17 research outputs found

    Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Pupuk Cair Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea Reptans Poir)

    Full text link
    Penelitian tentang Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu Sebagai Pupuk Cair Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir) ini telah dilaksanakan pada Ja-nuari - Maret 2013. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pemanfaatan limbah cair industri tahu agar dapat digunakan sebagai pupuk cair organik untuk tanaman kangkung darat. Penelitian ini dilakukan dengan meng-gunakan Rancang Acak Kelompok (RAK), dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair organik dari limbah tahu sebesar 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5% dan 15%. Dan masing-masing perlakukan diulang sebanyak 3 kali. Ha-sil penelitian menunjukan bahwa pupuk cair organik tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kangkung darat. Pengaruh yang signifikan dan nyata terlihat dari perlakuan pemberian konsentrasi pupuk cair sebesar 7,5%, 10%, 12,5% dan 15% yang berpengaruh terhadap berat basah tanaman kangkung da-rat yaitu 10,89 gr, 16,32 gr, 23,47 gr dan 37,61 gr. Sedangkan perlakuan terhadap berat kering tanaman kang-kung darat yaitu 2,59 gr, 3,28 gr, 4,11 gr, 5,31 gr dan 9,60 gr. Dari analisis sidik ragam pada taraf Uji 5%, di-dapat nilai F hitung (349,677) lebih tinggi dari nilai F tabel (2,209) pada berat basah tanaman kangkung darat. Sebaliknya untuk berat kering didapat nilai F hitung (412,665) lebih tinggi dari nilai F tabel (2,209). Sehingga dari analisis tersebut terdapat pengaruh yang signifikan dan nyata antara pemberian konsentrasi pupuk cair limbah tahu terhadap produksi tanaman kangkung darat (H1 diterima dan H0 ditolak)

    Eksplorasi Bakteri Hidrokarbonoklastik dari Rhizosfer di Lahan Tambang Minyak Rakyat, Kecamatan Babat Toman, Sumatera Selatan

    Full text link
    This study aims to obtain rhizosphere bacteria as a potential agent of bioremediation. The method of sampling the plant rhizosphere by purposive sampling. Soil samples were taken from around the rhizos-phere of plants that live in soil contaminated oil. Bacteria were isolated from the rhizosphere soil samples, then they were selected into steps : performed purification, selection I and selection II. The among bacteria are tested the synergism, then characterized and identified it's genus. The results showed that there were as many as 34 rhizosphere bacterial isolates were collected from three different sampling locations. Identification of bacteria that have potential as a bioremediation agent. Each bacterial isolate was identified as Sporosarcina sp. A.4.10, Proteus sp. C.6.7, Actinobacillus sp. A.6.3, and Flavobacterium sp. A.5.8

    Kemampuan Fitoremediasi Salvinia Molesta D. S. Mitchell pada Beberapa Konsentrasi Limbah Cair Minyak Bumi

    Full text link
    Penelitian tentang Kemampuan Fitoremediasi Salvinia molesta D.S. Mitchell pada Bebera-pa Konsentrasi Limbah Cair Minyak Bumi telah dilaksanakan pada Mei sampai Juni 2011. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan fitoremediasi S. molesta pada beberapa konsentrasi limbah cair minyak bumi dengan mengukur TPH (Total Petroleum Hidrokarbon), pH dan berat basah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan konsentrasi limbah 0%, 15%, 30%, 45%, 60% dan 75%, dan masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa S. molesta mampu menurunkan TPH pada tiap perlakuan konsentrasi limbah cair minyak bumi, dengan penurunan TPH tertinggi diperoleh pada konsentrasi limbah 75%, yaitu sebesar 1317 ppm. Pada fitoremediasi limbah cair minyak bumi menggunakan S. molesta terjadi penurunan pH yang stabil. Pertumbuhan S. molesta yang tepat pada fitoremediasi limbah cair minyak bumi diperoleh pada konsentrasi limbah 60%, dengan per-tambahan berat basah selama 30 hari sebesar 68,85 g. Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpul-kan bahwa konsentrasi limbah cair minyak bumi yang tepat untuk proses fitoremediasi dan per-tumbuhan S. molesta diperoleh pada konsentrasi limbah 60%, dengan penurunan TPH 1157 ppm

    Effect of Acetic Acid as Pre-Emergence Herbicide on Maize Germination

    Full text link
    Profitable crop production starts with a weed control program that includes pre-emergence herbicides to deliver long-lasting, residual weed control. Pre-emergence herbicides are applied to prevent the germination of weed seeds. The study was conducted to determine the effect of acetic acid as a pre-emergence herbicide on maize germination. Pots experiment was conducted on August until September 2012. The experimental design used was Completely Randomized Design (CRD) single factor in four replicates. The application of pre-emergence acetic acid at several concentration, i.e. control (no acetic acid) 0%, 10% acetic acid and 20% acetic acid. The result showed that the pre-emergence aplication at 10% and 20% of the glacial acetic acid solution lowered pH were 5,12 and 5,43 respectively at one week after application, so that inhibited maize germination. No shoots and roots were grew. This was due to the increase of electrical conductivity (EC) or electrolyte leakage caused by the high permeability of the damaged membrane of seed. The EC of control treatment was 11μS/cm g, compared to 10 and 20% treatment of acetic acid were 36 μS / cm g and 55 μS / cm g EC respectively. Increasing concentration of acetic acid caused the higher of protein content leaked, i.e. 7,95%, 7,32% and 7,03% respectively for without acetic acid treatment, 10% and 20% acetic acid. Acetic acid also inhibited respiration rate of maize seed, where the higher concentration of acetic acid produced the lower respiration rate, i.e. 31.63 mg/g/hour, 12.38 mg/g/hour and 2,75 mg/g/hour respectively for without acetic acid treatment, 10% and 20% acetic acid

    Incidence of Soybean Mosaic Disease in East Java Province

    Full text link
    The objectives of this study were: 1) to identify the mosaic symptom severity and the incidence the virus and relate these to soybean yield reduction is four regions of East Java; 2) diagnostic of the symptom using Indirect ELISA, RT-PCR and electron microscope observation. Results from experiments indicated that soybean plants infected with SMV and CMMV, alone or in combination produced mosaic symptom. Incidence of the virus, as judged by symptomatology, ranged from mild to severe infection the percentage of plants being from 13.42-30.10%. Soybean plants with mosaic symptom caused SMV from an early stage of development (14-28 days after planting). Soybean mosaic virus belongs to the virus family Potyviridae. Specific DNA fragment of 1687 bp was successfully amplified from soybean infected by SMV isolate Ngawi, Madiun, Magetan, and Ponorogo. Specific DNA fragment of 1385 bp was successfully amplified from SMV by CI coding region. The mosaic symptom on soybean plant (28-42 days after planting) caused CMMV. Flexious virus particle 650 nm in length was observed on electron microscope. It caused local lesions on Chenopodium amaranticolor, but not detected by I ELISA with antiserum SMV and RT-PCR with universal primer

    Studi Pengaruh Aktivasi Zeolit terhadap Kadar Garam NaCl dalam Pembuatan Telur Asin

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh aktivasi zeolit terhadap daya adsorpsi larutan NaCl dan pengaruh zeolit hasil aktivasi sebagai media pengasinan terhadap kadar NaCl yang terdifusi kedalam telur.Zeolit diaktivasi dengan menggunakan H2SO4 pada berbagai konsentrasi yaitu 2, 4, 6 N. Penentuan daya adsorpsi zeolit dan abu gosok dilakukan pada larutan Na konsentrasi 120 ppm dengan waktu kontak 120 menit. Sedangkan pembuatan telur asin menggunakan cara tradisional. Konsentrasi garam yang ditambahkan kedalam medium pengasinan adalah 25%, pengasinan dilakukan selama 10 hari. Analisa NaCl pada putih dan kuning telur dilakukan menggunakan metode Atomic Emission Spectrofotometric.Hasil penelitian daya adsorpsi zeolit dan abu gosok terhadap larutan NaCl berkisar antara 1,6088 – 7,5612 mg/g. Hasil penelitian terhadap kadar NaCl dalam putih dan kuning telur masing-masing berkisar antara 3,6307% - 9,1279% dan 1,1413% - 2,669%. Hasil uji organoleptik terhadap telur asin, yang memperoleh skor tertinggi terhadap tekstur, aroma, rasa, warna masing-masing adalah pada perlakuan menggunakan zeolit tanpa aktivasi (6,65), zeolit hasil aitivasi dengan H2SO4 6 N (6,75), zeolit tanpa aktivasi (6,10), zeolit hasil aktivasi dengan H2SO4 6 N (6,80)
    corecore