Jurnal TENGKAWANG
Not a member yet
    130 research outputs found

    PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYEDUHAN TERHADAP KADAR KALSIUM (CA) TEH DAUN KELAKAI (STENOCHLARNA PALUTRIS) DENGAN TREATMENT ASAM LEMON (CITRUS LIMON)

    Get PDF
    The plant kelakai (Stenochlarna palutris) is found in peat, alluvial soil, and marsh soil. comprising pinnate leaves, rhizome roots, and many fern species. Calcium (Ca) is one of the numerous nutrients found in kelakai. Lemon acid treatment (Citrus limun) is used in the processing of kelakai tea powder in an attempt to boost the plant's nutritional value. The purpose of this study is to ascertain how temperature and brewing time affect the calcium levels in lemon acid (Citrus limun) treated kelakai leaf tea (Stenochlarna palutris). This study uses a factorial completely randomized design (CRD) and is experimental in nature. There are two factors, the first is the temperature at which the brewing takes place (40, 50, and 60 degrees Celsius), and the second is the number of repeats (1, 5, and 10 minutes). Two Way Analysis of Variance (Anova) was utilized in the data analysis, along with an additional 5% Honest Significant Difference (BNJ) test. The findings demonstrated the highly significant effects of brewing temperature, brewing time, and the combination of temperature and brewing time. The amount of calcium produced increases with increasing brewing temperature. With an average of 46,964 ppm, the T3 brewing temperature treatment (60oC) had the greatest quantities of calcium. The effect of brewing time on calcium levels gives low results at short times (S1), high results at medium times (S2) and decreases when teh brewing time is longer (S3). The highest brewing duration was in S2 (5 minutes) with an average of 46,685 ppm. The highest interaction between two factors was in teh T3S2 combination with an average of 17,146 ppm. The best treatment was at brewing temperature T3 (60oC) and the best brewing time was at S2 (5 minutes) and the best treatment combination was at T3S2.Keywords: Brewing temperature, Brewing time, Calcium (Ca), Kalakai leaf tea (Stenochlarna palutris), Lemon acid pretreatment (Citrus lemon).AbstrakTanaman kelakai (Stenochlarna palutris) banyak ditemukan pada lahan gambut, tanah aluvial, dan tanah rawa. terdiri dari daun menyirip, akar rimpang, dan banyak jenis pakis. Kalsium (Ca) adalah salah satu dari banyak nutrisi yang ditemukan di kelakai. Perlakuan asam lemon (Citrus limun) digunakan dalam pengolahan bubuk teh kelakai sebagai upaya untuk meningkatkan nilai gizi tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana suhu dan waktu penyeduhan mempengaruhi kadar kalsium pada teh daun kelakai (Stenochlarna palutris) yang diolah dengan asam lemon (Citrus limun).  Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dan bersifat eksperimental. Ada dua faktor: yang pertama adalah suhu saat penyeduhan dilakukan (40, 50, dan 60 derajat Celcius), dan yang kedua adalah jumlah pengulangan (1, 5, dan 10 menit). Analisis Varians Dua Arah (Anova) digunakan dalam analisis data, bersama dengan tambahan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5%. Temuan ini menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan dari suhu penyeduhan, waktu penyeduhan, dan kombinasi suhu dan waktu penyeduhan. Jumlah kalsium yang dihasilkan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu penyeduhan. Dengan rata-rata 46,964 ppm, perlakuan suhu penyeduhan T3 (60 oC) memiliki jumlah kalsium paling besar.  Pengaruh waktu penyeduhan pada kadar kalsium memberikan hasil rendah pada waktu yang singkat (S1), tinggi pada waktu medium (S2) dan menurun ketika waktu seduh semakin lama (S3). Perlakuan waktu penyeduhan tertinggi pada S2 (5 menit) dengan rerata sebesar 46,685 ppm. Interaksi dua faktor tertinggi pada kombinasi T3S2 dengan rerata sebesar 17,146 ppm. Perlakuan terbaik terdapat pada suhu penyeduhan T3 (60oC) dan lama penyeduhan terbaik pada S2 (5 menit) dan kombinasi perlakuan terbaik pada T3S2.Kata kunci: Suhu penyeduhan, Lama penyeduhan, Kalsium (Ca), Teh daun Kalakai (Stenochlarna palutris), Pretreatment asam lemon (Citrus lemon)

    HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR TANAH DAN TEKSTUR TANAH TERHADAP LAJU DAN KAPASITAS INFILTRASI DI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) UNIVERSITAS MATARAM

    Get PDF
    The Green Open Space of Mataram University encompasses various types of vegetation, potentially resulting in differences in infiltration rate and capacity within its zones. This study aims to determine the infiltration rate and capacity in the Green Open Space (GOS) of Mataram University and analyze the relationship between soil moisture content and texture with the infiltration rate and capacity in the area. Infiltration measurements were conducted in 10 zones of Mataram University's GOS, with two replications established in each zone: one within tree-covered areas and one in open areas (without tree cover). Laboratory analysis results indicated that the predominant soil texture across all zones of Mataram University's GOS was sandy clay. Soil moisture content in each zone ranged from 1.13% to 9.03%. The highest infiltration rate was found in open zones, with an average value of 48.61 cm/hour across all zones, while the lowest was in closed zones, at 30.58 cm/hour. The highest infiltration capacity was also observed in open zones, with an average value of 25.8 cm/hour, which was higher than that in closed zones (20.4 cm/hour). The t-test results comparing Horton's infiltration rate and capacity with actual infiltration rate and capacity showed no significant difference. Correlation analysis results indicated that soil texture (sand, silt) and soil moisture content were not correlated with infiltration rate and capacity in Mataram University's GOS.Keywords: infiltration, moisture content, GOS, texture.AbstrakRuang Terbuka Hijau Universitas Mataram memiliki berbagai macam jenis vegetasi, sehingga berpotensi dapat memungkinkan terjadinya perbedaan laju dan kapasitas infiltrasi di setiap zona wilayahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dan kapasitas infiltrasi di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Universitas Mataram dan menganalisis hubungan antara kadar air dan tekstur tanah di wilayah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Universitas Mataram dengan laju dan kapasitas infiltrasi. Pengukuran infiltrasi dilakukan di 10 zona RTH Universitas Mataram, di mana di setiap zona ditetapkan 2 ulangan yaitu 1 ulangan untuk area tertutup dan 1 ulangan pada area terbuka (tanpa tegakan pohon). Hasil laboratorium menunjukkan tekstur tanah yang mendominasi di seluruh zona RTH Universitas Mataram yaitu pasir berlempung. Dan kadar air tanah di setiap zona wilayah RTH Universitas Mataram yaitu berkisar antara 1,13 % - 9,03 %. Laju infiltrasi tertinggi terdapat pada zona terbuka, dengan nilai rata-ratanya untuk semua zona yaitu 48,61 cm/jam dan terendah pada zona tertutup yaitu 30,58 cm/jam. Kapasitas infiltrasi tertinggi terdapat pada zona terbuka, dengan nilai rata-ratanya untuk semua zona terbuka yaitu 25,8 cm/jam lebih tinggi dibandingkan pada zona tertutup yaitu 20,4 cm/jam. Hasil uji-t antara laju & kapasitas infiltrasi horton dengan laju & kapasitas infiltrasi aktual menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan. Hasil uji korelasi menunjukkan tekstur tanah (pasir, debu), dan kadar air tanah tidak berkorelasi dengan laju dan kapasitas infiltrasi di RTH Universitas Mataram.Kata kunci: infiltrasi, kadar air, RTH, tekstur

    ANALISIS PERSEPSI PENGUNJUNG TERHADAP KENYAMANAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) TONJENG BERU KELURAHAN PRAPEN KECAMATAN PRAYA

    Get PDF
    Based on Law Number 26 of 2007 concerning spatial planning, what is meant by Green Open Space (RTH) is an elongated area, path or group whose users are more open, where plants grow, both those that grow naturally and those that are deliberately planted.  This research aims to analyze visitors’ perceptions of the comfort of the Tonjeng Beru Green Open Space (RTH).  This research uses a quantitative descriptive approach to measure and evaluate visitors’ perceptions of various aspects of RTH comfort, including cleanliness, safety, aesthetics and availability of facilities. Data was obtained through a survey using a questionnaire filled in by RTH visitors.  The research results indicate that visitors perceive the Tonjeng Beru Green Open Space as a comfortable place, although there are several areas that require attention and improvement.  This study contributes to a better understanding of the factors that influence the perception of comfort in green open spaces and provides recommendations for the management and improvement of green open space in the future.Keywords: 4A Tourism Component, Comfort, Green Open Space, Perception, Visitors.AbstrakBerdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang, jalur atau kelompok yang penggunanya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanami. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi pengunjung terhadap kenyamanan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Tonjeng Beru. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif untuk mengukur dan mengevaluasi persepsi pengunjung terhadap berbagai aspek kenyamanan RTH, termasuk kebersihan, keamanan, estetika, dan ketersediaan fasilitas. Data diperoleh melalui survei dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh pengunjung RTH. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa pengunjung mempersepsikan RTH Tonjeng Beru sebagai tempat yang nyaman, meskipun terdapat beberapa area yang memerlukan perhatian dan peningkatan. Studi ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi kenyamanan di ruang terbuka hijau dan memberikan rekomendasi bagi pengelolaan dan perbaikan RTH di masa depan.Kata kunci: Komponen pariwisata 4A, kenyamanan, ruang terbuka hijau, Persepsi, pengunjun

    PENGARUH PROSES BLEACHING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU PINUS (Pinus sp.) TERSERANG BLUE STAIN

    Get PDF
    The weakness of pine wood as a furniture material is that it is easily attacked by blue stain which causes changes in the color of the wood. In previous research, it was reported that bleaching material i.e. sodium hypochlorite 25% had a significant effect on the color change of pine wood affected by blue stain, but the effect on its physical and mechanical properties was not yet known. The aim of this research was to determine the effect of bleaching materials on the physical and mechanical properties of pine wood attacked by blue stain. Bleaching treatment was carried out at three different concentrations, namely a mixture of bleaching material and water 1:1, 1:2, and 2:1. Then the pine woods that has been treated with bleaching were tested for moisture content, density, modulus of elasticity (MOE) and modulus of rupture (MOR)) referring to the BS 372-1957 standard. The test results showed that the bleaching treatment had a significant effect on moisture content, MOE, and MOR, but did not affect density. The moisture content of pine woods attacked by blue stains that were treated with bleaching tended to be higher than the control. Meanwhile, the lowest MOE and MOR values were found in pine wood that was treated with bleaching 2:1.Keywords: bleaching, blue stain, mechanical, pine, physical.AbstrakKelemahan dari kayu pinus sebagai bahan furnitur yaitu mudah terserang blue stain yang menyebabkan terjadinya perubahan warna kayu. Pada penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa bahan bleaching sodium hipoklorit 25% berpengaruh signifikan terhadap perubahan warna kayu pinus terserang blue stain, namun belum diketahui pengaruh terhadap sifat fisis dan mekanisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis kayu pinus terserang blue stain yang diberi perlakuan bleaching. Perlakuan bleaching pada kayu pinus terserang blue stain dilakukan pada tiga konsentrasi berbeda yaitu campuran bahan bleaching dan air 1:1, 1:2, dan 2:1. Kemudian kayu pinus yang telah diberi perlakuan bleaching diuji kadar air, kerapatan, modulus of elasticity (MOE) dan modulus of rupture (MOR)) mengacu pada standar BS 372-1957. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perlakuan bleaching berpengaruh signifikan terhadap kadar air, MOE, dan MOR, namun tidak beroengaruh terhadap kerapatan. Kayu pinus terserang blue stain yang diberi perlakuan bleaching memiliki kadar air yang lebih tinggi dibanding kontrol. Sedangkan nilai MOE dan MOR yang paling rendah ditemukan pada kayu pinus yang diberi perlakuan bleaching 2:1.  Kata kunci: bleaching, blue stain, fisis, mekanis, pinus.

    THE INFLUENCE OF CLASSIC AND MODERN TYPES OF JOINT CONSTRUCTION ON THE STRENGTH OF WOOD-BASED PRODUCT

    Get PDF
    In furniture products, joints represented susceptible areas where damage or structural issues might arise. Consequently, selecting the appropriate joint technique was crucial to reduce the likelihood of failures in furniture joint connections. The objective of this study was to furnish insights into the failure patterns under diagonal compression loads for various wood joints (both traditional and contemporary) constructed with a Medium-Density Fiberboard (MDF). The chosen joint techniques included Dowel (D), tongue and groove (T), Minifix (M), and Insert nut (N). Two compression test scenarios were implemented to evaluate the performance of each joint under external loads. The findings revealed that the Insert nut (N) joint emerged as the most preferable method, demonstrating resilience against the highest external loads and ease of installation, particularly suitable for knock-down furniture items. Conversely, the minifix joint (M) is not recommended due to its intricate construction process, and the compression test results indicated that it exhibited the lowest resistance to external loads.Keywords: Furniture, knock-down, properties, compression test.AbstrakDalam produk furnitur, sambungan merupakan area yang rentan terhadap kerusakan atau masalah struktural yang mungkin timbul. Oleh karena itu, pemilihan teknik sambungan yang tepat sangat penting untuk mengurangi kemungkinan kegagalan dalam sambungan furnitur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan wawasan tentang pola kegagalan di bawah beban kompresi diagonal untuk berbagai jenis sambungan kayu (baik yang tradisional maupun kontemporer) yang dibuat dengan Medium-Density Fiberboard (MDF). Teknik sambungan yang dipilih meliputi Dowel (D), tongue and groove (T), Minifix (M), dan Insert nut (N). Dua skenario uji kompresi diterapkan untuk mengevaluasi kinerja setiap sambungan di bawah beban eksternal. Temuan menunjukkan bahwa sambungan Insert nut (N) muncul sebagai metode yang paling disukai, menunjukkan ketahanan terhadap beban eksternal tertinggi dan kemudahan pemasangan, khususnya cocok untuk furnitur yang dapat dirakit. Sebaliknya, sambungan minifix (M) tidak disarankan karena proses konstruksi yang rumit, dan hasil uji kompresi menunjukkan bahwa sambungan ini menunjukkan resistensi terendah terhadap beban eksternal.Kata kunci: Furnitur, knock-down, properti, uji tekan

    ANALISIS STRATEGI PENGHIDUPAN BERKELANJUTAN PETANI ROTAN KELOMPOK TANI HUTAN MELI PADA AREAL HUTAN KEMASYARAKATAN (HKM) DI DESA MELI KECAMATAN BAEBUNTA KABUPATEN LUWU UTARA

    Get PDF
    Meli Village is a village famous for its rattan production in Baebunta District, North Luwu Regency. This village, which is located in the highlands, has a population of 1,771 people, many of whom work as farmers. Unfortunately, Meli Village is facing the impact of flash floods, especially from the Radda River, which causes significant damage and social changes for its residents. The majority of Meli residents only have elementary, middle and high school education, making it difficult to recover from the economic impact of this natural disaster. Efforts to reduce damage need to implement strategies for their livelihoods. Livelihood strategies describe the efforts made by the community to achieve an adequate livelihood. The aim of this research is to analyze rattan farmers' strategies for the level of livelihood sustainability and survival of living capital for rattan farmers in Meli Village, Baebunta District, North Luwu Regency. The analysis method for each table uses descriptive statistics. The population in this research was carried out using a purposive sampling technique of 20 rattan farmers belonging to the Meli Forest Farmers Group, data was collected through observation and interviews. The results of the research show that the level of sustainability of rattan farmers' livelihood capital is obtained in the form of the highest capital, namely physical capital with a value of 2.6 and the lowest capital in the form of human capital with a value of 1.9. developing a rattan business, then applying these skills to increase income by reaching a wider market and minimizing expenses.Keywords: livelihood capital, rattan farmers, Meli VillageAbstrakDesa Meli merupakan desa yang terkenal dengan produksi rotannya di Kecamatan Baebunta, Kabupaten Luwu Utara. Desa yang terletak di dataran tinggi ini berpenduduk 1.771 jiwa dan banyak di antaranya berprofesi sebagai petani. Sayangnya, Desa Meli menghadapi dampak bencana banjir bandang terutama dari Sungai Radda yang menyebabkan kerusakan signifikan dan perubahan sosial bagi warganya. Mayoritas penduduk desa hanya mengenyam pendidikan SD, SMP, dan SMA sehingga sulit untuk bangkit kembali dari dampak ekonomi akibat bencana alam ini. Karenanya diperlukan strategi penghidupan sebagai usaha untuk mengurangi dampak kerusakan dan untuk mencapai penghidupan yang memadai. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis strategi petani rotan terhadap tingkat keberlanjutan mata pencaharian dan keberlangsungan modal hidup petani rotan di Desa Meli. Metode analisis untuk setiap tabel digunakan statistik deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dan mendapatkan sampel sebanyak 20 orang petani rotan yang termasuk dalam Kelompok Tani Hutan Meli. Data dikumpul melalui observasi serta wawancara. Hasil penelitian menunjukkan tingkat keberlanjutan modal penghidupan petani rotan diperoleh berupa modal tertinggi yaitu modal fisik dengan nilai 2,6 dan modal terendah berupa modal manusia dengan nilai 1,9 dan rekomendasi strategi penghidupan petani rotan yaitu mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dalam melakukan pemanenan rotan, meningkatkan pengembangan usaha rotan, kemuidan mengaplikasikan keterampilan tersebut untuk meningkatkan penghasilan dengan menjangkau pasar yang lebih luas dan meminimalisir pengeluaran.Kata kunci: modal penghidupan, petani rotan, desa Mel

    ANALISIS PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DI KHDTK UNIVERSITAS TANJUNGPURA

    Get PDF
    KHDTK at Tanjungpura University is a forest area managed for education, research, and community service. This research objective is to analyze the management of KHDTK. Using field observation methods and interviews with KHDTK managers. The interview technique is carried out through in-depth interviews. Using two levels of analysis (1) qualitative descriptive analysis of management (2) content analysis of statutory regulations related to KHDTK. The results of the analysis explain environmental management through community involvement in the form of MPTS enrichment agroforestry, meeting household needs in the form of utilizing water sources and firewood. Forest management is carried out by planting RHL which expands its use for voluntary carbon and protecting/securing forests from forest and land fires, encroachment/illegal logging. Utilization of forest products in the form of NTFPs such as rattan, bajakah roots, resin, and honey. Funding resource management comes from DIPA funds from the Faculty of Forestry which are divided into research, PKM, KHDTK natural laboratory management, and Cooperation grant funds. The challenge in KHDTK management is the dominance of regulations governing KHDTK administration requirements such as PBPH which is profit-oriented, while KHDTK has special characteristics (cost center). The 10% area utilization limitation for funding investment opportunities seems to be lopsided with the specific aim of training and training which manages the landscape of forest areas requiring capital-intensive investment so that program management runs optimally.Keywords: analysis, KHDTK, Forest area management.AbstrakKHDTK di Universitas Tanjungpura (UNTAN) merupakan kawasan hutan yang dikelola untuk kepentingan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengelolaan KHDTK. Menggunakan metode observasi lapangan dan wawancara terhadap pengelola KHDTK. Teknik wawancara yang dilakukan melalui indept interview. Menggunakan dua tingkat analisis yaitu (1) analisis deskriptif kualitatif terhadap pengelolaan, dan (2) Analisis isi (content analysis) peraturan perundangan terkait dengan KHDTK. Hasil analisis menjelaskan pengelolaan lingkungan melalui pelibatan masyarakat dalam bentuk agroforestri pengayaan MPTS, pemenuhan kebutuhan rumah tangga berupa pemanfaatan sumber air dan pemanfaatan kayu bakar. Pengelolaan hutan yang dilakukan berupa penanaman RHL yang diperluas pemanfaatannya untuk voluntary karbon dan perlindungan/pengamanan hutan dari karhutla, perambahan/pembalakan liar. Pemanfaatan hasil hutan berupa HHBK seperti rotan, akar bajakah, getah damar, dan madu. Pengelolaan sumberdaya pendanaan bersumber dari dana DIPA Fakultas Kehutanan yang terbagi untuk penelitian, PKM, pengelolaan laboratorium alam KHDTK dan dana hibah Kerjasama. Tantangan pada pengelolaan KHDTK adalah dominannya peraturan yang mengatur persyaratan administrasi KHDTK seperti PBPH yang berorientasi profit, sedangkan KHDTK memiliki karakteristik khusus (cost center). Pembatasan pemanfaatan kawasan 10% untuk peluang investasi pendanaan seakan menjadi timpang dengan tujuan khusus diklat yang mengelola bentang alam kawasan hutan membutuhkan investasi padat modal agar pengelolaan program berjalan optimal. Kata kunci: analisis, KHDTK, Pengelolaan kawasan hutan

    PENINGKATAN KUALITAS FINISHING KAYU PINUS DAN SUNGKAI MENGGUNAKAN TEKNIK YAKISUGI

    Get PDF
    The improvement of wood finishing quality extends beyond the application of paint; it also encompasses techniques such as heat modification. One prominent method currently employed for enhancing wood finishing quality is the yakisugi or shou sugi ban technique. This technique has regained popularity due to its ability to produce unique surface patterns and enhance the dimensional stability of wood. However, this technique has not been widely applied to commercial wood types in Indonesia. Therefore, this research aims to evaluate the burning quality and dimensional stability of pine and sungkai wood after the burning process. The research results indicate that the surface characteristics of burned pine and sungkai wood yield distinct and unique patterns. Color change tests reveal no significant difference between pine and sungkai woods, both exhibiting a clove brown hue. Surface characteristics post-burning show a decrease in paint adhesion with the prolonged burning process, inversely proportional to the contact angle values produced. Dimensional stability is measured by percentage volume expansion and anti-swelling efficiency. The yakisugi technique demonstrates the capability to enhance the dimensional stability values of sungkai and pine woods by a notable margin of 30-50%.  Subsequent research is crucial for observing the chemical changes occurring on the wood surface after burning. Keywords: dimensional stability, pine wood, sungkai wood, wood finishing, yakisugiAbstrakPeningkatan kualitas finishing kayu tidak hanya dalam bentuk proses pemberian cat, tapi juga bisa dalam bentuk teknik modifikasi panas. Salah satu jenis modifikasi panas yang saat ini banyak dilakukan terutama dalam hal peningkatan kualitas finishing kayu adalah metode yakisugi atau shou sugi ban. Teknik ini Kembali popular karena mampu menghasilkan corak permukaan kayu yang unik dan mampu meningkatkan nilai stabilitas dimensi kayu. Namun demikian, teknik ini masih belum banyak diaplikasikan untuk jenis-jenis kayu komersil Indonesia. Maka dari itu penelitian ini bermaksud mengevaluasi kualitas pembakaran dan nilai stabilitas dimensi setelah proses pembakaran pada kayu pinus dan sungkai.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik permukaan kayu pinus dan sungkai setelah pembakaran menghasilkan corak yang berbeda dan unik. Uji perubahan warna menunjukkan hasil yang tidak berbeda antara jenis kayu pinus dan sungkai yaitu clove brown. Karakteristik permukaan kayu setelah pembakaran menunjukkan nilai daya lekat cat yang semakin rendah seiring bertambah lamanya proses pembakaran dan berbanding terbalik dengan nilai sudut kontak yang dihasilkan. Nilai stabilitas dimensi ditunjukkan dengan parameter persentase pengembangan volume dan anti swelling efficiency. Teknik yakisugi mampu meningkatkan nilai kestabilan dimensi kayu sungkai dan pinus sebesar 30-50%. Penelitian selanjutnya penting dilakukan pengamatan pada perubahan yang terjadi secara kimia pada permukaan kayu setelah pembakaran. Kata kunci: finishing kayu, pinus, sungkai, stabilitas dimensi, yakisug

    KUALITAS BRIKET ARANG LIMBAH SAGU (Metroxylon sp) MENGGUNAKAN PEREKAT TEPUNG SAGU

    Get PDF
    Sago waste is a lignocellulose material that has potential as raw material for charcoal briquettes because of its abundance. This study aims to determine the quality of sago waste charcoal briquettes and determine the effect of sago flour adhesive concentration and the effect of pressure on the quality of sago bark charcoal briquettes based on SNI 01-6235-2000. The study used a Factorial Group Randomized Design with two treatment factors and three repeats for each treatment. The first factor is the concentration of the adhesive (A) and the second factor is pressure (B). The parameters observed are moisture content, flying substance content, ash content, bound carbon content, density and calorific value. The results showed that adhesive concentration and pressure factors had a very real effect on water content, ash content, bound carbon content, flying substance content and calorific value while pressure factors had a real effect on ash content and density. Based on research, ash content, density and calorific value meet SNI standards while water content, flying substance content and bound carbon content do not meet the standards. The best treatment based on calorific value is an adhesive concentration of 5% with a pressure of 1 ton (A1B1).Keywords: Biomass, charcoal briquettes, quality, sago, Waste AbstrakLimbah sagu adalah bahan berlignoselulosa yang berpotensi sebagai bahan baku briket arang karena kelimpahannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari briket arang limbah sagu serta mengetahui pengaruh konsentrasi perekat tepung sagu dan pengaruh tekanan terhadap kualitas briket arang kulit batang sagu berdasarkan SNI 01-6235-2000. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan untuk tiap perlakuan. Faktor pertama adalah konsentrasi perekat (A) dan faktor kedua adalah tekanan (B). Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, kadar karbon terikat, kerapatan dan nilai kalor. Hasil penelitian menunjukkan faktor konsentrasi perekat dan tekanan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar karbon terikat, kadar zat terbang dan nilai kalor sedangkan faktor tekanan berpengaruh nyata terhadap kadar abu dan kerapatan. Berdasarkan penelitian kadar abu, kerapatan dan nilai kalor memenuhi standar SNI sedangkan kadar air, kadar zat terbang dan kadar karbon terikat tidak memenuhi standar. Perlakuan terbaik berdasarkan nilai kalor adalah konsentrasi perekat 5% dengan tekanan 1 ton (A1B1).Kata kunci: biomassa, briket arang, kualitas, sagu, Limba

    INVENTARISASI KANTONG SEMAR (Nepenthes sp) ENDEMIK DATARAN TINGGI KAWASAN TELAGAH PUTERI DELENG PINTAU GUNUNG SIBAYAK KABUPATEN KARO

    Get PDF
    Data collection of endemic species in each area requires continuous research, aims to determine the existence of the distribution of endemic species in a particular area, one of them is the pitcher plant (Nepenthes sp.). The purpose of this study was to record the species of pitcher plant endemic to the highlands of North Sumatra which are in the Puteri Deleng Pintau Lake area, on Mount Sibayak. The research was conducted from January to February 2022 using an exploratory method. The tools used in this study included soil testers, hygrometers, compasses, GPS, cameras, stationery, observer tables and reference books while the materials were Nepenthes sp plants which were found along the hiking trails. The results of the study found two species endemik to North Sumatra, namely N. tobaica and N. spectabilis. The finding that there is a shift in the habitat findings of N. spectabilis in the Mount Sibayak area has an impact on the threat to the sustainability of this endemic species in nature.Keywords: Endemik, Gunung Sibayak, Nepentheceace, Telagah Puteri   AbstrakPendataan spesies endemik pada setiap kawasan memerlukan penelitian berkelanjutan, bertujuan untuk mengetahui keberadaan dari penyebaran spesies endemik pada suatu kawasan tertentu, salahsatunya tumbuhan kantong semar (Nepenthes sp.). Tujuan penelitian ini mendata spesies kantong semar endemik dataran tinggi Sumatra Utara yang berada pada kawasan Telagah Puteri Deleng Pintau tepatnya di Gunung Sibanyak. Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2022 dengan menggunakan metode eksploratif. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi soiltester, hygrometer, kompas, GPS, kamera, alat tulis, tabel pengamat dan buku referensi sedangkan bahan yaitu tumbuhan Nepenthes sp yang ditemukan disepanjang jalur pendakian. Hasil penelitian ditemukan dua spesies endemik Sumatra Utara yaitu N. tobaica dan N. spectabilis. Temuan bahwa terjadinya pergeseran temuan habitat dari N. spectabilis pada Kawasan Gunung Sibayak yang berdampak pada terancam kelestarian spesies endemik ini di alam.Kata kunci: Endemik, Gunung Sibayak, Nepentheceace, Telagah Puteri 

    121

    full texts

    130

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Jurnal TENGKAWANG
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇