3,471 research outputs found

    PERKEMBANGAN PESANTREN DI TENGAH DINAMIKA KONFLIK DAN MARAKNYA RADIKALISME PADA KABUPATEN POSO

    Get PDF
    ABSTRACTThis study aims to describe, analyze and interpret the phenomenon of the development of Islamic boarding schools that grow and develop in the midst of the dynamics of conflict that is still happening today, where on the other hand the development of Islamic boarding schools is also marked by the rise of radicalism movements marked by the emergence of armed civilian groups. which was later called the East Indonesia Mujahidin (MIT), this study also aims to explain the alleged relationship between pesantren and radicalism, pesantren with MIT and the allegation of pesantren as a fabrication of radicalism. The method in this study uses a qualitative approach to the type of case study (case study) which emphasizes the ability of the researcher as a key research instrument. The research findings at least explain several things, namely; 1) the development of the pesantren that occurred in Poso began after the conflict of faith where one of the incidents in the conflict was the massacre that occurred at the Walisongo Islamic boarding school in Kilo Sembilan, 2) the radicalism that developed in Poso did not coincide with the motivation for the development of the pesantren, 3) the developing pesantren Poso has no relationship with the MIT group, 4) MIT is purely a combatant group that grows from social ties outside Islamic boarding school education, 5) MIT combatant actors in the investigations conducted by researchers do not come from the pesantren educational environment in Poso, moreover pesantren in Poso is a typology of traditional pesantren which is still said to be very young and not yet established and does not yet have a broad network of regeneration, so it is impossible to become a fabricator of Poso combatants.Keywords: Islamic boarding schools; conflict; radicalism ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis dan menginterpretasikan fenomena perkembangan pesantren yang tumbuh dan berkembang di tengah dinamika konflik yang masih terus terjadi hingga saat ini, di mana pada sisi yang lain perkembangan pesantren juga turut diwarnai dengan maraknya gerakan radikalisme yang ditandai dengan munculnya kelompok sipil bersenjata yang belakangan disebut Mujahidin Indonesia Timur (MIT), penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan dugaan hubungan pesantren dengan radikalisme, pesantren dengan MIT dan dugaan pesantren sebagai pabrikasi radikalisme. Adapun metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis studi kasus (case study) yang menekankan pada kemampuan peneliti sebagai instrumen kunci penelitian. Temuan penelitian setidaknya  menjelaskan beberapa hal yaitu; 1) perkembangan pesantren yang terjadi di Poso dimulai paska konflik iman di mana salah satu insiden dalam konflik tersebut adalah pembantaian yang terjadi di pesantren Walisongo di Kilo Sembilan, 2) radikalisme yang berkembang di Poso tidak beriringan dengan motivasi perkembangan pesantren, 3) pesantren yang berkembang di Poso tidak memiliki hubungan dengan kelompok MIT, 4) MIT murni merupakan kelompok kombatan yang tumbuh dari ikatan sosial di luar pendidikan Islam pesantren, 5) aktor-aktor kombatan MIT dalam investigasi yang peneliti lakukan tidak berasal dari lingkungan pendidikan pesantren di Poso, lagipula pesantren di Poso merupakan tipologi pesantren tradisional yang masih dikatakan sangat belia dan belum mapan serta belum memiliki jaringan kaderisasi yang luas, sehingga sangat mustahil untuk dapat menjadi pabrikasi kombatan Poso.Kata Kunci: Pesantren; Konflik; Radikalism

    Efektivitas Pelaksanaan Program Pembelajaran Qira’atul Kutub Dalam Meningkatkan Kemahiran Membaca Kitab Kuning Di Pesantren Alkhairaat Putra Pusat Palu

    Get PDF
    Qira’atul Kutub merupakan salah satu kemahiran dari beberapa kemahiran yang ada dalam pembelajaran Bahasa Arab yaitu kemahiran menulis, kemahiran menyimak, kemahiran berdialog dan menulis. Dalam pembelajaran qira’atul kutub peserta didik diharuskan menguasai ilmu alat yang terhimpun dalam qawaid sebagai alat bantu untuk memahami kitab kuning. Adapun kitab kuning sendiri merupakan kitab yang dicetak dengan kertas kekuning-kuningan dan hamper keseluruhan hurufnya tidak menyertakan harakat/syakal, sehingga kitab kuning kerab kali disebut pula dengan kitab gundul. Metode penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif fenomenologis. Adapun hasil penelitian menjelaskan bahwa pesantren Alkhairaat merupakan Lembaga Pendidikan yang berkarakter tradisionalis-modernis dan secara operasionalisasi kurikulumnya bersifat integrative-kolaboratif  dengan mengintegrasikan dan mengkolaborasikan kurikulum Yayasan, kurikulum Kemenag dan kurikulum Kemendikbud. Dalam pembelajaran Qira’atul kutub ditempuh dengan beberapa tahap; 1) tahap persiapan, 2) tahap pengembangan dan pelatihan, 3 tahap penerapan. Ditinjau dari sisi efektivitasnya, program ini berjalan dengan baik dan mampu menghasilkan peserta didik yang cakap dalam memahami kitab kuning. Akan tetapi karena tingkat kerumitannya yang begitu tinggi, peminat program Qira’atul kutub sangat sedikit dan kurang dilirik. Sebagian peserta didik yang mengikuti program ini adalah mereka yang memang berniat untuk melanjutkan studi ke Timur Tengah

    Effetto dell'estetrolo sulla sintesi di ossido nitrico in cellule endoteliali umane

    Get PDF
    L’uomo e la donna presentano fisiologie e malattie diverse tra di loro, questo concetto è riconosciuto universalmente, ma per molto tempo abbiamo basato buona parte dello studio e della terapia esclusivamente sul maschio. Queste differenze tra i due sessi sono legate a vari motivi, come le diverse concentrazioni di estrogeni. Gli estrogeni sono responsabili di numerose azioni sul ciclo ovarico e mestruale, sulla vagina e sul tessuto osseo, sul sistema nervoso centrale e sui sintomi della menopausa; inoltre questi ormoni influenzano la malattia cardiovascolare, principale causa di morbilità e mortalità nel mondo. L’incidenza e la prevalenza di patologie cardiovascolari nella donna cambiano anche in base al periodo di vita: in età fertile sono meno frequenti grazie alla protezione data dagli estrogeni; questi ormoni incidono sul profilo metabolico e prevengono le dislipidemie, che favoriscono l'insorgenza di aterosclerosi. Nel postmenopausa calano gli estrogeni, l'assetto metabolico peggiora e si formano in tutto l’albero vascolare placche aterosclerotiche, che aumentano il rischio di eventi cardiovascolari. L’aterosclerosi è riconosciuta come una possibile causa d’infarto miocardico, ictus ischemico, arteriopatia periferica. Gli estrogeni oltre ad essere prodotti dall'organismo possono essere assunti per via esogena con la terapia estroprogestinica (la comune "pillola") per diversi motivi: dalle irregolarità mestruali alla sindrome dell'ovaio policistico, dall'endometriosi alla menopausa fino ad altre applicazioni. La pillola è costituita da due componenti, una progestinica e una estrogenica che è rappresentata dall'etinilestradiolo (EE), una molecola sintetica ottenuta dall'estradiolo, ma negli ultimi anni si sta cercando di sostituirlo con una molecola dotata della stessa azione terapeutica, priva di effetti collaterali. Una molecola nuova, attualmente sotto studio, potrebbe essere l'estetrolo (E4). L’E4 è una molecola di produzione epatica fetale, rintracciabile a livelli dosabili nel feto e nella donna in gravidanza, le sue concentrazioni calano rapidamente dopo il parto. Il suo ruolo non è stato ancora chiarito, ma da diversi studi eseguiti su ratti ovariectomizzati (OVX) si è capito che l'E4 ha azione su diversi tessuti: sull'ovaio ha un effetto antiovulatorio e riduce la secrezione di gonadotropine, sull'utero ha un'azione trofica e proliferativa, sulla vagina favorisce il processo di corneificazione, sul tessuto osseo rallenta il processo di perdita e demineralizzazione, inoltre previene le variazioni termiche (indotte con il naloxone) che imitano i flushing cutanei associati alla menopausa. Nel 2008 sono stati eseguiti i primi studi clinici su donne in età fertile e in menopausa: anche nella donna l'estetrolo è ben tollerato, non sembra avere effetti collaterali. L'E4 riduce la frequenza dei flushing, i livelli di gonadotropine e ha azione sulla vagina; queste osservazioni supportano l'idea di un ipotetico uso nella contraccezione orale e nella terapia sostitutiva. Tra il 2014 e il 2015 sono stati eseguiti dei trial basati sulle osservazioni di studi precedenti. I risultati ottenuti hanno evidenziato come l’E4 ha anche azione antiproliferativa sulle cellule di tumore mammario umano: l'ormone ha attività antiestrogenica, riduce la trascrizione del recettore estrogenico α (ERα) e aumenta quella dell’ERβ, aumenta l’espressione della proteina legante gli ormoni sessuali (SHBG) che lega l'E2 e ne riduce la quota libera; inoltre quando viene somministrato con l’E2 ne antagonizza l'effetto proliferativo sulle cellule tumorali mammarie umane. Uno studio del 2012 condotto su ratti OVX ha dimostrato l'effetto vasorilassante dell'E4 su arterie pre--contratte. Queste azioni sono il risultato di meccanismi che coinvolgono gli ER, la guanilato ciclasi (enzima che produce il guanosina monofosfato ciclico, cGMP) e l’inibizione delle correnti ioniche del calcio entranti nelle cellule muscolari lisce della tonaca media vasale. L’ossido nitrico (NO) aumenta la sintesi di cGMP, che a sua volta favorisce il rilassamento delle cellule muscolari lisce vasali. A sua volta l’NO viene prodotto a livello endoteliale attraverso l’ossido nitrico sintetasi endoteliale (eNOS), è noto da tempo come gli estrogeni agiscano su queste due molecole. L'NO vasodilata e ha azione antiaggregante, gioca un ruolo importantissimo nella malattia cardiovascolare perché nel processo di formazione della placca aterosclerotica il primo evento è dato dalla disfunzione endoteliale: a causa del fumo, dell'ipertensione o del calo di estrogeni la produzione endoteliale di NO e di prostacicline si riduce; come risultato c’è vasocostrizione. L’endotelio diventa adesivo per macrofagi, neutrofili e piastrine, si depositano LDL nel subendotelio e si richiamano macrofagi, con la formazione finale di un ateroma. Il processo coinvolge tutto l’albero vascolare, è responsabile di stenosi e può essere complicato da eventi acuti che possono essere causa d’infarto, ictus e altre malattie cardiovascolari. L'effetto dell'E2 sull'espressione e sull'attività dell'eNOS è stato indagato in altri studi, ma sull'E4 possiamo basarci solo sull’osservazione che ha azione vaso dilatante sulle arterie murine. Per questo nell'elaborato, che si inserisce in un progetto di ricerca in fase di pubblicazione, è stato valutato l'effetto dell'E4 sulla sintesi di NO, sull'attività e sull'espressione dell’eNOS in un altro modello: le cellule endoteliali della vena ombelicale umana (HUVEC). Le HUVEC sono state isolate dai cordoni ombelicali raccolti e poi stimolate con l'E4, da solo e con l'E2; in seguito è stata misurata l'espressione di nitriti per valutare la sintesi di NO, l’espressione dell’eNOS in forma inattiva e attiva (p-eNOS). L'E4, in misura minore dell'E2, favorisce la sintesi dell'NO, l'attività e l’espressione dell’eNOS. In seguito è stato osservato il comportamento dell'eNOS e dell’NO con la somministrazione contemporanea di E2 ed E4, visto che il secondo è un modulatore dell'azione del primo; per questo sono state usate tre concentrazioni diverse di questo ormone, 10-8 M, 10-9 M e 10-10 M: queste tre dosi mimano rispettivamente quelle della donna nelle prime settimane di gravidanza, della fase preovulatoria e del postmenopausa. I risultati ottenuti sembrano suggerire che l'E4 modula l'azione dell'E2 in maniera diversa secondo le concentrazioni di quest’ultimo ormone. Si osserva che l’effetto di modulazione dell’attività, dell’espressione dell’eNOS e della sintesi di NO dipendenti dall’E2 è massimo con concentrazioni di E2 di 10-8 M, 10-9 M, mentre è minimo con dosi di 10-10 M; il motivo di questo particolare comportamento non è stato totalmente chiarito. Tutti i risultati fin qui illustrati sono stati ottenuti su cellule incubate per 48 ore con i suddetti ormoni. Le vie che l'estetrolo potrebbe sfruttare per attivare l’eNOS sono diverse e per capire quali vengono usate è stata effettuata una somministrazione rapida (30 minuti) di E2 ed E4. Sono stati studiati nelle cellule il rilascio di nitriti, l’attività dell’eNOS; sul lisato cellulare l’espressione di varie proteine: eNOS, p-eNOS, Akt e p-Akt. Il rilascio di NO e l’attività dell’eNOS aumentano, non l'espressione della proteina eNOS: questo suggerisce il coinvolgimento di vie di segnalazione extranucleari. Queste modalità di segnalazione sfruttano la fosfatidil-3-OH-chinasi (PI3K) e la serina-treonina chinasi Akt. La p-Akt aumenta come risposta alla somministrazione di E4, quindi la via PI3K/Akt sembra essere coinvolta nella stimolazione dell'E4 sull’eNOS e sulla sintesi di NO. Infine è stato osservato l'effetto dell'E4 sull'espressione della p-eNOS e della p-Akt indotte dall'E2: i loro livelli calano notevolmente quando sono sfruttate concentrazioni di estradiolo di 10-8 M, 10-9 M, mentre rimangono inalterati con dosi di 10-10 M. Sulle cellule trattate con l’E4 a 48 ore e a 30 minuti è stato utilizzato l’ICI 182,780, antagonista dell'ERα: tutte le azioni dell’E4 sull’eNOS e sulla p-eNOS in questo modello sperimentale vengono ridotte nettamente, cosa che suggerisce il possibile ma non unico coinvolgimento degli ER. In conclusione i risultati ottenuti ci fanno supporre che l'E4 modula la sintesi di NO nelle cellule endoteliali umane della vena ombelicale, interferisce sulla sintesi di NO indotta dall'E2 e, per attivare l’eNOS, potrebbe coinvolgere la via di segnalazione ER extranucleare

    Prediction of segregation in funnel and mass flow discharge

    Get PDF
    In this paper we present a model to predict the onset and evolution of segregation during the discharge of binary mixtures of granular materials. The model accounts for the multi-phase and multi-component nature of the granular mixtures, to simulate the main flow regimes occurring in the discharge of silos (funnel and mass flow) and how they affect segregation. The new comprehensive model for segregation follows a continuum Eulerian approach and results from the coupling between an ad-hoc rheology for granular flow and a percolation model for multi-component mixtures. Predictions are compared with independent literature experimental data, for short and tall silos and prove to be quite accurate, after a tuning of the percolation flux sub-model. The larger segregation in short flow paths with smaller amount of fines reported by the experiments is quantitatively predicted. The model also predicts the three phases observed in experiments during the discharge of tall silos

    Farmacogenetica dei farmaci anti-VEGF in pazienti affetti da maculopatia degenerativa legata all'età.

    Get PDF
    Introduzione: La degenerazione maculare senile (DMS) è diventata la maggiore causa di ipovisione negli individui al di sopra dei 65 anni nei Paesi industrializzati. Dal punto di vista clinico, caratteristica è la comparsa delle drusen, accumuli di materiale ialino, che si evolvono nella forma essudativa-emorragica (umida) e atrofica (secca). La forma umida è caratterizzata dalla proliferazione di nuovi vasi nella membrana sottoretinica, promossa da numerosi regolatori proangiogenici fra i quali gioca un ruolo determinante il fattore di crescita dell’endotelio vascolare VEGF-A. Obiettivi dello studio: Lo scopo del presente studio è di analizzare l’associazione tra alcuni SNPs del gene VEGF-A nei pazienti arruolati e l’efficacia del trattamento con l’anticorpo monoclonale ranibizumab diretto contro i fattori di crescita dell’endotelio vascolare. Pazienti e metodi: Sono stati attualmente arruolati 64 pazienti al di sopra dei 65 anni ai quali è stata diagnosticata una DMS di tipo umido avvalendosi di fluoroangiografia con indocianina e fluoresceina e OCT (tomografia a coerenza ottica). È stata valutata la risposta funzionale completa dopo il trattamento che comprende la misurazione dell’acuità visiva (espressa in numero di lettere ed eseguita con tavole ETDRS). È stato eseguito un prelievo di 5 ml di sangue intero dal quale è stato estratto il DNA genomico utilizzando QIAamp DNA Blood Mini Kit (Qiagen). I pazienti sono stati sottoposti a trattamento con ranibizumab, un anticorpo monoclonale anti-VEGF-A. Sono stati analizzati 2 polimorfismi a singolo nucleotide presenti sul gene del VEGF-A, che sembrerebbero essere responsabili della variabile produzione della sua proteina. I polimorfismi presi in esame sono -2578 A/C e -1154 A/G; è stata eseguita la discriminazione allelica in Real-Time PCR su piattaforma Taqman. I risultati ottenuti sono stati analizzati usando il software GraphPad Prism (versione 5.0; GraphPad Prism Software Inc., San Diego, CA, USA). L’equilibrio di Hardy-Weinberg e il test di linkage disequilibrium tra i loci è stato calcolato usando PHASE e Arlequin version 3.1. Risultati: Ranibizumab è risultato significativamente più efficace in termini di migliore acuità visiva in pazienti portatori di allele VEGF-A-2578C (6,26-7,44 ETDRS lettere), mentre nei pazienti portatori del genotipo VEGF-A-2578AA non e’ stata rilevata una risposta funzionale precoce a ranibizumab (-1,78 ETDRS lettere, p = 0,0192). Conclusioni: In conclusione possiamo affermare che lo SNP -2578A/C del VEGF-A puo’ essere considerato un marker farmacogenetico per predire la risposta precoce al ranibizumab intravitreale. Studi clinici futuri dovrebbero essere condotti al fine di validare i dati presentati in questo studio
    • …
    corecore