5 research outputs found

    KAJIAN KEBUTUHAN INTEGRASI LAYANAN ANGKUTAN UMUM MASSAL DI KOTA SEMARANG DAN SEKITARNYA

    Get PDF
    Angkutan umum massal berbasis jalan telah dikembangkan oleh Pemerintah Kota Semarang sejak tahun 2009 hingga kini (Trans Semarang). Disisi lain, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2017 juga melakukan hal yang sama di Wilayah Aglomerasi Kedungsepur (Trans Jateng). Namun terkesan berjalan sendiri-sendiri dan terjadi tumpang tindih layanan di ruas-ruas jalan tertentu. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian kebutuhan pengintegrasian layanan angkutan umum massal di Kota Semarang dan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis statistik deskriptif dan analisis spasial untuk mengetahui karakteristik dan pola permintaan perjalanan penggunanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengguna Koridor 1 dan 2 Trans Semarang dari luar Kota Semarang mencapai 39,14% dan 60,86% berasal dari dalam Kota Semarang. Pengguna dengan tujuan ke luar Kota Semarang mencapai 42,23% dan 57,77% tujuan di dalam Kota Semarang. Hal ini membuktikan bahwa Koridor 1 dan 2 mengakomodasi penumpang yang asal tujuannya cukup besar dari luar Kota Semarang. Terdapat tumpang tindih layanan mencapai 60% dari panjang lintasan di Koridor 1 Trans Jateng dan Koridor 2 Trans Semarang. Moda first mile pengguna Koridor 2 didominasi oleh Trans Jateng sebesar 51,51% dan last mile didominasi oleh penggunaan motor sebesar 48,10%. Penelitian ini menyarankan bahwa rute layanan Trans Jateng kedepannya dapat mengakomodir permintaan perjalanan di dalam kawasan penyangga dengan konsep layanan loop (mengelilingi), berbeda dari kondisi saat ini. Selanjutnya, layanan Trans Jateng yang menuju ke Kota Semarang dapat berhenti di titik perbatasan, dimana pergerakan kemudian dilayani oleh Trans Semarang dan diharapkan dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat di Kota Semarang dan sekitarnya.

    KAJIAN KEBUTUHAN INTEGRASI LAYANAN ANGKUTAN UMUM MASSAL DI KOTA SEMARANG DAN SEKITARNYA

    Get PDF
    Angkutan umum massal berbasis jalan telah dikembangkan oleh Pemerintah Kota Semarang sejak tahun 2009 hingga kini (Trans Semarang). Disisi lain, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2017 juga melakukan hal yang sama di Wilayah Aglomerasi Kedungsepur (Trans Jateng). Namun terkesan berjalan sendiri-sendiri dan terjadi tumpang tindih layanan di ruas-ruas jalan tertentu. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian kebutuhan pengintegrasian layanan angkutan umum massal di Kota Semarang dan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis statistik deskriptif dan analisis spasial untuk mengetahui karakteristik dan pola permintaan perjalanan penggunanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengguna Koridor 1 dan 2 Trans Semarang dari luar Kota Semarang mencapai 39,14% dan 60,86% berasal dari dalam Kota Semarang. Pengguna dengan tujuan ke luar Kota Semarang mencapai 42,23% dan 57,77% tujuan di dalam Kota Semarang. Hal ini membuktikan bahwa Koridor 1 dan 2 mengakomodasi penumpang yang asal tujuannya cukup besar dari luar Kota Semarang. Terdapat tumpang tindih layanan mencapai 60% dari panjang lintasan di Koridor 1 Trans Jateng dan Koridor 2 Trans Semarang. Moda first mile pengguna Koridor 2 didominasi oleh Trans Jateng sebesar 51,51% dan last mile didominasi oleh penggunaan motor sebesar 48,10%. Penelitian ini menyarankan bahwa rute layanan Trans Jateng kedepannya dapat mengakomodir permintaan perjalanan di dalam kawasan penyangga dengan konsep layanan loop (mengelilingi), berbeda dari kondisi saat ini. Selanjutnya, layanan Trans Jateng yang menuju ke Kota Semarang dapat berhenti di titik perbatasan, dimana pergerakan kemudian dilayani oleh Trans Semarang dan diharapkan dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat di Kota Semarang dan sekitarnya.

    Impact of Carriage Crowding Level on Bus Dwell Time: Modelling and Analysis

    Get PDF
    This paper develops two types of estimation models to quantify the impacts of carriage crowding level on bus dwell time. The first model (model I) takes the crowding level and the number of alighting and boarding passengers into consideration and estimates the alighting time and boarding time, respectively. The second model (model II) adopts almost the same regression method, except that the impact of crowding on dwell time is neglected. The analysis was conducted along two major bus routes in Harbin, China, by collecting 640 groups of dwell times under crowded condition manually. Compared with model II, the mean absolute error (MAE) of model I is reduced by 137.51%, which indicates that the accuracy of bus dwell time estimation could be highly improved by introducing carriage crowding level into the model. Meanwhile, the MAE of model I is about 3.9 seconds, which is acceptable in travel time estimation and bus schedule

    Bus timetable optimization model in response to the diverse and uncertain requirements of passengers for travel comfort

    Get PDF
    Most existing public transit systems have a fixed dispatching and service mode, which cannot effectively allocate resources from the perspective of the interests of all participants, resulting in resource waste and dissatisfaction. Low passenger satisfaction leads to a considerable loss of bus passengers and further reduces the income of bus operators. This study develops an optimization model for bus schedules that considers vehicle types and offers two service levels based on heterogeneous passenger demands. In this process, passenger satisfaction, bus company income, and government subsidies are considered. A bilevel model is proposed with a lower-level passenger ride simulation model and an upper-level multiobjective optimization model to maximize the interests of bus companies, passengers, and the government. To verify the effectiveness of the proposed methodology, a real-world case from Guangzhou is presented and analyzed using the nondominated sorting genetic algorithm-II (NSGA-II), and the related Pareto front is obtained. The results show that the proposed bus operation system can effectively increase the benefits for bus companies, passengers, and the governmen

    IEEE Access Special Section Editorial: Big Data Technology and Applications in Intelligent Transportation

    Get PDF
    During the last few years, information technology and transportation industries, along with automotive manufacturers and academia, are focusing on leveraging intelligent transportation systems (ITS) to improve services related to driver experience, connected cars, Internet data plans for vehicles, traffic infrastructure, urban transportation systems, traffic collaborative management, road traffic accidents analysis, road traffic flow prediction, public transportation service plan, personal travel route plans, and the development of an effective ecosystem for vehicles, drivers, traffic controllers, city planners, and transportation applications. Moreover, the emerging technologies of the Internet of Things (IoT) and cloud computing have provided unprecedented opportunities for the development and realization of innovative intelligent transportation systems where sensors and mobile devices can gather information and cloud computing, allowing knowledge discovery, information sharing, and supported decision making. However, the development of such data-driven ITS requires the integration, processing, and analysis of plentiful information obtained from millions of vehicles, traffic infrastructures, smartphones, and other collaborative systems like weather stations and road safety and early warning systems. The huge amount of data generated by ITS devices is only of value if utilized in data analytics for decision-making such as accident prevention and detection, controlling road risks, reducing traffic carbon emissions, and other applications which bring big data analytics into the picture
    corecore