Analisis vegetasi pohon di Ekoregion Kalimantan Kawasan Ecology Park Kebun Raya Bogor

Analisis vegetasi merupakan salah satu cara yang digunakan besarnya sebaran dari berbagai macam spesies yang ada di dalam suatu area kegiatan ini dilakukan dengan pengamatan langsung dan dilakukan dengan membuat petak ukur serta mengamati morfologi dan identifikasi vegetasi yang ada. Jutuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji seberapa besar sebaran jenis, kenekaragaman jenis, kemerataan jenis, kekayaan jenis, pola sebaran dan factor lingkungan yang mempengaruhi komunitas organisme. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga maret pada Ekoregion Kalimantan Kawasan Ecology Park Kebun Raya Bogor. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 11 jenis spesies dengan, Indeks morisita menunjukkan Ip > 0. Hal ini mengindikasi bahwa sifat yang ada pada lahan tersebut bersifat mengelompok. Dengan batas kepercayaan 95% pada -0.5 dan 0.5.   Nilai H’ sedang, indeks kemerataan jenis yang tinggi serta kekayaan jenis yang rendah Selain itu, sebaran pada petak pengamatan umumnya memiliki nilai INP 300 dengan Suku terpenting adalah Araceae (NP 66,7619)

KOMPOSISI PENYUSUN HUTAN DI STASIUN PENELITIAN LALUT BIRAI, TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG, KALIMANTAN UTARA

Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) merupakan salah satu kawasan konservasi terluas di Kalimantan yang terletak di Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Topografi kawasan yang cukup beragam turut berpengaruh terhadap tipe hutan, kondisi habitat, dan distribusi jenis di kawasan ini. Komposisi dan struktur tegakan hutan diamati dengan menggunakan enam petak ukur 30 × 30 m. Pengukuran dilakukan pada semua tegakan dengan diameter setinggi dada ≥ 4,8 cm. Analisa rutin (C, N, P dan pH) dilakukan pada contoh tanah dari petak ukur. Hasil pengamatan mencatat 578 individu yang terdiri dari 85 jenis dari 37 suku, dengan Parashorea smythiesii dan Dryobalanops oblongifolia merupakan jenis dominan. Nilai indeks keanekaragaman berkisar 1,95−3,08 dan indeks kemerataan 0,63−0,89. Frekuensi distribusi didominasi oleh kelas diameter kecil dan menurun secara bertahap pada kelas diameter besar, yang menunjukkan proses regenerasi baik. Pengamatan pengaruh lingkungan terhadap distribusi tumbuhan menunjukkan bahwa pH dan kandungan nitrogen tanah menjadi faktor penentu. Diketahui D. oblongifolia menyenangi habitat dengan kandungan karbon tanah yang cukup rendah, dan P. smythiesii terdistribusi pada pH tanah cenderung sangat asam. Sedangkan, L. pusillus, Q. argentata, dan Baccaurea sumatrana menyenangi habitat dengan kandungan nitrogen yang cukup rendah

ANALISIS VEGETASI DI PULAU BINTAN, KEPULAUAN RIAU

Ecological study with special attention to vegetation analysis has been done in the Bintan forest area, Riau Archipelago. Based on three sampling plots of 30 × 30 m, there were 73 tree (dbh ≥ 5 cm) species were recorded, belong to 64 genera and 32 families. The density is fairly high (1,485 individuals /ha) with total basal area relatively low (27.71 m2/ha).  Its indicates that most of trees are small size. Similarity index among study sites are relatively low (< 25 %), indicates that there is strong relation between habitat and species composition. Out of the 6 most common tree species in the study area, only Dipterocarpus gracillis was dominant in 2 study sites. Overall species diversity is relatively low, which is characteristic of forest vegetation on small islands.

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI AKRUALISASI DAN PENCATATAN LOGISTIK MEMANFAATKAN MIDDLE-TIER BERBASIS OPEN STANDARD WEB SERVICE PADA BANK INDONESIA

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI AKRUALISASI DAN PENCATATAN LOGISTIK MEMANFAATKAN MIDDLE-TIER BERBASIS OPEN STANDARD WEB SERVICE PADA BANK INDONESI

Tracing Leaf Photosynthetic Parameters Using Hyperspectral Indices in an Alpine Deciduous Forest

publishe

STUDI POPULASI AKAR LAKA (Dalbergia parviflora Roxb.) DI KOTA TIDORE KEPULAUAN PROVINSI MALUKU UTARA

Akar laka (Dalbergia parviflora Roxb.) merupakan jenis liana dengan batang berduri. Sejak CITES Conference of Parties (CoP) 17, marga Dalbergia terdaftar dalam apendiks II. Sehingga perdagangannya turut diawasi oleh internasional. Petak ukur 30×50 m dibuat untuk mengamati populasi dan kondisi habitat akar laka. Semua jenis berkayu dengan DBH ≥ 4,8 cm diukur. Khusus akar laka, semua individu diukur diameter dan panjangnya. Parameter lingkungan dan contoh tanah juga diambil. Tercatat 297 individu yang terbagi dalam 24 jenis dan 10 suku ditemukan didalam petak ukur. Sebanyak 109 individu diantaranya adalah akar laka. Jumlah individu didominasi oleh jenis juvenil yang menjadi ciri hutan dengan regenerasi yg baik dan sedang dalam proses suksesi. Keanekaragaman jenisnya tergolong sedang (H’=1,97) dan kelimpahan jenisnya cukup merata (J=0,61). Hasil analisis komponen utama menunjukkan Dalbergia parviflora, Diospyros ulo, dan Dimorchalyx sp. adalah tiga jenis penting dalam petak ukur

Feasibility of Agarwood Cultivation in Indonesia: Dynamic System Modeling Approach

Most of the Indonesian agarwood in the international market is harvested from the wild, which raises concerns regarding its sustainability. The Government of Indonesia encourages agarwood cultivation produced from the cultivated Agarwood-Producing Tree (APT) to overcome this concern and replace natural agarwood. APT cultivation in Indonesia is not a new development, but it has faced various obstacles, ranging from production quantity and quality to funding and marketing. Therefore, an appropriate policy is needed to support the success of APT cultivation. This study aims to develop a dynamic system model in order to identify the gaps and determine appropriate policy strategies to improve APT cultivation in Indonesia. The model was established by compiling three conceptual stages: planting to harvest, cost&ndash;benefit analysis, and feasibility analysis. Agarwood from Aquilaria malaccensis Lam. cultivated by the community and private sector, which produces kemedangan (an agarwood grade in the Indonesian market) and oil, was chosen for the model. The model developed shows that APT cultivation development in the private sector and the community is unfeasible with the business as usual. There are three options to simulate the feasibility of agarwood produces from APT cultivation. The best scenarios are chosen based on the feasibility indicator, when benefit is higher than cost. The development of APT by the private sector that produces kemedangan and oil products is feasible, with the invention of more effective inoculant and processing technology (scenario 1), as well as applying high thinning, which can increase the yield. Oil production requires more investment, so the revenue obtained is lower than the production cost, resulting in the unfeasibility of the production. The development of APT by the community will be feasible with scenario 2, if there is government funding for the establishment of APT cultivation, inoculants application, and harvesting. Based on the model scenario, APT cultivation will be ecologically sustainable, economically feasible, and socially acceptable if carried out by the private sector or the community by applying inoculation techniques and selecting inoculants to increase production effectiveness, and will be supported by lower production costs and market stability. The Indonesian government needs to take several policies to encourage APT development, including financial assistance for APT development, setting inoculant standards at affordable prices, simplifying trade administration, stabilizing agarwood product prices at the local level, and law enforcement