BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERKARA MONEY LAUNDERING DENGAN PREDICATE CRIME TINDAK PIDANA KORUPSI

Abstract

Pro dan kontra mengenai penerapan asas pembuktian terbalik dalam perkara money laundering terkait pengaturan serta pembuktian tindak pidana asalnya masih menjadi perdebatan oleh para pakar hukum. Dikarenakan pembuktian terbalik tidak sesuai dengan asas praduga tak bersalah serta terdapat indikasi adanya pelanggaran HAM dalam penerapannya. Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu Bagaimana pengaturan beban pembuktian terbalik terhadap perkara tindak pidana pencucian uang (money laundering) menurut ketentuan yang berlaku di Indonesia dan Bagaimana alternatif pengaturan pembuktian terbalik perkara tindak pidana pencucian uang (money laundering) apabila dikaitkan dengan tindak pidana asal (predicate crime). Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan metode statue approach dan comparative approach. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa peraturan perundang undangan terkait, dan bahan hukum sekunder berupa buku dan artikel ilmiah, serta bahan hukum tertier berupa kamus. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, sistem pembuktian terbalik yang dianut Indonesia bermula dari sistem pembuktian yang dikenal dari negara penganut rumpun anglo saxon yang penerapannya terbatas dalam kasus tertentu.Perbedaannya adalah sistem pembuktian terbalik di negara anglo saxon bersifat berimbang, yang mana jaksa penuntut umum dan terdakwa di sama sama membuktikan di pengadilan sedangkan di Negara Indonesia masih bersifat terbatas. Dinegara anglo saxon sudah menggunakan jalur keperdataan dalam pengembalian aset hasil tindak pidana, sedangkan di negara Indonesia belum menggunakan jalur yang demikian, adapula mengenai beban pembuktian terbalik ini Indonesia belum memiliki hukum acara yang mengatur sehingga sistem pembuktian terbalik ini masi belum dapat berfungsi secara efektif seperti yang diharapkan. Alternatif pembuktian yang diajukan dan digagas oleh pemikir di negara maju adalah, teori "keseimbangan kemungkinan pembuktian" (balanced probability of principles), yaitu mengedepankan keseimbangan yang proporsional antara perlindungan kemerdekaan individu di satu sisi, dan perampasan hak individu yang bersangkutan atas harta kekayaannya yang diduga kuat berasal dari korupsi.Kata kunci: Sistem pembuktian terbalik, money laundering, Predicate crime dan tindak pidana korups

Similar works

This paper was published in Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum.

Having an issue?

Is data on this page outdated, violates copyrights or anything else? Report the problem now and we will take corresponding actions after reviewing your request.