Jurnal Hortikultura Indonesia
Not a member yet
    282 research outputs found

    Uji Efektivitas Budidaya Sistem Hidroponik dan Akuaponik pada Tiga Varietas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

    Get PDF
    Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran. Sayuran juga merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional, seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan manfaat sayuran dan pertambahan jumlah penduduk, menyebabkan permintaan sayuran terus meningkat. Dengan kondisi lahan yang terbatas, diperlukan inovasi teknologi budidaya tanaman. Salah satu teknologi pertanian yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman sayuan yaitu, hidroponik dan akuaponik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas hidroponik sistem Deep Flow Technique (DFT) dan akuaponik terhadap pertumbuhan dan hasil tiga varietas bawang merah. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktur tunggal perlakuan yang terdiri dari 6 perlakuan dalam 4 kali ulangan meliputi A (Hidroponik DFT + Bima); B (Hidroponik DFT + Trisula); C (Hidroponik DFT + Sembrani); D (Akuaponik + Bima); E (Akuaponik + Trisula); F (Akuaponik + Sembrani). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dan hasil pada tanaman bawang merah terbaik diperoleh pada kombinasi hidroponik sistem DFT dan varietas Trisula, rata-rata menghasilkan tertinggi pada tinggi tanaman 1MST, jumlah daun 1-7 MST, jumlah anakan 3-7 MST, jumlah umbi (10.40), bobot basah umbi bawang merah per tanaman (29.21 g), bobot kering umbi bawang merah per tanaman (21.18 g). Kata kunci: Akuaponik, Bima, Sistem DFT, Sembrani, TrisulaShallot (Allium ascalonicum L.) is a vegetable plant. Vegetables are also an important commodity in supporting national food security, along with increasing public awareness of the benefits of vegetables and the increasing population, causing the demand for vegetables to continue to increase. With limited land conditions, plant cultivation technology innovation is needed. Some agricultural technologies that can be used to meet the needs of vegetable crops are hydroponics and aquaponics. This study aims to determine the effectiveness of the Deep Flow Technique (DFT) hydroponics system and aquaponics on the growth and yield of three shallot varieties. This study used a Randomized Block Design (RBD) with a single treatment invoice consisting of 6 treatments in 4 replications including : A (Hydroponic DFT + Bima); B (Hydroponic DFT + Trident); C (DFT Hydroponics + Sembrani); D (Aquaponics + Bima); E (Aquaponics + Trident); F (Aquaponics + Sembrani). The results of this study indicated that the best growth and yield of shallot plants were obtained in the hydroponic combination of the DFT system and the Ttrisula variety, with the highest average yield at 1 MST plant height, 1-7 MST leaves, 3-7 MST tillers, and tubers ( 10.40), fresh weight of shallot per plant (29.21 g), dry weight of shallot per plant (21.18 g). Keywords: Aquaphonics, Bima, Deep Flow Technique System, Sembrani, Trisul

    Pengaruh Ekstrak Gulma dan Bahan Alami terhadap Pertumbuhan dan Hasil Caisim (Brassica chinensis L.)

    Get PDF
    Penggunaan alelokimia sebagai bioherbisida berpotensi untuk pengendalian gulma yang ramah lingkungan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak gulma dan bahan alami terhadap pertumbuhan dan hasil caisim (Brassica chinensis L.). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak gulma dan bahan alami sebagai faktor tunggal. Terdapat 16 perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali dan setiap perlakuan terdiri dari 2 polybag sehingga terdapat 48 satuan percobaan dengan 96 tanaman caisim sebagai sampel amatan.. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan jika menunjukkan perbedaan yang nyata, maka diuji lebih lanjut dengan uji DMRT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak gulma dan bahan alami berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 35 HST, jumlah daun 21 HST, bobot segar tanaman, dan bobot kering tanaman. Ekstrak daun Euphorbia heterophylla pada konsentrasi 200 g L-1 nyata mampu meningkatkan tinggi tanaman, dan bobot segar tanaman, ekstrak daun Cyperus rotundus konsentrasi 120 g L-1 mampu meningkatkan berat kering tanaman, sedangkan ekstrak Terminalia catappa pada konsentrasi 200 g L-1 dan Melaleunca laucadendron pada konsentrasi 40 g L-1 meningkatkan jumlah daun pada umur 21 HST.Kata kunci: alelokimia, bioherbisida, konsentrasi, produksi, tanaman sayuranThe use of allelochemicals as bioherbicides has the potential for environmentally friendly weed control. Research was conducted to determine the effect of weed extracts and natural substances on the growth and yield of Chinese cabbage (Brassica chinensis L.). This study used a Completely Randomized Design (CRD) with weed extract concentration and natural substances as the single factor. There were 16 treatments repeated 3 times, and each treatment consisted of 2 polybags, resulting in a total of 48 experimental units with 96 caisim plants as observed samples. The data that has been collected then analyzed using analysis of variance (ANOVA) and if it shows the significant effect, then it is further tested with the DMRT test at the significant level with α 5%. The results showed that weed extracts and natural ingredients significantly affected plant height 35 DAP, number of leaves 21 DAP, stem fresh weight, fresh weight of plant, and dry weight of plant. Euphorbia heterophylla leaf extract at a concentration of 200 g L-1 was able to increase plant height, and fresh weight of plant, Cyperus rotundus leaf extract at a concentration of 120 g L-1 was able to increase dry weight of plant, while Terminalia catappa extract at a concentration of 200 g L-1 and Melaleunca laucadendron at a concentration of 40 g L-1 was increased the number of leaves at the age of 21 DAP.Keywords: allelochemicals, bioherbicide, concentration, production, vegetable plant

    Evaluation of Melon Genotypes (Cucumis melo L.) for Breeding Improved Hybrid Varieties

    Get PDF
    Indonesia merupakan negara produsen serta konsumen buah melon (Cucumis melo L.) yang tinggi, tetapi impor benih melon dari luar negeri masih cukup besar. Hal tersebut membuka peluang pemulia tanaman untuk merakit varietas hibrida unggul. Varietas melon hibrida yang diharapkan adalah yang memiliki kualitas buah yang baik dan produksi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik beberapa genotipe melon dan memilih genotipe potensial untuk materi perakitan varietas hibrida baru. Genotipe yang digunakan ialah enam genotipe dari koleksi Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB (IPB G1, IPB G30, IPB G41, IPB 240, IPB 283, Glamour-S1), tiga galur inbrida PKHT IPB (IPB M13, IPB M23, IPB M21), dan satu varietas pembanding (Alisha F1). Genotipe IPB G1 dan IPB 240 memiliki keunggulan penampakan buah menarik dengan keunikan berupa corak pada kulit buah genotipe IPB G1 dan jala yang tebal dengan intensitas tidak terlalu rapat pada genotipe IPB 240. Genotipe IPB G41 memiliki kandungan padatan terlarut total yang tinggi dan rasanya sangat manis. Genotipe Glamour-S1 memiliki keunggulan penampakan buah menarik serta buah yang besar. Karakter bobot buah berkorelasi positif dengan diameter buah dan panjang buah. Kandungan PTT berkorelasi positif dengan umur panen. Berdasarkan analisis korelasi, genotipe potensial adalah yang memiliki ukuran buah yang besar dan umur panen yang cukup. Genotipe yang memiliki potensi sebagai materi pemuliaan adalah IPB G1, IPB 240, IPB G41, dan Glamour-S1. Kata kunci: genotipe potensial, karakteristik melon, pemuliaan melonIndonesia is a high producer and consumer of melon (Cucumis melo L.), but unfortunately, the value of seed import is still large. This opens an opportunity for plant breeders to develop improved hybrid varieties. The expected varieties should have a high fruit quality as well as a high production. This study aimed to determine the characteristics of several melon genotypes and to select potential genotypes as breeding material for obtaining improved hybrid varieties. The genotypes used were six genotypes from a collection of the Center for Tropical Fruit Studies (PKHT), IPB University (IPB G1, IPB G30, IPB G41, IPB 240, IPB 283, Glamour-S1), three inbred lines from PKHT IPB (IPB M13, IPB M23, IPB M21), and one commercial hybrid variety as a check (Alisha F1). IPB G1 has a unique rind pattern, while IPB 240 has a thick net with less density. IPB G41 has a high total soluble solids content and is very sweet. Glamour-S1 has a large and attractive fruit appearance. Fruit weight is positively correlated with fruit diameter and fruit length. Total soluble solids are positively correlated with days to harvest. Based on the correlation analysis, the potential genotypes selected should have a large fruit size and adequate harvest days. Four potential melon genotypes as breeding materials are IPB G1, IPB 240, IPB G41, and Glamour-S1.  Keywords: melon breeding, melon characteristic, potential genotype

    Penggunaan Sensor Kelembaban Tanah untuk Penetapan Jadwal Penyiraman Tanaman Cabai melalui Irigasi Tetes: Use of Soil Moisture Sensors to Determine Chili Irrigation Scheduling through Drip Irrigation

    Get PDF
    Fertigasi melalui irigasi tetes merupakan teknologi adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim. Penanaman cabai menggunakan irigasi tetes di lahan kering memerlukan jadwal penyiraman yang tepat. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi metode penyiraman berdasarkan sensor kelembaban tanah dan nilai evapotranspirasi pada penanaman cabai menggunakan irigasi tetes. Penelitian dilakukan di Lahan Percobaan Cikarawang, IPB University, Bogor, mulai Juli hingga September 2022. Cabai verietas Imola ditanam pada lahan dengan kandungan P-tersedia 19.6 ppm (sedang) dan K-tersedia 84.64 ppm (tinggi) (Mechlih-1), 1.45 C Organik, dan pH 6.85. Perlakuan jadwal penyiraman disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan 1xETc, 2xETc (1.2 kali nilai evapotranspirasi tanpa sensor), 2xETc-S (menggunakan sensor kelembaban tanah) dengan 6 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua metode penyiraman dapat digunakan untuk mendukung produksi cabai dengan produktivitas rata-rata 8.825 - 10.797 ton ha-1. Secara umum, perlakuan 2xETc-S menghasilkan bobot buah per bedengan tertinggi dibandingkan perlakuan 1xETc dan 2xETc. Bobot buah cabai tidak layak pasar per bedeng tertinggi terdapat pada perlakuan 2xETc. Untuk implementasi lapangan komersial, perlu mempertimbangkan jumlah sensor, ambang batas kelembaban, dan volume penyiraman untuk memaksimalkan kualitas dan produktivitas. Keywords: evapotranspirasi, jadwal irigasi, lahan kering, sensor kelembaban tanahFertigation through drip irrigation is an adaptation technology in dealing with climate change. Chili planting using drip irrigation in dry land requires an appropriate watering schedule. The aim of this study was to evaluate the watering method based on soil moisture sensors and evapotranspiration values in chili planting using drip irrigation. The research was conducted at the Cikarawang Experimental Field, IPB University, Bogor, from July to September 2022. Imola chili varieties were grown on fields with available P content of 19.6 ppm (medium) and available K of 84.64 ppm (high) (Mechlih-1), 1.45 % C Organic, and a pH of 6.85. Treatment of the watering schedule of the arrangement in a randomized block design with 1xETc, 2xETc (without sensor), 2xETc-S (using a soil moisture sensor) treatment with 6 repetitions. The results showed that all watering methods could be used to support chili production with an average productivity of 8,825 - 10,797 ton ha-1. In general, the 2xETc-S treatment produced the highest fruit weight per bed compared to the 1xETc and 2xETc treatments. The highest unmarketable pasar chili fruit weight per bed was in the 2xETc treatment. For commercial field implementation, it is necessary to consider the number of sensors, humidity thresholds, and watering volume to maximize quality and productivity. Keywords: dryland, evapotranspiration, irrigation scheduling, soil moisture senso

    Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah terhadap Kepadatan Populasi dan Jumlah Selang Fertigasi Menggunakan Irigasi Tetes

    Get PDF
    Bawang merah merupakan komoditas sayuran prioritas nasional karena telah dikenal luas penggunaannya di masyarakat Indonesia. Namun, produktivitas bawang merah di Indonesia mengalami stagnansi, yaitu 9-10 ton ha-1 (2000-2018). Penerapan pertanian presisi melalui fertigasi menggunakan irigasi tetes menjadi altenatif solusi untuk menjawab tantangan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi fertigasi yang dapat diimplementasikan dalam budidaya bawang merah di lahan kering. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikarawang, IPB University, dari September hingga November 2022. Penelitian menggunakan RKLT split plot faktorial sebanyak 6 ulangan dengan jumlah selang irigasi (1 dan 2 selang) sebagai petak utama dan kepadatan populasi (normal = 200,000 tan ha-1 dan rapat = 400,000 tan ha-1) sebagai anak petak. Secara umum kepadatan populasi tanaman lebih berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman dibandingkan jumlah selang irigasi tetes. Satu selang irigasi per bedeng cukup untuk mendukung pertumbuhan dan produksi bawang merah di lahan  kering. Tinggi tanaman pada perlakuan satu maupun dua selang irigasi setara, berkisar antara 32.81-33.70 cm. Produktivitas tanaman pada perlakuan satu maupun dua selang irigasi setara, yaitu 11.21-12.19 ton ha-1. Populasi yang padat mampu meningkatkan produksi, namun menghasilkan umbi berukuran kecil yang cocok untuk benih. Penentuan kepadatan populasi tanam sebaiknya disesuaikan dengan tujuan produksi dan kebutuhan pasar.Shallot is a national priority vegetable commodity widely used in Indonesia. However, shallot productivity in Indonesia has stagnated, namely 9-10 tons ha-1 (2000-2018). The application of precision agriculture through fertigation using drip irrigation is an alternative solution to answer this challenge. This research aimed to obtain fertigation technology that can be implemented in shallot cultivation on dryland. The research was conducted at the Cikarawang Experimental Field, IPB University, September-November 2022. The study used a factorial split-plot RCBD with 6 replications with the number of irrigation hoses (1 and 2 hoses) as the main plot and population density (normal = 200,000 plants ha-1 and dense = 400,000 plants ha-1) as sub-plots. In general, plant population density has a more significant effect on plant growth and production than the number of drip irrigation hoses. One irrigation hose per bed is enough to support shallot growth and production in dryland. Plant height in both treatment one and two irrigation hoses was equal, ranging from 32.81-33.70 cm. Plant productivity in both treatment one and two irrigation hoses was equivalent, namely 11.21-12.19 tons ha-1. Dense populations can increase production but produce smaller bulbs suitable for seed. The determination of planting population density should be adjusted to production goals and market needs.Keywords: grading, yield, plant spacing, dry land, nutrigad

    Pelilinan untuk Peningkatan Kualitas Cabai Rawit Varietas Lokal Garut dan Ori 212 pada Penyimpanan Suhu Rendah: Wax Application for Quality Improvement of of Cayenne Pepper Varieties Lokal Garut and Ori 212 at Low-Temperature Storage

    Get PDF
    Cabai rawit memiliki umur simpan yang singkat, maka perlu penanganan pasca panen yang dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu cabai rawit, diantaranya adalah dengan pelilinan menggunakan bahan yang aman dikonsumsi seperti lilin lebah, lilin karnauba, dan kitosan. Penelitian bertujuan mengetahui konsentrasi dari masing-masing bahan pelapis yang efektif memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah dengan penyimpanan suhu rendah. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal yaitu konsentrasi bahan pelapis. Pengamatan yang dilakukan terdiri dari pengamatan destruktif meliputi pengukuran kadar air pada awal sebelum perlakuan dan pengamatan non-destruktif meliputi pengukuran susut bobot, kualitas visual buah, kemunculan gejala penyakit, pembusukan  buah, dan buah kering. Hasil penelitian menunjukkan pelilinan diikuti dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan susut bobot, mempertahankan kualitas visual, serta menghambat kemunculan gejala penyakit. Cabai rawit varietas lokal Garut dengan pelilinan lilin lebah 0.5%, lilin karnauba 0.5%, dan kitosan 1.5% serta cabai rawit varietas ori 212 dengan lilin lebah 0.5%, lilin karnauba 1.5%, dan kitosan 2% yang disimpan pada suhu rendah mampu mempertahankan kualitas buah selama 30 hari.    Kata kunci: cabai rawit, pasca panen, pelilinan, penyimpanan   Cayenne pepper has a short shelf life after harvest. Postharvest handling is needed to extend the shelf life and maintain the quality of chili pepper, coating fruit with safe materials for consumption. The coating materials used such as bees wax, carnauba wax, and chitosan. This study aimed to determine the concentration of each different coating material that is effective to extend the shelf life and maintain fruit quality with low-temperature storage. The study used a single factor Randomized Block Design, namely the concentration of coating material. The parameters observed were destructive and non-destructive. Destructive parameters included moisture content and non-destructive parameters included fruit weight loss, visual quality of fruit, the appearance of disease symptoms, fruit rot, and dryness. The results showed that coatings in combination with low-temperature storage could reduce weight loss, maintain visual quality, and inhibit the appearance of disease symptoms. Local Garut variety of cayenne pepper coated with 0.5% beeswax, 0.5% carnauba wax, and 1.5% chitosan, as well as ori 212 cayenne pepper with 0.5% beeswax, 1.5% carnauba wax, and chitosan 2% with low-temperature storage was able to maintain fruit quality for 30 days.  Keywords: cayenne pepper, edible coating, storage, postharves

    Peningkatan Produktivitas Jagung Manis dengan Perlakuan Kapur Dolomit dan Pupuk Kandang Sapi

    Get PDF
    Penelitian dilakukan 4 bulan dari bulan Mei-Agustus 2022. Lokasi di Desa Purwodadi, Kec. Maliku, Kab. Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh perlakuan kapur dolomit dan pupuk kandang sapi terhadap produktivitas jagung manis. Alat digunakan diantaranya Hand traktor dan pH meter. Benih jagung varietas bonanza, pupuk kandang sapi dan dolomit adalah bahannya. Metode penelitian digunakan Rancangan Acak Kelompok 2 faktor dan 4 taraf. Faktor pertama aplikasi dolomit 4 taraf: 0 ton ha-1, 2 ton ha-1, 4 ton ha-1 dan 6 ton ha-1. Faktor kedua dosis pupuk kandang sapi 4 taraf: 0 ton ha-1, 15 ton ha-1, 20 ton ha-1, 25 ton ha-1. Variabel diamati: Jumlah tongkol (buah), Panjang tongkol (cm), Diameter tongkol (cm), Bobot tongkol berkelobot (g), Bobot tongkol tanpa kelobot (g) dan produktivitas panen (ton ha-1). Hasil penelitian ditemukan bahwa produktivitas panen tertinggi ditunjukkan pada perlakuan dosis dolomit 6 ton ha-1 dengan pupuk kandang sapi dosis 25 ton ha-1 panen bobot tongkol tertinggi sebesar 322.17 g tanaman-1 dengan produksi jagung manis 13.2 ton ha-1. Kata Kunci: bobot, dosis, produksiThe research was conducted 4 months from May-August 2022. The location is in Purwodadi Village, Kec. Maliku, Kab. Pulang Pisau, Central Kalimantan. The research objective was to analyze the effect of dolomite lime and cow manure treatment on the productivity of sweet corn. The tools used include hand tractors and pH meters. Bonanza variety corn seed, cow manure and dolomite are the ingredients. The research method used a randomized block design with 2 factors and 4 levels. The first factor of dolomite application is 4 levels: 0 ton ha-1, 2 ton ha-1, 4 ton ha-1 and 6 ton ha-1. The second factor was the dose of cow manure at 4 levels: 0 ton ha-1, 15 ton ha-1 , 20 ton ha-1, 25 ton ha-1. Variables observed: number of cobs (fruit), cob length (cm), cob diameter (cm), cob weight with husk (g), cob weight without husk (g) and harvest productivity (ton ha-1). The results of the study found that the highest yield productivity was shown in the treatment of dolomite dose of 6 ha-1 with cow manure dose of 25 ton ha-1, the highest cob weight yield was 322.17 g plant-1 with sweet corn production of 13.2 ton ha-1. Keywords: dose, production, weigh

    Respons Produksi dan Kepedasan terhadap Kepadatan Populasi pada Budidaya Cabai menggunakan Mulsa Polyethylene dan Irigasi Tetes

    Get PDF
    Cabai merupakan produk hortikultura yang banyak dikonsumsi dalam bentuk segar dan olahan, cabai olahan bisa dalam bentuk pasta, kering dan serbuk. Saat ini Indonesia masih mengimpor cabai kering karena harga cabai kering impor lebih murah dari cabai kering lokal. Biaya produksi usaha cabai dapat diusahakan dengan menerapkan manajemen teknologi budidaya yang tepat. Salah satu cara untuk menekan biaya produksi adalah dengan menggunakan varietas cabai yang dapat di panen dalam kondisi kering di pohon, sehingga dapat mengurangi biaya pengeringan pada pascapanen. Sementara itu produksi cabai dapat ditingkatkan dengan menggunakan jarak tanam rapat, sehingga hasil per satuan luas akan lebih tinggi. Tujuan dari penelitian ini mendapatkan varietas cabai yang dapat kering di pohon serta jarak tanam yang tepat untuk budidaya cabai kering sehingga dapat meningkatkan produksi. Percobaan dilakukan di Kebun percobaan Cikarawang, IPB dari Agustus 2022–Januari 2023. Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) split plot faktorial, petak utama adalah varietas (Sios Tavi dan Tangguh (Cabai merah keriting, Baja (cabai merah besar)) dan anak petak adalah jarak tanam (normal:30x50 cm; rapat:25x25 cm), terdiri dari 4 ulangan. Hasil percobaan menunjukkan varietas Tangguh dengan jarak tanam rapat memiliki produksi cabai kering di pohon terbaik berdasarkan jumlah buah total per petak (1951.50), bobot total per petak (5.05 kg) dan per hektar (6.86 ton ha-1), nilai capsaicin pada varietas Sios Tavi, Baja dan Tangguh termasuk dalam kategori pedas moderat.Kata kunci: Cabai kering, cabai merah keriting, cabai merah besar, jarak tanam.Chili is a horticultural product widely consumed in fresh and processed form; processed chili can be a paste, dry, or powder. Currently, Indonesia still imports dried chili because the price of imported dried chili is cheaper than local dried chili. The production costs of the chili business can be managed by applying proper cultivation technology management. One way to reduce production costs is to use chili varieties that can be harvested dry on trees, thereby reducing post-harvest drying costs. Meanwhile, close spacing can increase chili production, so the yield per unit area will be higher. This research aims to get chili varieties that can dry on trees and the proper spacing for dried chili cultivation to increase production. The experiment was conducted at the Cikarawang Experimental Garden, IPB, from August 2022–January 2023. This experiment used split plot factorial; the main plots were varieties (Sios Tavi and Tangguh (Curly red chili, Baja (big red chili)) and subplots were spacing (normal:30x50 cm; tight:25x25 cm), consisting of 4 replicates. The experimental results showed that the Tangguh variety with densely spaced plants had the best dry chili production on trees based on the total number of fruits per plot (1951.50), weight total per plot (5.05 kg), or per hectare (6.86 tons ha-1), the capsaicin value of Sios Tavi, Baja, and Tangguh varieties was included in the moderate spicy category.Keywords: Dried chilies, curly red chilies, big red chilies, spacing

    Pengaruh Aplikasi Bokashi dan PGPR pada Pertumbuhan Stek Tanaman Apel (Malus domestica)

    Get PDF
    Apple (Malus domestica) is a deciduous tree that is cultivated through vegetative propagation with grafting, trimmed and cuttings. Cuttings are mostly used as a method of reproduction because of the efficiency in time and price. In order to stimulate and accelerate the growth of the apple tree, the implementation of Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) and bokhasi are used as breeding medium. This research is purposed to investigate the effect PGPR and breeding medium towards the growth of apple tree cuttings. This research is located in the farm of Eban village, West Miomaffo, TTU-NTT from 2nd February until 15th April 2022. This research design used Fully Randomized Design that consists of 2 factorials. The first factorial is Bokhasi Dosage (T) consists of 3 levels which are control (T0), 1:0,50 kg per polybag (T1), 1:0,75 kg per polybag (T2), 1:1 kg per polybag (T3). Meanwhile, the second factorial is Frequency PGPR (W) which consists of 3 levels; control (W0), once a week (W1), twice a week (W2), and trice a week (W3). The combination of the treatment consists of T0W0, T0W1, T0W2, T0W3, T1W0, T1W1, T1W2, T1W3, T2W0, T2W1, T2W2, T2W3, T3W0, T3W1, T3W2, T3W3, so that there are 16 treatment combination repeatedly for 3 times to get 48 experiment units. The result shows that the treatment combination level is 1:0.50 with the watering treatment level (W1) could increase the growth of roots in number, length, and to speed up the growth of apple leaves. Keywords: apple cutting, bokashi, PGPRApel (Malus domestica) merupakan jenis berpohon yang dapat dikembangbiakkan secara vegetatif yakni okulasi, cangkok dan stek. Pertumbuhan tanaman tanpa melalui hasil persilangan sering dilakukan oleh petani untuk meminimalisir bahan perbanyakan dan biaya. Untuk menginduksi dan mempercepat pertumbuhan stek apel dilakukan pengaplikasian hormon tumbuh dengan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) serta penggunaan bokhasi untuk memperbaiki sifat tanah dan penyedia unsur hara. Kegiatan pengamatan dilakukan untuk mengamati dampak aplikasi hormon tumbuh media pada perlakuan stek batang apel. Penelitian ini dilakukan pada lahan masyarakat yang berlokasi di Eban, Kecamatan Miomaffo Barat, kabupaten TTU, Provinsi NTT pada tanggal 2 Februari sampai 15 April 2022. Rancangan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), Faktor Takaran Bokhasi + Tanah (T) terbagi dalam 3 aras yakni : tanpa perlakuan (T0), 1:0.50 kg per polybag (T1), 1:0.75 kg per polybag (T2), 1:1 kg per polybag (T3). Faktor Ke 2 waktu aplikasi PGPR (W) terbagi dalam 3 aras yakni kontrol (W0), 1 kali seminggu (W1), 2 kali seminggu (W2), dan 3 kali seminggu (W3). Kombinasi perlakuan terdiri dari T0W0, T0W1, T0W2, T0W3, T1W0, T1W1, T1W2, T1W3, T2W0, T2W1, T2W2, T2W3, T3W0,T3W1, T3W2, T3W3, dengan total 16 satuan pengamatan yang diulang sebanyak 3 kali menjadi 48 unit pengamatan, tiap unit pengamatan terdapat 1 sampel. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi taraf perlakuan 1:0.50 kg per polybag dengan taraf perlakuan frekuensi penyiraman PGPR satu kali seminggu (W1) kali meningkatkan pertumbuhan persentase tunas, panjang pucuk, mempercepat tumbuh pucuk, serta persentase daun stek apel. Kata Kunci : bokashi, PGPR, stek ape

    Inisiasi Kalus Bangle (Zingiber purpureum Roscoe) pada Beberapa Kombinasi 2.4-D dan Kinetin

    Get PDF
    Bangle (Zingiber purpureum Roscoe) is belonging to the Zingiberaceae family that has been utilized as a medicinal plant. The objective of the research was to evaluate the effects of 2.4-D and kinetin on bangle’s callus initiation. This research was conducted at the Plant Tissue Culture Laboratory, Biology Study Program, Faculty of Mathematics and Natural Science, Udayana University from February until May 2023. This experiment was arranged using a Completely Randomized Design (CRD) with two factors and repeated five times. The first factor was 2.4-D’s concentration (0, 1 and 2 ppm) and the second factor was kinetin’s concentration (0, 0.5 and 1 ppm). Variables observed were callus initiation time, percentage of callus formation, and callus morphology. The result shows that 1 ppm 2.4-D - 0.5 ppm kinetin produce the fastest callus initiation time (10.8 days) and the highest callus formation percentage (100%), whereas 1 ppm 2.4-D - 0.5 ppm kinetin and 2 ppm 2.4-D - 0.5 ppm kinetin produce embriogenic callus morphology (white color and friable texture). Keywords: auxin, cytokinin, medicinal plant, ZingiberaceaeBangle (Zingiber purpureum Roscoe) termasuk keluarga Zingiberaceae yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh 2.4-D dan kinetin pada inisiasi kalus bangle. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, Prodi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana dari bulan Februari hingga bulan Mei 2023. Desain percobaan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor dan lima ulangan. Faktor pertama konsentrasi 2.4-D (0, 1 dan 2 ppm) dan faktor kedua konsentrasi kinetin (0, 0.5 dan 1 ppm). Variabel yang diamati meliputi waktu inisiasi kalus, persentase pembentukan kalus, dan morfologi kalus. Hasil penelitian menunjukkan 1 ppm 2.4-D - 0.5 ppm kinetin menghasilkan waktu inisiasi kalus tercepat (10.8 HST) dan persentase pembentukan kalus tertinggi (100%), sementara 1 ppm 2.4-D - 0.5 ppm kinetin dan 2 ppm 2.4-D - 0.5 ppm kinetin menghasilkan morfologi kalus yang baik dan embriogenik (warna putih dengan tekstur remah). Kata Kunci: auksin, sitokinin, tanaman obat, Zingiberacea

    261

    full texts

    282

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Jurnal Hortikultura Indonesia
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇