25 research outputs found

    Keanekaragaman Spesies, Biomassa dan Stok Karbon Mangrove di Pulau Kemujan Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah

    Get PDF
    Perubahan iklim menjadi permasalahan besar secara global saat ini dan peningkatan karbondioksida (CO2) yang merupakan salah satu gas rumah kaca memiliki peran utama dalam pemanasan global. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memitigasi perubahan iklim khususnya pemanasan global adalah dengan meningkatkan peran hutan mangrove sebagai penyerap karbon yang diketahui tiga kali lipat lebih baik dibanding hutan daratan. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi keanekaragaman spesies mangrove serta menghitung biomassa dan stok karbon di Pulau Kemujan , Jawa Tengah, Indonesia. Terdapat tiga puluh plot dengan ukuran 10x10 m dan dilakukan identifikasi, pengukuran dan pencatatan spesies serta diameter at breast height (DBH) mangrove. Hasil penelitian menemukan empat belas spesies mangrove yang didominasi spesies Excoecaria agallocha dengan indeks nilai penting sebesar 61,62%. Hasil nilai biomassa tertinggi dari keseluruhan spesies yang ditemukan terdapat pada mangrove spesies Rhizophora apiculata dengan nilai rata-rata sebesar 775,77 g B/m2. Nilai rata-rata simpanan stok karbon tertinggi terdapat pada mangrove spesies R. apiculata dengan nilai sebesar 387,88 g C/m2. Nilai total stok karbon yang terdapat di lokasi penelitian adalah sebesar 541,69 ton/ha

    Struktur Komunitas Gastropoda Pada Ekosistem Mangrove di Pulau Harapan, Kepulauan seribu

    No full text
    Ekosistem mangrove memiliki peran sebagai feeding ground, nursery ground, dan spawning ground bagi biota yang tinggal pada ekosistem tersebut salah satunya adalah gastropoda. Keberadaan gastropoda pada ekosistem mangrove ditemukan sangat melimpah karena kemampuannya dalam beradaptasi pada lingkungan ekstrim dan seringkali dijadikan sebagai bioindikator pada ekosistem mangrove. Pulau Harapan merupakan Pulau Penghuni yang memiliki tingkat kepadatan aktivitas antropogenik yang tinggi sehingga berdampak kepada ekosistem mangrove. Maka dari itu, diperlukan adanya penelitian mengenai struktur komunitas gastropoda untuk mengetahui diversitas gastropoda pada ekosistem mangrove di Pulau Harapan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Tahun 2023 di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah purposive sampling yaitu melihat letak dimana ditanamnya mangrove pada Pulau Harapan dengan total 4 stasium. Selanjutnya dibentuk transek kuadran berjumlah 3 transek pada setiap stasiun dan plot pada setiap transek sebagai area pengamatan gastropoda. Berdasarkan Hasil struktur komunitas gastropoda terbagi kedalam 3 indeks yaitu indeks keanekaragaman, keseragaman, dominansi dan kelimpahan. Indeks keanekaragaman diperoleh nilai kisaran 1.8 – 1.4 yang termasuk kedalam kategori keanekaragaman sedang. Indeks keseragaman gastropoda diperoleh nilai kisaran 0.9 – 0.8 yang termasuk kedalam kategori keseragaman tinggi, komunitas stabil. Indeks dominansi gastropoda diperoleh nilai sebesar 0.2, dimana nilai tersebut termasuk kategori dominansi rendah yang berarti tidak ditemukan adanya spesies yang mendominasi. Hasil kelimpahan relatif gastropoda pada seluruh stasiun didapatkan nilai persentase tertinggi untuk spesies Littoraria scabra sebesar 28.83 - 32.23% dan persentase terendah untuk spesies Reishia clavigera sebesar 0.47 – 0.71%. Parameter perairan suhu, salinitas, pH, dan DO, memiliki kisaran nilai yang normal dan sesuai dengan baku mutu. Jenis substrat sand, silt, and clay memiliki persentase bahan organik yang lebih tinggi sebesar 7.66 – 15.33% dibandingkan gravelly sediment sebesar 5.33 – 8.33%. Bahan organik menjadi parameter yang mempunyai hubungan kuat dengan kelimpahan gastropoda, ditunjukkan oleh hasil uji regresi sebesar 0.615 (61.5%) dengan derajat korelasi sebesar 0.784 yang berkategori derajat hubungan sangat kuat dan berkorelasi positif yaitu semakin tinggi kandungan bahan organik maka kelimpahan gastropoda akan semakin tingg

    Struktur Komunitas Karang Lunak di Perairan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu

    No full text
    Karang lunak merupakan biota penyusun dari terumbu karang. Karang lunak termasuk ke dalam subkelas Octocorallia. Karang lunak tidak mempunyai rangka sehingga dapat bergerak mengikuti arah arus dengan pergerakan yang lambat dan cenderung pasif. Faktor yang membuat keberadaan karang lunak terancam adalah adanya antropogenik dari manusia dari limbah rumah tangga. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis karang lunak apa yang ditemukan di Pulau Harapan, mengetahui kondisi parameter perairan dengan keberadaan karang lunak, dan mengetahui struktur komunitas karang lunak di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu sehingga dapat dijadikan referensi untuk kegiatan konservasi. Penelitian akan dilakukan pada bulan Maret yang dilaksanakan di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, SPTN Wilayah II Pulau Harapan yang beralamat di Kelurahan Pulau Harapan, Kab. Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan cara pengambilan data secara langsung dan data sekunder. Penentuan pengambilan data di 3 stasiun menggunakan purposive sampling berdasarkan jalur kapal. Pengambilan data lapang dengan metode transek kuadran ukuran 1x1 meter di sepanjang garis transek sepanjang 100 meter di 3 stasiun sejajar dengan garis pantai. Setiap jarak 10 meter dilakukan pengukuran dengan menempatkan transek kuadran dan dilakukan dokumentasi. Pengambilan data kualitas parameter perairan meliputi DO, pH, suhu, salinitas, kecerahan, arus, kedalaman, nitrat, dan fosfat. Pengambilan data dilakukan secara In Situ yaitu secara langsung ke lapang dan Ex Situ dengan pengolahan data dengan software ODV. Karang lunak yang ditemukan yaitu genus Asterospicularia, Lobophytum, Sarcophyton, Cespitularia, Sinularia, Dendronephthya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di di 3 stasiun didapatkan total dari keseluruhan karang lunak yang ditemukan adalah sebanyak 43 koloni/m2. Hasil dari nilai indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi di 3 stasiun yaitu stasiun utara, stasiun timur, dan stasiun selatan tidak jauh berbeda dengan kategori yang sama. Indeks keanekaragaman termasuk kedalam kategori rendah hingga sedang, indeks keseragaman termasuk kedalam kategori rendah hingga tinggi, sedangkan indeks dominansi termasuk kedalam kategori rendah hingga sedang

    Struktur Komunitas Crustacea Pada Ekosistem Mangrove di Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna

    No full text
    Ekosistem mangrove adalah kesatuan antara mangrove, hewan dan organisme lain yang saling berinteraksi antara sesamanya dengan lingkungannya. Crustacea merupakan subfilum dari Arthropoda yang sebagian besar hidup pada wilayah perairan yang didalamnya termasuk lobster, teritip, udang dan kepiting. Struktur komunitas merupakan suatu gambaran umum mengenai suatu komunitas dan karakteristiknya. Struktur komunitas di suatu tempat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, DO dan substrat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2023 Metode yang digunakan untuk menentukan stasiun dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Stasiun 1 merupakan area mangrove dengan jenis mangrove dominan Ceriops tagal serta substrat berpasir. Sedangkan stasiun 2 merupakan area mangrove dengan jenis dominan Rizhopora mucronata serta substrat lumpur. Pengambilan sampel menggunakan dua jenis metode transek yaitu transek garis dan transek kuadran. Transek garis yang digunakan berukuran 50 meter dan transek kuadran/plot berukuran 1x1 m2. Pengambilan data dilakukan dengan meletakkan transek kuadran 1x1 m2 disepanjang transek garis berukuran 50 m sebanyak 5 titik dengan 2 kali pengulangan sehingga pada masing-masing stasiun tedapat 10 plot pengambilan sampel. Parameter lingkungan yang diukur meliputi suhu, salinitas, pH dan substrat. Pada penelitian ini ditemukan 8 spesies Crustacea yang terdiri dari 7 spesies kepiting dan 1 spesies kelomang. Struktur Komunitas Crustacea terdiri dari kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi. Kelimpahan (D) rata-rata Crustacea pada stasiun 1 dengan nilai 2,089 ind/m2 sedangkan pada stasiun 2 sebesar 0,8 ind/m2. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener (H’) pada stasiun 1 sebesar 0,150 sedangkan pada stasiun 2 sebesar 0,143, nilai keanekaragaman pada kedua stasiun tersebut termasuk dalam kategori rendah. Nilai Indeks Keseragaman (E) pada stasiun 1 sebesar 0,747 dan pada stasiun 2 sebesar 0,712, nilai keseragaman pada dua stasiun tersebut termasuk dalam kategori sedang. Nilai Indeks Dominansi pada stasiun 1 sebesar 0,061 dan pada stasiun 2 sebesar 0,055, nilai dominansi pada kedua stasiun termasuk kedalam kategori rendah. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil beberapa parameter lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan Crustacea seperti pH dan substrat. Sedangkan parameter lainnya seperti suhu, salinitas dan DO berada pada kisaran yang kurang optimal bagi pertumbuhan Crustacea, hal ini disebabkan karena area stasiun penelitian merupakan area terbuka yang terkena paparan sinar matahari langsung sehingga menyebabkan tingginya suhu. Suhu yang tinggi akan meningkatkan penguapan air dan konsentrasi garam dalam air, sehingga salinitas meningkat. Peningkatan suhu juga akan meningkatkan aktivitas biologis organisme perairan yang memerlukan oksigen yang dapat menyebabkan penurunan DO

    Pengaruh Faktor Hidrooseanografi (Arus dan Pasang Surut) Terhadap Laju Sedimentasi di Pantai Karang Hitam, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan

    No full text
    Indonesia memiliki pantai yang sangat panjang dan beragam dengan garis pantai yang panjang karena terdiri dari ribuan pulau. Sebagian besar wilayah pesisir di Indonesia rentan terhadap perubahan dinamika pantai yang disebabkan oleh faktor alami dan manusia. Salah satu faktor yang memengaruhi dinamika pantai adalah laju sedimentasi, yang merujuk pada pergerakan sedimen di sepanjang pantai. Laju sedimentasi dapat memengaruhi morfologi pantai dan membentuk landform yang berbeda seperti delta, tumpukan pasir, dan laguna. Aktivitas seperti reklamasi tanah dan pembangunan infrastruktur dapat mengubah dinamika pantai dan laju sedimentasi. Kondisi ini dapat menyebabkan erosi pantai dan hilangnya habitat bagi spesies laut yang tinggal di area tersebut. Oleh karena itu, studi tentang dinamika pantai dan laju sedimentasi sangat penting untuk mengembangkan strategi pengelolaan pantai yang berkelanjutan dan mengurangi dampak negatif dari aktivitas manusia. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2022 hingga Februari 2023 di Pantai Karang Hitam, Kabupaten Pasuruan dan Laboratorium Eksplorasi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan, Universitas Brawijaya. Data primer yang digunakan pada penelitian ini adalah data sedimen yang diambil dengan menggunakan sediment trap selama 7 hari dan arus menggunakan currentmeter digital. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data arus bulanan yang didapatkan dari website Copernicus yang kemudian diolah dengan software Ocean Data View serta data pasang surut selama 31 hari yang didapatkan dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Metode pengolahan sampel sedimen menggunakan metode kering atau ayakan bertingkat (sieving). Sampel yang telah diambil selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk menentukan ukuran diameter, jenis sedimen dan volume laju sedimentasi di Pantai Karang Hitam, Kabupaten Pasuruan. Jenis fraksi sedimen di Pantai Karang Hitam, Kabupaten Pasuruan secara umum merupakan pasir. Hasil plotting diagram Shepard menunjukkan dominansi jenis sedimen berupa Gravelly sediment. Hal ini menandakan bahwasannya sedimen di lokasi penelitian memiliki komposisi ukuran butiran yang cenderung besar dengan tekstur yang kasar. Berdasarkan jenis sedimen yang mendominasi di Pantai Karang Hitam, maka pantai ini tergolong ke dalam tipe pantai berpasir. Berdasarkan morfologinya, maka pantai ini tergolong ke dalam tipe pantai reflective yang mengindikasikan gelombang kuat dan tergolong ke dalam tipe wave dominated atau tide dominated berenergi lemah. Adapun kecepatan arus di lokasi penelitian sebesar 0,01 – 0,05 m/s dan tipe pasang surut mikrotidal. Berdasarkan nilai laju sedimentasi pada masing-masing stasiun sangat bervariatif dan termasuk ke dalam kategori medium to high. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Pantai Karang Hitam kurang layak dijadikan sebagai tempat wisata, tetapi layak jika dijadikan sebagai pelabuhan

    Struktur Komunitas Gastropoda Pada Mangrove di Kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna

    No full text
    Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang terletak diantara ekosistem daratan dan lautan. Salah satu biota yang menghuni kawasan mangrove adalah gastropoda. Habitat Gastropoda di sepanjang pantai dan umumnya banyak ditemukan pada perairan dangkal. Gastropoda dapat berperan sebagai grazer, scavenger, detritivor, deposit feeder, suspension feeder dan parasite. Mereka adalah indikator biologis yang berguna untuk polusi lingkungan. Oleh karena itu, penting untuk memahami kekayaan spesies dari gastropoda di lingkungan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas gastropoda pada vegetasi mangrove serta hubungannya dengan parameter lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2023 di kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan melakukan observasi secara langsung melalui objek yang diteliti dan purposive sampling dengan kriteria tertentu yakni perbedaan jenis mangrove di lokasi pengambilan data dimana stasiun 1 merupakan area mangrove dominan Ceriops tagal serta substrat berpasir sedangkan stasiun 2 merupakan area mangrove dominan Rhizophora mucronata serta substrat lumpur. Pengambilan sampel gastropoda dilakukan dengan menggunakan transek kuadran yang berukuran 1x1 m2. Pengambilan data dilakukan dengan meletakkan transek kuadran 1x1 m2 disepanjang transek garis berukuran 50 m sebanyak 5 titik dengan 2 kali pengulangan sehingga pada masing-masing stasiun tedapat 10 plot pengambilan sampel. Hasil penelitian di kawasan CMC Tiga Warna ini ditemukan sebanyak 5 spesies gastropoda dari 2 famili. Famili yang ditemukan yaitu Littorinidae (2 spesies) dan Potamididae (3 spesies). Kelimpahan rata-rata gastropoda pada stasiun 1 adalah 1.66 ind/m2 sedangkan pada stasiun 2 adalah 6.50 ind/m2. Nilai indeks keanekaragaman gastropoda di kawasan CMC Tiga Warna dikategorikan rendah. Adapun nilai keseragaman di kawasan CMC Tiga Warna termasuk kategori rendah. Nilai indeks dominansi pada stasiun 1 tergolong rendah sedangkan pada stasiun 2 tergolong sedang. Parameter lingkungan di Kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC) Tiga Warna optimal bagi kehidupan gastropoda pada ekosistem mangrove di Kawasan CMC Tiga Warna. Struktur komunitas gastropoda pada stasiun 1 & 2 lebih dipengaruhi oleh substrat lokasi stasiun. Spesies mangrove yang mendominasi tidak terlalu berpengaruh pada jenis gastropoda yang ditemukan di suatu stasiun

    Studi Pustaka Mengenai Teknik Dan Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Pada Sarang Semi Alami Di Jawa Timur.

    No full text
    Penyu merupakan jenis reptilia laut yang hidup di daerah tropis dan subtropis. Upaya untuk menjaga kelestarian populasi penyu dari kepunahan salah satunya adalah dengan melakukan konservasi. Kondisi pada lingkungan sarang alami merupakan kondisi terbaik, tetapi karena sulitnya pengawasan, kontrol, adanya ancaman dari predator, dan sebagainya maka telur penyu perlu dilakukan relokasi dari sarang alami ke sarang semi alami sebagai upaya konservasi. Penetasan semi alami memiliki daya tetas yang optimal apabila persentase keberhasilan penetasan telur penyu mencapai 80%, sehingga perlu diketahui teknik dan tingkat keberhasilan telur penyu pada sarang semi alami. Keberhasilan dari konservasi penyu tidak terlepas dari faktor teknik penetasan pada sarang semi alami. Penelitian menggunakan kedalaman sarang semi alami yang berbeda- beda, bisa menghasilkan tingkat keberhasilan penyu pada tiap kedalaman tidak jauh berbeda karena kondisi suhu yang tidak jauh berbeda di setiap kedalaman dan masih termasuk ke dalam suhu yang toleran terhadap penetasan. Media penetasan, pasir sarang semi alami, kedalaman sarang hingga suhu, kelembaban dan faktor lain saling berkaitan terhadap keberhasilan penetasan telur penyu. Studi pustaka ini akan mendeskripsikan mengenai teknik dan persentase keberhasilan penetasan telur penyu di Jawa Timur dari berbagai penelitian yang telah dilakukan. Pada literatur review ini, penulis menggunakan metode review tradisional atau traditional review. “Review tradisional” biasanya ditulis oleh seorang ahli di bidangnya, baik untuk kepentingan pribadi atau lebih umum pada kontrak oleh jurnal-jurnal besar. “Review tradisional” ini memberikan informasi yang berguna tentang aspek umum atau kemajuan baru. Berdasarkan hasil studi pustaka ini, diketahui bahwa teknik penetasan telur penyu pada sarang semi alam di Jawa Timur menggunakan media pasir dari pesisir lokasi yang telah disesuaikan dengan keadaan sarang alami. Sarang semi alami menggunakan atap (naungan) agar sinar matahari tidak langsung menyorot media pasir yang digunakan untuk inkubasi telur penyu. Diketahui juga dari hasil studi pustaka bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penetasan telur penyu pada sarang semi alami di Jawa Timur diantaranya adalah kedalaman sarang, masa dan suhu inkubasi, kelembaban, dan PH. Sedangkan, faktor- faktor yang mempengaruhi kegagalan penetasan telur penyu pada sarang semi alami di Jawa Timur diantaranya adalah predasi baik dari hewan maupun manusia dan kondisi ekologi. Selanjutnya, diketahui bahwa persentase keberhasilan penetasan telur penyu pada sarang semi alami di Jawa Timur bervariasi, berkisar antara 45,5% - 94,07%

    Potensi Senyawa Polisakarida Ekstrak Alga Coklat (Sargassum polycystum) Sebagai Agen Fotoprotektif Terhadap Radiasi Ultraviolet

    No full text
    Sinar matahari mengandung radiasi ultraviolet yang berbahaya bagi kulit manusia. Efek yang ditimbulkan dari radiasi sinar UV yaitu dapat menimbulkan efek kemerahan pada kulit (sunburn), perubahan warna kulit, dan menurunkan kekebalan tubuh sehingga dapat terjadinya penipisan dermis dan epidermis. Oleh karena itu, perlu dilakukannya perlindungan kulit dengan menggunakan tabir surya. Namun, tabir surya yang baik adalah dari bahan alami. Salah satu bahan baku alami dari pembuatan tabir surya adalah alga coklat Sargassum polycystum. Secara alami kulit manusia memiliki antioksidan untuk pertahanan dari radikal bebas. Seiring bertambahnya usia pertahanan alami tersebut dapat berkurang. Alga coklat Sargassum polycystum mengandung senyawa polisakarida seperti alginat dan fukoidan yang memiliki potensi sebagai antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi senyawa polisakarida dalam ekstrak alga coklat Sargassum polycystum pada aktivitas fotoproteksi terhadap radiasi ultraviolet. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan Oktober 2022. Proses penelitian meliputi proses preparasi, ekstraksi sampel, perhitungan rendemen alginat dan fukoidan, uji fotoprotektif termasuk SPF, %Te dan %Tp, analisis data statistik, dan Uji FTIR. Hasil rendemen dari ekstrak alga coklat Sargassum polycystum masing-masing adalah sebesar 30,56% untuk alginat dan 2,07% untuk fukoidan. Senyawa polisakarida alginat dan fukoidan ekstrak alga coklat Sargassum polycystum memiliki potensi rendah sebagai fotoprotektif terhadap radiasi sinar ultraviolet dikarenakan hasil yang rendah. Pada pengujian SPF senyawa polisakarida alginat dan fukoidan termasuk tergolong rendah, sedangkan pada uji aktivitas tabir surya untuk proteksi %Te tergolong dalam kategori perlindungan suntan-tanning pada sampel alginat dan tergolong kategori proteksi UVB Sunblock - Ultra protection of UVB pada fukoidan. Pada uji aktivitas tabir surya untuk proteksi %Tp tergolong dalam kategori perlindungan UVA Sunblock dan Suntan & Tanning of UVA pada alginat dan fukoidan. Berdasarkan hasil uji statistik, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada aktivitas fotoproteksi dari senyawa polisakarida ekstrak alga coklat Sargassum polycystum pada SPF dan %Te. Akan tetapi, hasil dari uji statistik %Tp terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil uji FTIR dari ekstrak alga coklat Sargassum polycystum menunjukkan bahwa terdapat senyawa alginat dan fukoidan dalam ekstrak Sargassum polycystum

    Pemetaan Batimetri Perairan Dangkal Berbasis Data Citra Satelit Sentinel-2A Dan Citra Satelit Landsat 8 Di Perairan Teluk Prigi, Kabupaten Trenggalek

    No full text
    Tinggi rendahnya dasar laut dikenal dengan batimetri, sehingga informasi batimetri di Indonesia sangat dibutuhkan untuk menunjang alur pelayaran kapal. Dengan sifat perairan yang dinamis menjadikan kajian batimetri perlu dilakukan secara berkelanjutan, khusunya pada Teluk Prigi dikenal memiliki keunggulan pada sumberdaya alamnya sebagai tempat rekreasi, pariwisata, ekowisata, serta pusat terbesar Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN Prigi). Saat ini data batimetri diambil memakai echosounder yang dipasang pada kapal. Namun, teknik ini dirasa kurang akurat dan efisien karena tidak dapat mengukur kedalaman secara menyeluruh yang dibatasi satuan waktu dan posisi titik beban pada kapal. Karena itu, perlu adanya metode alternatif baru, Satellite Derived Bathymetry (SDB) merupakan metode terbaru dalam bidang penginderaan jauh yang memanfaatkan data citra satelit dengan menggunakan algoritma untuk memperoleh informasi kedalaman perairan. Dalam penelitian ini menggunakan citra satelit Sentinel-2A dan Landsat 8 untuk mendapatkan nilai kedalaman dan juga topografi dasar laut. Metode penelitian dilakukan menjadi beberapa proses. Proses pertama dengan mengidentifikasi serta merumuskan masalah dan mencari referensi pendukung. Proses kedua dengan pengumpulan data penelitian. Proses ketiga melakukan pengolahan data penelitian. Proses keempat dengan menyajikan hasil dari pengolahan data batimetri serta proses terakhir menganalisis hasil. Proses pengolahan data dibagi menjadi tiga proses, yakni pengolahan data insitu kedalaman perairan, Pengolahan data citra satelit Sentinel-2A dan Landsat 8, hal ini bertujuan untuk mengestimasi kedalaman perairan dengan citra satelit dibutuhkan pengaplikasian algoritma Stumpf. Setelah memperoleh data kedalaman relatif pada citra tersebut, dilakukan regresi linier sederhana, hal ini bertujuan untuk menghasilkan nilai kedalaman sesungguhnya (absolut) pada citra satelit. Kemudian hasil kedalaman dilakukan penyajian dan analisis pada peta batimetri. Fokus penelitian ini yaitu membandingkan perhitungan rasio band citra satelit Sentinel-2A dan Landsat 8 dengan kedalaman insitu agar tercipta hasil yang lebih akurat. Hasil analisis yang penulis dapatkan, pada perairan Teluk Prigi menghasilkan rentang kedalaman 4,92 m sampai 67,61 m, Hasil analisis pada citra satelit Sentinel-2A memiliki rentang kedalaman 7,92 m sampai 85,27 m, Hasil analisis pada citra satelit Landsat 8 memiliki rentang kedalaman 7,05 m sampai 57,10 m. Hasil regresi antara kedalaman relatif citra Sentinel-2A dan kedalaman in-situ memberikan koefisien determinasi (R2) 0,5437, koefisien korelasi (r) 0,737, RMSE 13,194, dan galat (NMAE) 34,99. Sedangkan hasil analisis yang dihasilkan pada citra Landsat 8 menghasilkan nilai yang lebih baik dengan memberikan nilai koefisien determinasi (R2) 0,6287, koefisien korelasi (r) 0,792, RMSE 12,697, dan galat (NMAE) 28,48. Faktor yang mampu mempengaruhi perubahan dalam mengestimasi kedalaman perairan menggunakan citra satelit dikarenakan adanya nilai reflektan (albedo) yang menimbulkan absorpsi dan scattering

    Analisis Variasi Morfologi dan Molekuler Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) dari PPP Pondokdadap Kabupaten Malang dan Pasar Ikan Pabean Surabaya

    No full text
    Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan ikan pelagis yang menjelajahi perairan terbuka terutama di wilayah Indo–pasifik. Ikan tongkol merupakan ikan yang umum diperjualbelikan di PPP Pondokdadap, Kab. Malang dan Pasar Ikan Pabean, Kota Surabaya. Ikan tongkol yang diperjualbelikan di PPP Pondokdadap umumnya ditangkap langsung oleh nelayan di Perairan Selatan Pulau Jawa, sedangkan yang diperjualbelikan di Pasar Ikan Pabean ditangkap di Perairan Utara Pulau Jawa. Di kedua laut tersebut terdapat perbedaan karakteristik perairan, oleh karena itu diperlukan analisis morfologi dan molekuler untuk mengetahui karakteristik ikan tongkol (E. affinis), apakah terdapat perbedaan secara morfologi dan molekuler dari PPP Pondokdadap Kab. Malang dan Pasar Ikan Pabean, Kota Surabaya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui keragaman morfologi dan molekuler ikan tongkol (E. affinis) dari PPP Pondokdadap dan Pasar Ikan Pabean yang dapat menjadi referensi untuk manajemen penangkapan ikan tongkol terkait kebiasaan ikan dan untuk mengetahui apakah perbedaan lokasi dapat mempengaruhi keragaman morfologi dan molekuler ikan tongkol (E. affinis). Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2022 hingga bulan Oktober 2022. Sampel dikoleksi dari PPP Pondokdadap Kab. Malang dan Pasar Ikan Pabean Surabaya. Analisis morfologi menggunakan metode geometrik morfometrik dengan karakter morfometrik sebagai data penguat. Digunakan 11 landmark dan 7 karakter morfometrik. Geometrik morfometrik menggunakan software TpsUtil, TpsDig, MorphoJ dan dianalisis dengan metode PCA, CVA dan DFA. Analisis 7 karakter morfometrik menggunakan software SPSS dianalisis dengan metode independent T test dan DFA. Analisis Molekuler terbagi menjadi 4 tahapan, yaitu: ekstraksi DNA, amplifikasi DNA, elektroforesis, dan sekuensing. Ekstraksi DNA menggunakan metode chelex 10%. Amplifikasi menggunakan metode PCR dengan marker Gen COI menggunakan primer LCO1490-HCO2198 dengan dua pengulangan. Elektroforesis menggunakan 1% gel agarosa. Sampel dalam penelitian ini masih tahap juvenil dengan panjang cagak 23.3 – 27.8 cm. Analisis PCA dari kedua lokasi menunjukkan bentuk dominan yang berpengaruh terhadap perbedaan bentuk pada PC1 – PC4 yaitu tinggi badan, kepala, sirip anal, sirip dorsal, panjang cagak, pangkal ekor dengan variasi kumulatif sebesar 86.2% dan dari PPP Pondokdadap dengan variasi kumulatif sebesar 81.5% tidak signifikan karena nilai PC1 p 0,05). Hasil ekstraksi DNA didapatkan kurang murni dengan nilai rasio absorbansi 260/280 sebesar 1.51. Elektroforesis produk hasil PCR menunjukkan hasil belum berhasil. Pita genom terlihat samar dan hanya terlihat smear
    corecore