2 research outputs found

    KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

    Get PDF
    Dalam perkembangannya, sistem pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah telah bergeser menjadi sistem pemilihan umum, sehingga kini dikenal dengan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pemilukada). Penegasan Pemilukada tersebut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Seiring dengan pergeseran tersebut, maka kewenangan memutus perselisihan hasil Pemilukada tersebut saat ini bukan lagi wewenangnya Mahkamah Agung, melainkan telah beralih menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945) adalah bersifat limitatif dan tidak terbuka adanya kewenangan lain yang dapat diperoleh dari undang-undang. Faktanya, Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 telah memberikan kewenangan memutus perselisihan hasil Pemilukada tersebut kepada Mahkamah Konstitusi. Memang UUDNRI 1945 telah memberikan 4 (empat) kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi, salah satunya adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, akan tetapi yang dimaksud UUD tersebut adalah bukan termasuk perselisihan hasil Pemilukada. Tesis ini menganalisa bagaimana konstitusionalitas kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pemilukada, serta bagaimana implikasi hukumnya atas penerapan kewenangan mahkamah yang merupakan peradilan konstitusi tersebu
    corecore