3,098 research outputs found
Solution to Problem 1751, A Combinatorial Identity
A combinatorial proof to Iliya Bluskov\u27s proposed Problem 1751
Unitary coupled-channels model for three-mesons decays of heavy mesons
A unitary coupled-channels model is presented for investigating the decays of
heavy mesons and excited meson states into three light pseudoscalar mesons. The
model accounts for the three-mesons final state interactions in the decay
processes, as required by both the three-body and two-body unitarity
conditions. In the absence of the Z-diagram mechanisms that are necessary
consequences of the three-body unitarity, our decay amplitudes are reduced to a
form similar to those used in the so-called isobar-model analysis. We apply our
coupled-channels model to the three-pions decays of a1(1260), pi2(1670),
pi2(2100), and D0 mesons, and show that the Z-diagram mechanisms can contribute
to the calculated Dalitz plot distributions by as much as 30% in magnitudes in
the regions where f0(600), rho(770), and f2(1270) dominate the distributions.
Also, by fitting to the same Dalitz plot distributions, we demonstrate that the
decay amplitudes obtained with the unitary model and the isobar model can be
rather different, particularly in the phase that plays a crucial role in
extracting the CKM CP-violating phase from the data of B meson decays. Our
results indicate that the commonly used isobar model analysis must be extended
to account for the final state interactions required by the three-body
unitarity to reanalyze the three-mesons decays of heavy mesons, thereby
exploring hybrid or exotic mesons, and signatures of physics beyond the
standard model.Comment: 32 pages, 10 figures. Version to appear in PR
Exclusive electromagnetic production of strangeness on the nucleon : review of recent data in a Regge approach
In view of the numerous experimental results recently released, we provide in
this letter an update on the performance of our simple Regge model for
strangeness electroproduction on the nucleon. Without refitting any parameters,
a decent description of all measured observables and channels is achieved. We
also give predictions for spin transfer observables, recently measured at
Jefferson Lab which have high sensitivity to discriminate between different
theoretical approaches.Comment: 5 pages, 5 figure
Ikan Pelangi Iriatherina Werneri (Meiken, 1974) dengan Hormon Estradiol-17β
Pembetinaan ikan pelangi (Iriatherina werneri) adalah langkah awal untuk mendapatkan individu betina fungsional (XY). Jika individu betina fungsional ini dikawinkan dengan jantan normal (XY) akan menghasilkan individu ikan jantan super (YY). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi optimum dosis dan lama perendaman yang berbeda untuk pembetinaan ikan pelangi dengan menggunakan hormon estradiol-17β yang dirancang menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial yang terdiri atas faktor dosis dan lama perendaman masing-masing diulang tiga kali kemudian data dianalisis secara statistik (ANOVA). Telur ikan pelangi stadia embrio bintik mata direndam dalam larutan estradiol-17β dosis 0, 200, 400 dan 600 μg L-1 selama 6, 12, dan 18 jam, kemudian larva dipelihara selama 70 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan estradiol-17β dapat meningkatkan persentase betina; dosis 400 dan 600 μg L-1 selama 6 dan 12 jam meningkatkan persentase betina secara nyata (p0,05)
Tingkah Laku Memijah, Potensi Reproduksi Ikan Betina, dan Optimasi Teknik Pemijahan Ikan Pelangi Iriatherina Werneri Meinken, 1974 [Spawning Behavior, Female Reproductive Potential And Breeding Technique Optimize Of Threadfin Rainbowfish...............
Informasi reproduksi ikan pelangi Iriatherina werneri pada wadah terkontrol masih sedikit diketahui. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai tingkah laku memijah, potensi reproduksi ikan betina berdasarkan perbedaan pakan (buatan dan alami), dan optimasi teknik pemijahan. Kajian optimasi pemijahan meliputi pengamatan pengaruh perbedaan sistem pemijahan (massal atau individual), perbedaan rasio kelamin pemijahan jantan : betina (1:1, 1:2, dan 1:3), serta perbedaan ukuran betina (kecil, sedang, dan besar) untuk mendukung kegiatan budi daya. Hasil penelitian menunjukkan bah-wa pemijahan ikan pelangi terjadi pada 13-15 jam sejak pemasangan ikan jantan dan betina yang diawali oleh gerakan ikan jantan mengembangkan dan menguncupkan sirip. Telur yang dikeluarkan pada pemijahan massal berakhir dua jam lebih cepat dibandingkan pemijahan individual dan telur lebih serempak dikeluarkan pagi hari (94,92%). Ikan pelangi merupakan pemijah bertahap yang mampu memijah setiap hari selama 30 hari. Potensi jumlah telur dan larva yang di-hasilkan seekor betina dapat ditingkatkan masing-masing sebanyak empat kali lipat dan 14 kali lipat melalui pemberian pakan alami. Optimasi teknik pemijahan I. werneri dicapai dengan menggunakan sistem massal dengan rasio kelamin 1: 3 dan menggunakan ikan betina berukuran 26,98-35,76 mm
Coherent control using adaptive learning algorithms
We have constructed an automated learning apparatus to control quantum
systems. By directing intense shaped ultrafast laser pulses into a variety of
samples and using a measurement of the system as a feedback signal, we are able
to reshape the laser pulses to direct the system into a desired state. The
feedback signal is the input to an adaptive learning algorithm. This algorithm
programs a computer-controlled, acousto-optic modulator pulse shaper. The
learning algorithm generates new shaped laser pulses based on the success of
previous pulses in achieving a predetermined goal.Comment: 19 pages (including 14 figures), REVTeX 3.1, updated conten
Keragaman Genotipe dan Morfometrik Ikan Tengadak Barbonymus Schwanenfeldii (Bleeker 1854) Asal Sumatera, Jawa, dan Kalimantan
Studi keragaman genotipe dan fenotipe populasi awal ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) asal Sumatera, Jawa, dan Kalimantan merupakan upaya pemanfaatan sumber daya genetik ikan tengadak untuk kegiatan budi daya secara berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah melakukan evaluasi keragaman genotipe dan fenotipe ikan tengadak asal Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Analisis keragaman genotipe dilakukan secara molekuler dengan metode Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD) menggunakan primer OPA 08, OPA 09 dan OPC 02 sedangkan keragaman fenotipe dilakukan berdasarkan pengukuran truss morphometric. Hasil penelitian menunjukkan polimorfisme genetik tertinggi (40%) ditemukan pada ikan jantan populasi asal Jawa dan ikan betina asal Kalimantan dengan nilai heterozi- gositas tertinggi 0,18 sedangkan polimorfisme terendah (18%) ditemukan pada ikan betina populasi asal Jawa dengan tingkat heterozigositas 0,08. Jarak genetik ketiga populasi berkisar 0,48-0,55 sedangkan antara ikan jantan dan betina berki-sar 0,19-0,24. Hasil analisis fungsi kanonikal truss morfometrik ikan tengadak pada 21 karakter terukur menun- jukkan sebaran pengukuran ketiga populasi berada pada kuadran yang berbeda. Persentase indeks keseragaman intra- populasi menunjukkan indeks keseragaman genetik tertinggi pada populasi Jawa (66,7-86,7 %) dengan indeks kesera- gaman interpopulasi (0-6%) pada populasi Kalimantan dan (0%) pada populasi Sumatera. Berdasarkan data keragaman genotipe dan fenotipe ikan jantan asal Jawa dan ikan betina asal Kalimantan berpotensi sebagai sumber genetik donor untuk pengembangan budidaya ikan tengadak
The wall shear rate distribution for flow in random sphere packings
The wall shear rate distribution P(gamma) is investigated for pressure-driven
Stokes flow through random arrangements of spheres at packing fractions 0.1 <=
phi <= 0.64. For dense packings, P(gamma) is monotonic and approximately
exponential. As phi --> 0.1, P(gamma) picks up additional structure which
corresponds to the flow around isolated spheres, for which an exact result can
be obtained. A simple expression for the mean wall shear rate is presented,
based on a force-balance argument.Comment: 4 pages, 3 figures, 1 table, RevTeX 4; significantly revised with
significantly extended scop
- …