2 research outputs found

    RANCANGAN LAYANAN KEMAS ULANG INFORMASI DIGITAL UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN INFORMASI PENGGUNA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS YARSI

    Get PDF
    Layanan kemas ulang informasi merupakan salah satu layanan pengguna perpustakaan yang membantu pengguna dalam memudahkan pencarian ke sumber informasi yang dibutuhkan dengan penyajian yang menarik dan interaktif. Berdasarkan observasi dan wawancara, Perpustakaan Universitas YARSI belum memiliki layanan kemas ulang informasi serta unit kelompok yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pelayanan kemas ulang informasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis informasi potensial yang dimiliki Perpustakaan Universitas YARSI, dan menyusun rancangan kemas ulang informasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna Perpustakaan Universitas YARSI. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Aspek yang diteliti meliputi sumber informasi potensial yang dimiliki Perpustakaan Universitas YARSI dan kebutuhan pengguna sebagai bahan dalam pembuatan rancangan kemas ulang informasi. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara kepada kepala dan staf perpustakaan dengan kriteria jenjang pendidikan sarjana ilmu perpustakaan, yaitu kepala perpustakaan dan staf pengelola Perpustakaan Universitas YARSI. Sebagai penguat data analisis kebutuhan perancangan layanan kemas ulang informasi, peneliti juga menggunakan kuesioner dengan sampel dari para pengguna sebanyak 40 responden terdiri dari  dosen dan mahasiswa Universitas YARSI dengan kriteria sampel yaitu dosen dan mahasiswa yang pernah berinteraksi dengan kemas ulang informasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa sumber informasi potensial yang dimiliki Perpustakaan Universitas YARSI bersumber dari kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian yang berfokus pada bidang informasi kesehatan, sosial, dan teknologi. Hasil lainnya menyatakan bahwa tahapan rancangan kemas ulang informasi berdasarkan  analisis kebutuhan pengguna Perpustakaan Universitas YARSI meliputi: (a) penentuan konten yang dibutuhkan. Berdasarkan analisis kuesioner, mayoritas responden sebanyak 75% atau 30 orang menyarankan agar Perpustakaan YARSI menyusun layanan kemas ulang informasi bersumber dari artikel jurnal; (b) pengumpulan bahan informasi yang berasal dari berbagai publikasi hasil pengabdian dan penelitian peneliti di Universitas YARSI; (c) analisis konten; (d) pengemasan informasi ke dalam produk sesuai dengan analisis kebutuhan dengan persentase 70-75%, yaitu pathfinder, poster,dan infografis

    Aku (Bukan) Preman

    No full text
    This research elaborates on the impact ofaweak stateinpowermanagementatthe village levelwhich raises theeverydaymaker. Everyday makeris a non-government entity which have power to make policy. They take over state�s particular roles in creating rules in the form ofnorms.They become �the guard norm�itself, without any resistance from the village government, religious leaders, and other groups about how the norms is defined. The norms are aboutthe curfew at 11 pm and the ban of bringing guests without permission from the neighbourhood leader. In performing the role of guarding thenorm, everyday makerin Langon Village, Ponggok, Blitar rely on the power of mass. They catch the norm violators by inviting their group, around 20-30 members. They require payment of fines in form of money. The amount of the money is adjusted, depend on who isthe violators and what kind of violation they did. Everyday makertake over the role of the state in determining rules and the punishment. The norms from the everyday maker become hegemonic and rule out the standard normsin society. The standard norms are drunk, narcotics addiction, stealing, cheating/having affair,gambling, or mendem, madat, maling, medok, main (molimo). Everyday makeris known as new norms former and the guard norm, but also other norm violators. In that case, the emergence of everyday makerin society shows small practices of shadow state and effort of re-religious-ization the village. The practices of shadow states is shown with the taking over the state�s rule as a former and guard of the norms by everyday maker. They are grassroots but become important actor in village�s political landscape. The process of re-religious-ization of the village is on 2003-2010. Before 2003, if they were norm violators such as cohabiting, there is no punishment because noone paid attention to it. The 7 th years existence of everyday maker, social norms as curfew and banning of bringing guests without neighbourhood leader permission become importantand hegemonic rules in societ
    corecore