27 research outputs found

    Penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam Konsentrat Sapi Perah sampai Taraf 30% terhadap Produksi Susu

    Get PDF
    Produksi susu sapi perah sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan. Ketergantungan pada konsentrat menjadi tinggi karena semakin terbatasnya hijauan berkualitas baik yang tersedia. Mahalnya harga konsentrat disebabkan karena terdapat bahan penyusun konsentrat yang masih diimpor. Bungkil inti sawit (BIS) merupakan bahan lokal yang potensial dari segi ketersediaan dan dapat digunakan sebagai sumber protein dan energi. Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh penggantian bungkil kedelai oleh BIS dalam konsentrat pada taraf 10% dan 30%. Tiga belas sapi laktasi (336,23±31,46 kg) dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok konsentrat BIS 10% (6 ekor) dan BIS 30% (7 ekor). Pakan terdiri dari rumput raja dan konsentrat perlakuan. Pengamatan dilakukan pada konsumsi dan kecernaan pakan, produksi susu selama 8 bulan dan kualitas susu. Hasil menunjukkan bahwa kedua kelompok mengkonsumsi bahan kering pakan yang sama (P>0,05) namun pakan BIS 10% mempunyai nilai kecernaan lebih besar 3,88% dibandingkan pakan BIS 30% (

    Kajian Inovasi Integrasi Tanaman – Ternak melalui Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit untuk Meningkatkan Produksi Sapi Lokal Sumatera Barat

    Full text link
    Satu kajian telah dilakukan tentang inovasi integrasi tanaman-ternak melalui pemanfaatan hasil ikutan sawit untuk meningkatkan produksi sapi potong lokal Sumatera Barat tahun 2014. Tiga kategori data dikumpulkan, yaitu (1) aspek sosial ekonomi peternak, (2) pertambahan berat badan harian sapi dan (3) produksi kelapa sawit. Semua data diambil dari kelompok Sri Langgeng (13 responden) di Dharmasraya dan kelompok Tanjung Keramat (10 responden) di Pasaman Barat. Hasilnya menunjukan bahwa rataan umur peternak adalah 39 tahun, mempunyai kebun sawit seluas 2,2 ha dan 4,1 ha dengan 4,2 ekor dan 6,2 ekor sapi masing masing di Tanjung Keramat dan Sri Langgeng. Penerimaan bulanan mereka ialah Rp 1,63 juta dan seputar Rp 1,05 juta merupakan sumbangan dari ternak sapi di kedua kelompok. Pemberian pakan tambahan dengan hasil ikutan sawit menaikan berat badan sapi 0,14 dan 0,09 kg/ekor/hari, masing masing di Sri Langgeng dan Tanjung Keramat. Sebaliknya ternak kontrol justru berkurang beratnya sebesar -0,17 dan -0,11 kg/ekor/hari. Penggunaan pupuk organik dari kotoran sapi – diatas dari hasil pupuk buatan – menambah buah sawit sebesar 39,4 % dan 48,4 % di kedua kelompok. Kajian membuktikan bahwa ada peluang untuk mempercepat proses adopsi integrasi sapi dengan tanaman diarea perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat

    Pertumbuhan Sapi Bali Berbasis Pakan Rumput dan Putak dengan Suplementasi Hijauan Turi dan Urea di Nusa Tenggara Timur

    Get PDF
    Pertumbuhan Sapi Bali Berbasis Pakan Rumput dan Putak dengan Suplementasi Hijauan Turi dan Urea di Nusa Tenggara Timu

    Kajian Inovasi Integrasi Tanaman – Ternak melalui Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit untuk Meningkatkan Produksi Sapi Lokal Sumatera Barat

    Get PDF
    Satu kajian telah dilakukan tentang inovasi integrasi tanaman-ternak melalui pemanfaatan hasil ikutan sawit untuk meningkatkan produksi sapi potong lokal Sumatera Barat tahun 2014. Tiga kategori data dikumpulkan, yaitu (1) aspek sosial ekonomi peternak, (2) pertambahan berat badan harian sapi dan (3) produksi kelapa sawit. Semua data diambil dari kelompok Sri Langgeng (13 responden) di Dharmasraya dan kelompok Tanjung Keramat (10 responden) di Pasaman Barat. Hasilnya menunjukan bahwa rataan umur peternak adalah 39 tahun, mempunyai kebun sawit seluas 2,2 ha dan 4,1 ha dengan 4,2 ekor dan 6,2 ekor sapi masing masing di Tanjung Keramat dan Sri Langgeng. Penerimaan bulanan mereka ialah Rp 1,63 juta dan seputar Rp 1,05 juta merupakan sumbangan dari ternak sapi di kedua kelompok. Pemberian pakan tambahan dengan hasil ikutan sawit menaikan berat badan sapi 0,14 dan 0,09 kg/ekor/hari, masing masing di Sri Langgeng dan Tanjung Keramat. Sebaliknya ternak kontrol justru berkurang beratnya sebesar -0,17 dan -0,11 kg/ekor/hari. Penggunaan pupuk organik dari kotoran sapi – diatas dari hasil pupuk buatan – menambah buah sawit sebesar 39,4 % dan 48,4 % di kedua kelompok. Kajian membuktikan bahwa ada peluang untuk mempercepat proses adopsi integrasi sapi dengan tanaman diarea perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat

    Environmental Awareness on Beef Cattle Technology

    Get PDF
    The acceleration program to meet beef self sufficient in 2010 is expected to increase animal protein consumption of Indonesian people in order to be equal with other countries as well as to improve the livestock farmer’s income. The main objective of the program is to increase cattle population. Since the availability of forage and grassland is limited, beef cattle development is driven to the crop and plantation integration approach by using their by-product as cattle feed. Crop and plantation by-products, generally are considered to be fiber source with high lignocellulose’s and low nutritive value. Feeding high fiber would increase methane gas production, and faeces and grass cultivation also contributed on greenhouse emission. Methane is one of the main greenhouse gases contributed by agriculture sector; increasing beef cattle population using high fiber feed is predicted to increase methane production. Good management is expected to improve productivity and to reduce methane production on livestock. Some efforts could be done such as good feeding management and nutrition manipulation, environment friendly cattle waste management, improving management on roughage cultivation, and improving management on cattle production

    Kajian Inovasi Integrasi Tanaman – Ternak melalui Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit untuk Meningkatkan Produksi Sapi Lokal Sumatera Barat

    No full text
    Satu kajian telah dilakukan tentang inovasi integrasi tanaman-ternak melalui pemanfaatan hasil ikutan sawit untuk meningkatkan produksi sapi potong lokal Sumatera Barat tahun 2014. Tiga kategori data dikumpulkan, yaitu (1) aspek sosial ekonomi peternak, (2) pertambahan berat badan harian sapi dan (3) produksi kelapa sawit. Semua data diambil dari kelompok Sri Langgeng (13 responden) di Dharmasraya dan kelompok Tanjung Keramat (10 responden) di Pasaman Barat. Hasilnya menunjukan bahwa rataan umur peternak adalah 39 tahun, mempunyai kebun sawit seluas 2,2 ha dan 4,1 ha dengan 4,2 ekor dan 6,2 ekor sapi masing masing di Tanjung Keramat dan Sri Langgeng. Penerimaan bulanan mereka ialah Rp 1,63 juta dan seputar Rp 1,05 juta merupakan sumbangan dari ternak sapi di kedua kelompok. Pemberian pakan tambahan dengan hasil ikutan sawit menaikan berat badan sapi 0,14 dan 0,09 kg/ekor/hari, masing masing di Sri Langgeng dan Tanjung Keramat. Sebaliknya ternak kontrol justru berkurang beratnya sebesar -0,17 dan -0,11 kg/ekor/hari. Penggunaan pupuk organik dari kotoran sapi – diatas dari hasil pupuk buatan – menambah buah sawit sebesar 39,4 % dan 48,4 % di kedua kelompok. Kajian membuktikan bahwa ada peluang untuk mempercepat proses adopsi integrasi sapi dengan tanaman diarea perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat
    corecore