Jawa dalam peradabannya di abad ke-15 merupakan
pulau dengan mayoritas penghuninya beragama hindu-budha,
namun jauh sebelum agama ini masuk masyarakat Jawa sudah mempunyai agamanya sendiri yang kemudian disebut kapitayan dan hal ini pula yang gagal dipahami oleh peneliti barat yang selanjutnya menyebutnya dengan animisme-
dinamisme. Babak baru sejarah Jawa di mulai ketika Islam
mulai masuk dengan mempertimbangkan strategi dan
gerakan yang masif serta terorganisir oleh dewan wali yang
berjumlah sembilan orang, Walisongo. Dalam membahas kidung rumekso ing wengi penulis mencoba membawa pada alam pikir masyarakat jawa, memahami kehidupan dan filosofinya. Kemudian muatan
ajaran Islam dimasukan dengan pendekatan filosofis dan
tasawufnya, sehingga dalam memahami kidung ini bisa mendapatkan pemahaman yang komprehnsif karena berdasarkan pada aspek dan unsur-unsur nilai Jawa dan Islam, perpaduan ini pula yang menjadi strategi Sunan
Kalijaga. Kidung rumekso ing wengi akhir-akhir ini ditafsiri
masyarakat secara pragmatis hanya sebagai mantra pelindung padahal terdapat maksud dan tujuan kanjeng Sunan Kalijaga untuk mengajarkan tasawuf Islam Jawa atau mistik kejawen.
Kemudian di dalam kidung ini pula Sunan Kalijaga menjelaskan perjalanan manusia sejak saat penciptaan hingga pada dia dapat sampai dan menyatu dengan tuhan Sang Hyang Widhi atau Manunggaling Kawulo Gusti. Dalam tasawuf atau mistik Jawa seseorang yang memahami ilmu kasampurnan akan sangat mudah mencapai derajat tinggi di
hadapan tuhan. Ilmu kasampurnan mempelajari asal usul manusia, tugas dan tujuan hidup, atau sering disebut sangkan
paraning dumadi. Kata kunci: Jawa, Sunan Kalijaga, Kidung, Mistik Kejawen, Manunggaling Kawulo Gust
Is data on this page outdated, violates copyrights or anything else? Report the problem now and we will take corresponding actions after reviewing your request.