14 research outputs found

    Religions, Violence, and Interdiciplinary Dialogue

    Get PDF
    Religion, as a moral source, a critic and a perpetrator of change, should be able to tame the behavior of its followers to act in a polite, careful, respectful, and wise manner. In fact, not all attitudes and behaviors of the religious people reflect that, instead, they show an opposite attitude of anarchism and violence. By religion, it is expected that human life is better, wiser, more humane, and more responsible. Besides, by the religion, it is also expected that humans can get closer to God of the universe and live in peace. In the context of interreligious relationships, the reality shows leverage differences, not religious equalities. As a result, there are tensions that trigger conflict and violence between religious communities. One possible solution to overcome the violence in religion is to intensify interreligious dialogue.[Agama sebagai sumber moral, sebagai kritik dan sekaligus sebagai pelaku perubahan, seharusnya bisa menjinakkan perilaku umatnya untuk bertindak secara santun, hati-hati, menghormati sesama, bijaksana serta berkeadilan. Pada kenyataannya, tidak semua sikap dan perilaku umat beragama mencerminkan hal tersebut, justru memperlihatkan sikap yang sebaliknya yakni anarkis dan melakukan kekerasan. Dengan agama seharusnya kehidupan manusia menjadi lebih baik, lebih adil, lebih bijaksana, lebih menyayangi sesama, lebih manusiawi, lebih bertanggung jawab. Dengan agama pula manusia bisa mendekatkan diri kepada Tuhan semesta alam dan hidup secara damai. Dalam konteks hubungan antar agama, yang terjadi adalah saling mengungkit perbedaan-perbedaan, bukan persamaan-persamaan agama. Akibatnya timbul ketegangan yang memicu konflik dan kekerasan antar umat beragama. Salah satu solusi mengatasi kekerasan dalam agama adalah dengan mengintensifkan dialog interreligius.

    ‘NOT A RELIGIOUS STATE’ A study of three Indonesian religious leaders on the relation of state and religion

    Get PDF
    This article explores the concept of a ‘secular state’ offered by three Indonesian religious leaders: a Catholic priest, Nicolaus Driyarkara (1913–1967), and two Muslim intellectuals who were also state officials, Mukti Ali (1923–2004) and Munawir Sjadzali (1925–2004). All three, who represented the immediate generation after the revolution for Indonesian independence from the Dutch (1945), defended the legitimacy of a secular state for Indonesia based on the state ideology Pancasila (Five Principles of Indonesia). In doing so, they argued that a religious state, for example an Islamic state, is incompatible with a plural nation that has diverse cultures, faiths, and ethnicities. The three also argued that the state should remain neutral about its citizens’ faith and should not be dominated by a single religion, i.e. Islam. Instead, the state is obliged to protect all religions embraced by Indonesians. This argument becomes a vital foundation in the establishment of Indonesia’s trajectory of unique ‘secularisation’. Whilst these three intellectuals opposed the idea of establishing a religious or Islamic state in Indonesia, it was not because they envisioned the decline of the role of religion in politics and the public domain but rather that they regarded religiosity in Indonesia as vital in nation building within a multi-religious society. In particular, the two Muslim leaders used religious legitimacy to sustain the New Order’s political stability, and harnessed state authority to modernise the Indonesian Islamic community

    Agama Ideal Pespektif Perenial

    No full text

    AGAMA PRIMITIF

    No full text
    Religi, dengan segala upacaranya, merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari seluruh bagian lain dari hidupnya. Hal tersebut telah banyak menarik perhatian para pengarang etnografi terutama pada aJ>ad 19 yang lalu. Selanjutnya banyak ahli dari berbagai bidang ilmu mengadakan studi dan penelitian tentang dasar dan asal-usul agama. Kegiatan ini sejalan dengan periode pertama dari sejarah perkembangan teori antropologi dalam dasa warsa akhir abad 1'9 dan awal abad 20. Obyek yang dijadikan penelitian adalah kebudayaan dari masyarakat sederhana atau primitif

    KONTRIBUSI DOSEN ALUMNUS LUAR NEGERI TERHADAP PENGEMBANGAN INTELEKTUAL MAHASISWA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA (Signifikansi Pengiriman Dosen Studi ke Luar Negeri)

    Get PDF
    Millennium ketiga yang ditandai dengan munculnya masyarakat tanpa batas atau era globalisasi, yakni suatu masa yang penuh harapan, tantangan dan ketidakpastian, sangat potensial untuk mendorong terjadinya persaingan yang semakin ketat di segala hi dang, tak terkecuali hi dang pendidikan. Agar dapat bertahan dalam persaingan global, tentu saja diperlukan kualitas sumber daya manusia yang handal dan tangguh. Upaya untuk menciptakan manusia-manusia handal adalah melalui pendidikan yang berkualitas serta mampu diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Tak pelak lagi UIN Sunan Kalijaga dapat dikatakan sebagai kampus rakyat yang sampai sekarang terus mempertahankan eksistensinya sebagai lembaga yang sedikitnya mampu diakses oleh seluruh lapisan masyarakat

    KONTRIBUSI PTKI DALAM PENGEMBANGAN KERUKUNAN

    No full text
    Keberadaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) sebagaimana yang dikenal di Indonesia saat ini secara historis adalah merupakan pengembangan dan perubahan dari Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 34 tahun 1950. Peraturan tersebut lahir atas pertimbangan bahwa dalam beberapa hal baik di kalangan pemerintahan maupun masyarakat pada umumnya, diperlukan tenaga ahli di bidang ilmu keagamaan pada umumnya

    SEJARAH, ETIKA, DAN TEOLOGI AGAMA KHONGHUCU

    No full text
    Era tersebut bermakna ganda bagi umat Khonghucu di Indonesia, yaitu di satu sisi memberikan kesempatan bagi agama Khonghucu untuk hidup dan berkembang sebagaimana agama-agama lainnya di Indonesia serta memperoleh hak-hak yang sama. Namun di sisi lain juga memberikan tantangan bagi agama Khonghucu untuk merekonstruksi kembali religious systemnya secara mandiri, yang terpisah dengan “dua saudara kembarnya” yaitu Taoisme dan Budhisme. Sebagaimana di ketahui, ketiga agama tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam tradisi masyarakat Tiongkok yang dikenal dengan Tri Dharma (Kongfusianisme, Taoisme dan Budhisme). Penyusunan kembali doktrin, tata cara kebaktian, ibadat dan upacara agama Khonghucu tidak sesederhana yang dibayangkan karena menyangkut sebuah tradisi yang telah terbangun dan terintegrasi dalam Tri Dharma sedemikian rupa secara turun temurun selama bertahun-tahun

    AJARAN, PRAKTIK, DAN LEMBAGA AGAMA BUDDHA

    No full text
    Berangkat dari keprihatinan penulis ketika mengasuh Mata Kuliah Buddhisme pada Program Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta selama ini, literatur yang membahas secara khusus tentang Agama Buddha secara utuh sesuai standar pengkajian ilmiah masih sangat terbatas. Tulisan-tulisan tersebut umumnya ditulis secara parsial atau hanya tema tertentu serta terbatas untuk kalangan khusus serta umat Buddha sendiri. Untuk itu dengan diterbitkannya buku kecil ini, semoga bisa menjadi rujukan alternatif bagi para pemerhati Agama-agama pada umumnya, terutama bagi mahasiswa Program Studi Studi Agama-agama pada Fakultas Ushuluddin berbagai PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) di Indonesia, terutama mahasiswa Strata Satu untuk menjadi bahan bacaan minimal yang harus diketahui tentang Agama Buddha

    AGAMA IDEAL PERSPEKTIF PERENIAL

    No full text
    Dalam kesempatan ini penulis merasa wajib menyampaikan ucapan terimakasih yang setulustulusnya kepada Bapak Dr. H. Simuh yang dengan penuh keikhlasan dan kesabaran senantiasa memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis yang dhaif, sehingga buku ini dapat terselesaikan. Begitu pula Bapak Dr. Martin Van Bruissen yang secara sukarela menyediakan buku-buku karya Inayat Khan kepada penulis yang memesannya langsung ke New Delhi India sebagai bahan utama penyusunan buku ini

    AKTUALISASI PERBANDINGAN AGAMA Kajian Pemikiran A. Mukti Ali (1923-2004)

    No full text
    Ajaran dan tradisi agama-agama merupakan reservoir yang tidak pernah kering bagi nilai-nilai etik dan moral yang dapat diterapkan dalam berbagai lapangan kehidupan manusia. Setiap tradisi dan ajaran agama memiliki perspektif tentang bagaimana seharusnya manusia yang hidup dalam berbagai situasi dan kondisi, sehingga agama dapat menuntunnya memperoleh kedamaian dan kesejahteraan umat manusia. Sementara itu tantangan yang dihadapi agama semakin kompleks dan meningkat seiring dengan proses perkembangan dan beragamnya problem kehidupan manusia di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Semakin meningkatnya tantangan itu menghendaki respons para pemimpin, pemikir, serta para pemeluk agama pada umumnya. Problematika yang muncul adalah bagaimana mengaktualisasikan ajaran dan nilai agama pada kehidupan sehari-hari tidak hanya sebatas pada ibadah ritual saja sebagaimana disinyalisasi Azyumardi Azra: Tantangan umat beragama –khususnya kaum muslim- hari ini dan ke depan adalah mewujudkan keyakinan pada agama itu ke dalam perilaku dan perbuatan aktual sehari-hari. Umat beragama sepatutnya tidak berhenti pada ritualisme belaka; rajin beribadah, tetapi juga rajin melakukan pelanggaran ajaran agama dan nilai serta ketentuan hukum. Nilai penting agama semestinya tidak hanya pada keimanan dan ritual belaka; seharusnya juga dalam aktualisasi ajaran dan nilai agama itu dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara sehari-hari.
    corecore