsen – Konsumen. Saluran IV mempunyai marjin tataniaga terendah dan merupakan saluran tataniaga yang paling efisien

    Analisis Distribusi Biosolar di Kota Medan Biosolar Distribution Analysis In Medan City

    Full text link
    Kebutuhan masyarakat akan energi khususnya yang berasal dari fosil yakni BBM ( Bahan Bakar Minyak ) semakin meningkat, sementara persediaan bahan bakar yang berasal dari fosil ini semakin menipis. Dengan demikian pemerintah mencari sumber energi alternatif pengganti BBM, salah satunya ialah Biosolar yang merupakan hasil olahan dari bahan nabati. Keberlanjutan cadangan energi merupakan salah satu alasan memilih energi terbarukan, dalam hal ini Biosolar. Oleh karena itu Indonesia, termasuk kota Medan sudah mulai menggunakan Biosolar yang berasal dari nabati sebagai energi alternatie, pengganti Solar yang berasal dari fosil.Untuk menganalisis penggunaan Biosolar tersebut di kota Medan maka dilakukan penelitian terhadap 43 SPBU yang mendistribusikan Biosolar di kota Medan. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis bagaimana mekanisme pendistribusian Biosolar di kota Medan, serta menganalisis perbedaan antara volume Biosolar yang didistribusikan oleh PT. Pertamina dengan volume Biosolar yang terjual di SPBU. Kota Medan terpilih sebagai daerah penelitian berdasarkan metode purposive, sedangkan distribusi sampel dilakukan dengan metode propotional cluster sampling. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif dan uji beda rata-rata.Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, jumlah SPBU yang menjual Biosolar meningkat sejak Juni 2010 sampai Mei 2011. Mekanisme pendistribusian Biosolar di kota Medan mengunakan sistem distribusi semi langsung; Volume Biosolar yang didistribusikan oleh PT. Pertamina ke setiap SPBU mendekati 18.000 liter per hari, sementara yang terjual oleh SPBU sebanyak 15.255 liter per hari; Jenis kenderaan yang mengunakan Biosolar didominasi oleh kenderaan jenis angkutan barang dan angkutan penumpang dalam hal ini bus; Tidak terdapat perbedaan volume penjualan Biosolar, antara SPBU yang berlokasi pada tingkat aksesibilitas sedang, dengan SPBU yang berlokasi pada tingkat aksesibilitas tinggi

    Left ventricular non-compaction: clinical features and cardiovascular magnetic resonance imaging

    Get PDF
    Background: It is apparent that despite lack of family history, patients with the morphological characteristics of left ventricular non-compaction develop arrhythmias, thrombo-embolism and left ventricular dysfunction. METHODS: Forty two patients, aged 48.7 +/- 2.3 yrs (mean +/- SEM) underwent cardiovascular magnetic resonance (CMR) for the quantification of left ventricular volumes and extent of non-compacted (NC) myocardium. The latter was quantified using planimetry on the two-chamber long axis LV view (NC area). The patients included those referred specifically for CMR to investigate suspected cardiomyopathy, and as such is represents a selected group of patients. RESULTS: At presentation, 50% had dyspnoea, 19% chest pain, 14% palpitations and 5% stroke. Pulmonary embolism had occurred in 7% and brachial artery embolism in 2%. The ECG was abnormal in 81% and atrial fibrillation occurred in 29%. Transthoracic echocardiograms showed features of NC in only 10%. On CMR, patients who presented with dyspnoea had greater left ventricular volumes (both p < 0.0001) and a lower left ventricular ejection fraction (LVEF) (p < 0.0001) than age-matched, healthy controls. In patients without dyspnoea (n = 21), NC area correlated positively with end-diastolic volume (r = 0.52, p = 0.0184) and end-systolic volume (r = 0.56, p = 0.0095), and negatively with EF (r = -0.72, p = 0.0001). CONCLUSION: Left ventricular non-compaction is associated with dysrrhythmias, thromboembolic events, chest pain and LV dysfunction. The inverse correlation between NC area and EF suggests that NC contributes to left ventricular dysfunction
    • …
    corecore