Gender quota dan problem representasi perempuan di legislatif : studi atas hasil pemilu legislatif tahun 2019 oleh PDIP dan PAN di Kabupaten Kudus

Abstract

Realitas politik yang menunjukkan masih rendahnya keterwakilan perempuan di DPRD yaitu masih berada di bawah proporsi, hal ini menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan dalam kehidupan politik kurang diperhatikan. Tuntutan kesetaraan gender juga semakin digencarkan sehingga pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 dan Peraturan KPU yang beberapa pasalnya mengatur mengenai 30% keterwakilan perempuan. Kondisi seperti ini juga terjadi di DPRD Kabupaten Kudus. Pemilu pada tahun 2004, jumlah perempuan yang duduk di kursi legislatif mencapai 6 orang. Tahun 2009 tetap 6 orang dan tahun 2014 masih mencapai 3 orang. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana pelaksanaan pemenuhan ketentuan kuota 30% keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Kudus, 2) Faktor-faktor institusional seperti apa yang menghambat keterwakilan perempuan dalam pemenuhan ketentuan kuota 30% keterwakilan perempuan di Kabupaten Kudus. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik keabsahan data menggunakan teknik trianggulasi sumber. Analisis data menggunakan analisis kualitatif Creswell yang terdiri dari 1) pengumpulan data, 2) reduksi data, 3) penyajian data, 4) penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ketentuan kuota 30% sudah diimplementasikan akan tetapi belum tercapai. Keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Kudus mampu mencapai 8,89% pada pemilu 2019. 2) kendala yang dihadapi adalah masih kurang maksimalnya partai dalam menjalankan, melaksanakan dan memperjuangkan kegiatan dan kepentingan kaum perempuan, sehingga kegiatan tersebut kurang berjalan, dan kontruksi sosial yang masih kuat pada masyarak terutama kaum perempuan itu sendiri yang memandang bahwa perempuan tidak mampu bersaing dengan laki-laki, sehingga untuk menjalankan peran di ruang publik dianggap tidak mampu. Hal ini menjadikan mindset pada perempuan yang tidak mudah untuk dirubah, sehingga ia merasa tidak yakin dan tidak percaya pada dirinya sendiri bahkan pada perempuan lain. Saran, 1) Tuntutan untuk meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan harus diimbangi dengan upaya untuk menjamin bahwa perempuan yang akan wakil rakyat harus benar-benar berkualitas, memahami kepentingan perempuan dan mampu memperjuangkannya. 2) Kepada para stakeholders atau pelaksana kebijakan harus lebih mengupayakan pendidikan gender ataupun pendidikan politik melalui program pemberdayaan perempuan untuk mengubah persepsi dan mindset masyarakat terutama bagi kaum perempuan itu sendiri yang menganggap dirinya tidak mampu bersaing dengan laki-laki

Similar works

This paper was published in Walisongo Institutional Repository.

Having an issue?

Is data on this page outdated, violates copyrights or anything else? Report the problem now and we will take corresponding actions after reviewing your request.