JURNAL HUKUM UNSRAT
Not a member yet
36 research outputs found
Sort by
PELANGGARAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN MINYAK DAN GAS BUMI (MIGAS) YANG TERKANDUNG DI DALAM WILAYAH HUKUM PERTAMBANGAN INDONESIA OLEH PIHAK YANG TIDAK BERWENANG Oleh : Nike K. Rumokoy
MENUJU EFEKTIVITAS UU NO. 45 TAHUN 2009 TENTANG PERIKANAN DALAM PELAKSANAANNYA
Sebagai Negara kepulauan, Indonesia juga termasuk Negara maritim karena memiliki lautan yang luas. Sebagai Negara maritim bangsa kita tidak asing lagi dengan lautan dan sejak zaman dulu bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa pelaut, dengan lautan yang luas dapat dimanfaatkan lautan demi mencapai kemakmuran Negara.Kekayaan alam juga terdapat juga dilaut termasuk yang ada di dasar laut. Namun sayangnya kekayaan alam tersebut belum dapat di manfaatkan dan dikelolah secara maksimal. Seperti dikatakan oleh Susanto Zuhdi seorang guru besar fakultas ilmu budi daya, UI, bahwa Indonesia saat ini belum memakai potensi kelautan secara optimal, karena pembangunan yang dilakukan pemerintah selama ini masih berorientasi pada daratan dan belum memandang laut sebagai komponen utama. Oleh karena itu sampai saat ini bangsa Indonesia cenderung sebagai bangsa daratan, karena lebih mengenal daratan daripada lautan, di pulau Jawa yang terkenal pada penduduknya lebih banyak bekerja sebagai petani, buruh, pegawai negeri, pedagang, yang semuanya bekerja di darat.Demikian pula penduduk di luar pulau Jawa yang ada di pulau-pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi mayoritas bekerja di darat, sehingga mereka tidak mengetahui keadaan lautan. Mereka masih belum paham bagaimana arah angin,bulan-bulan apa bisa menggunakan perahu layar untuk berlayar,kapan mulai musim ikan,dan sebagainya. Kebanyakan penduduk Indonesia yang memahami persoalan laut adalah mereka yang tinggal di pulau-pulau kecil,karena mereka lebih banyak menggantungkan hidupnya dari bekerja di laut.Dengan melihat keadaan tersebut, tampak bahwa lautan merupakan ladang yang masih dapat menampung berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan laut. Semua orang dapat melakukan pekerjaan dilaut asalkan mempunyai pengetahuan, pendidikan, pengalaman dan keterampilan serta kemauan yang ada dalam dirinya. Sebagai negara maritim kita tetap terus tingkatkan pembangunan dilaut.Salah satu bidang yang berhubungan dengan laut yang di pandang muda untuk di manfaatkan yaitu di bidang perikanan ikan, kepiting, udang, kerang, ubur-ubur, termasuk bidang perikanan yang mudah diperoleh dengan alat yang sederhana. Pada umumnya hasil dibidang perikanan selain untuk kebutuhan pokok sehari-hari sangat cukup, dan selebihnya dijual kepada orang lain. Demikian pula di ingkat nasional, kelebihan pangan dibidang perikanan sudah lama di Indonesia berhasil mengekspor pangan tersebut ke negara lain.Dari segi prospeknya perikanan merupakan salah satu bidang yang mempunyai masa depan yang cukup cerah karena berpotensi menampung berbagai aspek. Bukan saja dari segi teknis dan peralatan penangkapan ikan saja yang ditingkatkan, melainkan manajemen pengelolaan perikanan yang baik dan memadai seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Juga pendidikan dan pelatihan dibidang perikanan, mengembangkan pengolahan hasil perikanan sehingga akan menambah jumlah pabrik pengolahan ikan dengan berbagai jenis produk dengan kwalitas unggulan. Disamping itu semua unit tersebut memerlukan banyak tenaga kerja sehingga paling tidak dapat mengurangi angka pengangguran Indonesia
DAFTAR ISI
oai:ojs.ejournal.unsrat.ac.id:article/10751Pemimpin UmumDekan Fakultas Hukum UnsratPemimpin RedaksiProf. Dr. Jacobus R. Mawuntu, SH, MHDewan RedaksiProf. Dr. Donald A. Rumokoy, SH., MH.Prof. Hi. Atho Bin Smith, SH., MH.Dr. Tommy F. Sumakul, SH, MHDr. Flora P. Kalalo, SH, MHDr. Wempie Jh. Kumendong,SH, MHDr. Cornelius Tangkere, SH, MHDr. Rudy R. Watulingas, SH, MHRedaktur PelaksanaKelly Rumokoy, SH, MH.Sekretaris RedaksiCarlo A. Gerungan, SH. MHTata UsahaYanli Mapia, Serly Makanoneng, George, SicoAlamat Redaksi/Tata UsahaFakultas Hukum Universitas Sam RatulangiKampus Unsrat Bahu, Manado 95115Telp (0431) 866146 e-mail : [email protected] : 1410-2358Jurnal yang diterbitkan oleh Pengelola Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi setiap Enam Bulan, dimaksudkan sebagai wadah mengulas berbagai permasalahan hukum dalam arti yang seluas-luasnya.Tulisan yang dimuat dalam Jurnal ini merupakan pendapat pribadi dari penulisnya, bukan pendapat Fakultas, ataupun Redaksi.DAFTAR ISI1. Ketentuan Hukum Pidana Terhadap Praktik Illegal Logging Dan Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup Di Indonesia (Deasy Soeikromo) ......................................................... 12. Perkembangan Hukum Indonesia Berkenaan Dengan Teknologi Informasi Dan KomunikasI (Renny N.S. Koloay) ................................................................................................. 163. Pelaksanaan Pemerintahan Daerah Dan Penerapan Sanksi Administrasi Dalam Peraturan Daerah (Michael Barama) ............................................................................................... 284. Pelanggaran Hukum Terhadap Penggunaan Minyak Dan Gas Bumi (MIGAS) Yang Terkandung Di Dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia Oleh Pihak Yang Tidak Berwenang (Nike K. Rumokoy) ............................ 405. Revitalisasi Fungsi Provider Dalam Pengaturan Penjaminan Investasi Oleh Pemerintah Daerah Sebagai Upaya Untuk Pembaharuan Hukum Investasi (Jemmy Sondakh) .............................................................................................. 566. Perlindungan Hukum Terhadap Rahasia Dagang Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata Dan Pidana Di Indonesia (Anastasia E. Gerungan).. ................................................................ 697. Tinjauan Yuridis Terhadap Otopsi Medikolegal Dalam Pemeriksaan Mengenai Sebab-Sebab Kematian (Marhcel Maramis) .............................................................................................. 85REDAKSIONALDalam terbitan ini (Vol. 22/ No. 5/ Januari 2016) dimuat sejumlah tulisan ilmiah dan artikel penelitian dengan pokok yang beraneka ragam. Karenanya diharapkan dapat memenuhi berbagai keinginan dan kebutuhan pihak-pihak yang cukup luas pula.Melalui kesempatan ini pula segenap pengelola Jurnal hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang telah memberikan bantuan dan sumbangan sehingga Jurnal kita ini sampai sekarang masih dapat diterbitkan dengan baik.Terima kasih.Redaks
PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR
Konsep pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu seperti diuraikan di atats, merupakan salah syarat untuk mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. selain itu, juga terdapat kaidah-kaidah yang harus diterapkan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut untuk mecapai pembagunan yang optimal dan berkelenjutan. Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenhi kebutuhan hidup saat ini tampak merusak atau menurunkan kemampuan generasi mandatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987).Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batas (limit) pada lanjut ekosistem alamiah secara sumberdaya yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak (absolute), melainkan merupakan batas yang luwes (flexibel) yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, secara kemampuan biosfir untuk menerima dampak kegiatan mausia. Dengan perkataan lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehinggan kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak
KETENTUAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRAKTIK ILLEGAL LOGGING DAN UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Oleh : Deasy Soeikromo
JAKSA SELAKU PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI
Masalah korupsi terkait dengan berbagai kompleksitas masalah, antara lain, masalah moral/sikap mental, masalah pola hidup, budaya, dan lingkungan sosial, masalah kebutuhan/tuntutan ekonomi dan kesenjangan sosial-ekonomi, serta masalah struktur/sistem ekonomi, masalah sistem/budaya politik dan lemahnya birokrasi/prosedur administrasi di bidang keuangan dan pelayanan publik. Jadi, kausa dan kondisi yang bersifat kriminogen untuk timbulnya korupsi sangatlah multidimensi, yaitu bisa di bidang moral, sosial, ekonomi, politik, budaya, birokrasi/administrasi dan sebagainya. Upaya pemerintah dalam melakukan penanggulangan tindak pidana korupsi, baik melalui penindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum maupun melalui reformasi birokrasi di berabagai sektor publik dan adminitratif yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih menemui kendala.Kondisi yang obyektif demikian itu merupakan realita dalam sektor pelayanan publik yang perlu dibenahi, dicegah serta dicarikan jalan keluarnya karena terkait erat dengan pola pikir (mindset), budaya kerja (culture set) dan perilaku (behavior) dari sumber daya manusianya. Salah satu upaya untuk membenahi dan mencegah terjadinya korupsi di daerah, tidak saja diperlukan adanya peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, dengan melakukan prinsip good governance dan clean goverment tetapi juga dengan mengakselarasi sinergi pemberantasan korupsi secara integral dan sistemik.Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah di dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, mulai dari pembentukan dan pembaharuan undang-undang sampai dengan pembentukan Badan/Tim/Komisi untuk penanggulangan tindak pidana korupsi, namun kenyataannya suara sumbang masyarakat tetap bergaung dan sorotan terhadap pemerintah berlangsung dari waktu ke waktu. Upaya pemerintah tersebut sepertinya tidak membuahkan hasil, justru sebaliknya malah tetap saja hujatan demi hujatan dilayangkan kepada pemerintah khususnya kepada penegak hukum, karena dipandang tidak mampu merespons tuntutan masyarakat.6 Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, tidak serta merta dapat melakukan penindakan terhadap tindak pidana korupsi karena kewenangan tersebut ada pada penyidik dan penuntut umum yang masing-masing diambil dari Kepolisian RI dan Kejaksaan RI.Pergantian HIR dengan KUHAP telah mengakibatkan terjadinya perubahan yang fundamental dalam hukum acara pidana. Perubahan tersebut antara lain di bidang penyidikan, dimana kewenangan penyidikan yang selama ini berada pada Kejaksaan RI telah beralih kepada Kepolisian RI kecuali terhadap tindak pidana tertentu. Oleh Pasal 284 ayat (2) KUHAP masih dipercayakan kepada Kejaksaan RI khususnya penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, yang kemudian ditegaskan melalui Pasal 30 ayat (1) huruf (d) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.8Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia disebutkan bahwa : “Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undangâ€. Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa kewenangan itu sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sehingga dari ketentuan undang-undang tersebut dapat dikatakan bahwa Jaksa (Kejaksaan) berwenang melakukan penyidikan terhadap perkara korupsi.Kewenangan yang diberikan undang-undang terhadap Kejaksaan RI untuk menjadi penyidik dalam tindak pidana korupsi telah dijalankan dengan baik oleh pihak Kejaksaan RI, sehingga begitu banyak kasus korupsi yang sudah terungkap dan banyak pelakunya yang sudah tertangkap dan sedang menjalankan hukumannya