Jurnal Agro
Not a member yet
204 research outputs found
Sort by
Corn growth on gold-mine tailings inoculated with nitrogen-fixing and phosphate-solubilizing bacteria
Gold-mine tailings, challenging environment for plant growth, was our study focus. Introducing nitrogen-fixing bacteria (NFB) and phosphate-solubilizing bacteria (PSB) provides nutrients and phytohormones for plant growth. A pot experiment was designed to assess the corn growth on tailing inoculated with NFB and PSB. The research, conducted in a completely randomized block design, was replicated seven times; the treatments were : without inoculation (control), single inoculation of Azo-7.2, single inoculation of BPF-9, a mixture of Azo-7.2 and BPF-9. The results revealed that inoculation of NFB and PSB significantly increased plant height, stem diameter, leaf number, and P-uptake but did not affect leaf area, chlorophyll content, root length, S/R ratio, N-uptake, and plant biomass, and NFB and PSB count in the rhizosphere. Single inoculants of BPF-9 and mixed inoculants increased plant height by 1.2% to 7%, stem diameter, leaves number, and S/R ratio; only mixed inoculation increased N-uptake, however, Azo-7.2 potential to enhance leaf area, chlorophyll content, and corn biomass. The population of NFB and PSB in the rhizosphere of all treated and control plants was slightly lower than the initial population. The research, in particular, verified that the corn growth on tailings inoculated with NFB and PSB was better than that of uninoculated.
ABSTRAK
Tailing tambang emas yang merupakan tantangan untuk pertumbuhan tanaman, menjadi fokus penelitian ini. Inokulasi bakteri pengikat nitrogen (BPN) dan bakteri pelarut fosfat (BPF) menyediakan nutrisi dan fitohormon yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Percobaan pot dirancang untuk mengevaluasi kinerja pertumbuhan jagung (Zea mays L.) pada tailing yang diinokulasi dengan BPN dan BPF. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak kelompok yang diulang sebanyak tujuh kali; perlakuan percobaan adalah tanpa inokulasi (kontrol) dan dengan inokulasi tunggal BPN Azo-7.2 dan BPF-9 serta campuran Azo-7.2 dan BPF-9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi BPN dan BPF dengan nyata meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun tetapi tidak mempengaruhi luas daun, kandungan klorofil, panjang akar, biomassa tanaman, serta jumlah BPN dan BPF di rizosfer. Inokulan tunggal BPF-9 dan inokulan campuran campuran meningkatkan tinggi tanaman 1,2% sampai 7%, diameter batang, jumlah daun, dan rasio S/R secara signifikan. Namun Azo-7.2 berpotensi untuk meningkatkan luas daun, kandungan klorofil, dan biomassa jagung. Populasi BPN dan BPF di rizosfer seluruh tanaman yang diberi perlakuan dan kontrol sedikit lebih rendah dibandingkan populasi awal sebelum percobaan. Penelitian ini, secara khusus, memastikan bahwa performansi pertumbuhan jagung pada tailing yang diinokulasi dengan BPN dan BPF lebih baik dibandingkan dengan tanaman di tailing tanpa inokulasi
Pengaruh metode aplikasi pupuk terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas bawang merah
The demand for shallots continues to experience a significant increase in consumption. The use of appropriate varieties and improved nutrition is one of the efforts to increase shallot production. The purpose of the study was to determine the effect of fertilizer application methods on the growth and yield of several shallot varieties. The research was conducted in May-August 2023 in Ngringo Village, Jaten District, Karanganyar, Central Java with an altitude of 119.6 masl. This study used a factorial Complete Randomized Group Design (CRD) with two factors. Fertilizer application method was the first factor, namely: sowing and leaking. Varieties became the second factor, namely: Bima Brebes, Bauji, Tajuk, and Batu Ijo, resulting in eight treatment combinations with four replications. Observation parameters included plant height, number of leaves, fresh stalk weight, dry stalk weight, number of bulb, fresh weight of bulb, dry weight of bulb, dry weight of bulb per hectare, and bulb diameter. The results showed that the application of fertilizer by sowing can increase plant height 2-3 weeks after planting, fresh weight of bulbs, and dry weight of bulbs of shallots. The Tajuk variety produces plant height at 5 weeks, the number of leaves at 5 weeks, the fresh and dry weight of bulbs, the number of bulbs, and the fresh and dry weight stalk of shallots higher than other varieties. Fertilizer application by sowing can be applied to the Tajuk variety of shallots.
ABSTRAK
Kebutuhan bawang merah terus mengalami peningkatan konsumsi yang cukup signifikan. Penggunaan varietas yang tepat dan perbaikan nutrisi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi bawang merah. Tujuan penelitian yaitu mengetahui pengaruh cara aplikasi pupuk terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas bawang merah. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei-Agustus 2023 di Desa Ngringo, Kecamatan Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah dengan ketinggian wilayah 119,6 mdpl. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial dengan dua faktor. Cara aplikasi pupuk menjadi faktor pertama, yaitu: ditabur dan dituangkan. Varietas menjadi faktor kedua, yaitu: Bima Brebes, Bauji, Tajuk, dan Batu Ijo, sehingga terdapat delapan petak kombinasi perlakuan yang diulang empat kali. Parameter pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat brangkasan segar, berat brangkasan kering, jumlah umbi per rumpun, berat segar umbi per rumpun, berat kering umbi per rumpun, berat kering umbi per hektar, dan diameter umbi. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi pupuk dengan cara ditabur dapat meningkatkan tinggi tanaman 2-3 minggu setelah tanam (MST), berat segar umbi per rumpun, dan berat kering umbi per rumpun bawang merah. Varietas Tajuk menghasilkan tinggi tanaman pada 5 MST, jumlah daun pada 5 MST, berat segar dan kering umbi per rumpun, jumlah umbi per rumpun, serta berat brangkasan segar dan kering bawang merah lebih tinggi dibanding varietas lain. Pemberian pupuk dengan cara ditabur dapat diaplikasikan pada bawang merah varietas Tajuk
Enhancing microbial population and biomass of water spinach grown in tailing and inceptisols by manure amendment
The impact of tailings accumulated on agricultural land is the loss of soil profile and decreased soil quality, making plants difficult to grow. This study aimed to observe the effect of cow dung manure (CM) doses to gold mine tailings on total fungal and bacterial populations of soil surrounding roots and water spinach biomass and to analyze the correlation between fungal and bacterial populations with water spinach growth parameters. The experiment was designed in a randomized block design with five treatments and five replications. The treatments included without CM (control) and 5, 10, 15, and 20% of CM in tailing. Similar treatments were added to plants grown in mineral soil, i.e. Inceptisols. The results determined the retarded plant growth in tailing compared to that in Inceptisols. The plant grown in tailing was more responsive to manure amendment. The CM increased total fungal and bacterial populations in the soil around the roots, plant height, leaf number, stem thickness, wet weight, and dry weight of intact plants. Applying 5% of CM caused better growth of water spinach than other treatments. Total fungal and bacterial populations were strongly correlated with water spinach height and dry weight.
ABSTRAK
Dampak negatif penumpukan tailing di lahan pertanian adalah hilangnya profil tanah dan penurunan kualitas tanah sehingga tanaman sulit tumbuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengobservasi pengaruh pemberian dosis pupuk kotoran sapi (PKS) pada tailing tambang emas terhadap populasi jamur dan bakteri total biomassa kangkung darat (Ipomoea reptans (L.) Poir.) serta menganalisis korelasi antara populasi jamur dan bakteri di tanah sekitar perakaran dengan parameter pertumbuhan kangkung. Percobaan pot di rumah kaca disusun dalam rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan percobaan adalah tanpa dan dengan penambahan 5, 10, 15 dan 20% PKS ke dalam tailing. Perlakuan yang sama diberikan pada tanaman kangkung dengan tanah Inceptisol. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan kangkung di tailing terhambat dibandingkan di tanah Inceptisols, tetapi tanaman di tailing lebih responsif terhadap aplikasi PKS. Pupuk kotoran sapi mampu meningkatkan populasi jamur dan bakteri total di sekitar perakaran, tinggi tanaman, jumlah daun, ketebalan batang, bobot basah serta bobot kering tanaman di tailing. Pemberian 5% PKS lebih meningkatkan pertumbuhan tanaman kangkung dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Populasi jamur dan bakteri masing-masing berkorelasi positif dengan hubungan yang sangat kuat dengan bobot kering serta tinggi tanaman kangkung. Percobaan ini menjelaskan bahwa bahan organik penting untuk memperbaiki kualitas tailing dan pertumbuhan tanaman
Respon empat varietas bawang putih (Allium sativum L.) lokal Indonesia terhadap media induksi dan proliferasi kalus embriogenik
Establishing a regeneration media of Indonesian local garlic is necessary for several purposes, including plant breeding and large-scale propagation. This study was aimed to evaluate media formulation on callus induction and proliferation of four local garlic varieties (Geol, Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, and Lumbu Putih) using root cuttings as the explants. MS media supplemented with different concentration of picloram (4 and 6 mg L-1) without and in combination with glutamine (100 mg L-1) alone and casein hydrolysate (3 g L-1) were evaluated. The results showed that the responses of induction and proliferation of embryogenic callus were genotype-dependent because there was no significant interaction between varieties and media formulations. Still, the varieties had a significant interaction with the observed variables. The fastest initiation time of callus induction was obtained from Lumbu Putih, less than 2 weeks after culture. Geol showed the highest percentage of callus formation and fresh weight of callus, 59% and 0,92 g respectively. There were three different types of the callus: (1) friable, glossy, clear white, (2) friable, glossy, transparent yellow, and (3) semi compact, glossy, yellowish to milky white.
ABSTRAK
Pemantapan media regenerasi bawang putih lokal Indonesia penting dilakukan untuk berbagai tujuan, termasuk pemuliaan tanaman dan perbanyakan skala besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon in vitro empat varietas bawang putih lokal (Geol, Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, dan Lumbu Putih) terhadap komposisi media induksi dan proliferasi kalus dengan menggunakan akar sebagai eksplan. Komposisi media yang diujikan meliputi media dasar MS yang mengandung pikloram (4 dan 6 mg L-1), baik tanpa atau dengan penambahan glutamin (100 mg L-1) dan kasein hidrolisat (3 g L-1). Hasil penelitian menunjukkan respon induksi dan proliferasi kalus embriogenik bersifat genotype dependent, sebab tidak terdapat interaksi yang nyata antara faktor varietas dan formulasi media, namun faktor varietas berpengaruh nyata terhadap variabel amatan. Waktu inisiasi kalus tercepat diperoleh dari Lumbu Putih, yaitu kurang dari 2 minggu setelah kultur. Varietas Geol memiliki persentase pembentukan kalus dan bobot segar kalus tertinggi, berturut-turut sebesar 59% dan 0,92 g. Terdapat tiga tipe kalus yang terbentuk, yaitu (1) remah, mengkilap, putih bening, (2) remah, mengkilap, bening kekuningan, dan (3) kompak, mengkilap, kekuningan-putih susu
Strategi perbaikan tanah untuk meningkatkan produktivitas tanaman hortikultura di Kawasan penambangan pasir yang terdegradasi
The addition of ameliorant materials into the soil on former post-rock mining land was identified as one of the potential approaches in improving soil quality. This study aims to determine the effect of ameliorant materials on the growth and yield of horticultural crops. The study used a Randomized Group Design with five treatments and three. Plants used as indicator plants used two types of horticultural crops (spinach and pakcoy). The treatments consisted of KS0 (Control), KS1 (compost at a dose of 10 t ha-1 + biofertilizer 5 ml L-1), KS2 (compost at a dose of 15 t ha-1 + biofertilizer 10 ml L-1), KS3 (compost at a dose of 20 t ha-1 + biofertilizer 15 ml L-1), and KS4 (compost at a dose of 25 t ha-1 + biofertilizer 20 ml L-1). The results of the research showed that the application of ameliorant material had a significant effect on plant height, number of leaves and wet weight of pakchoy plants, but had no significant effect on plant root length. Treatment with a compost dose of 15 t ha-1 + biofertilizer 10 ml L-1 (KS2) gave the highest results for the growth of Pakcoy plants. The provision of ameliorant had a significant effect on all observation parameters (plant height, number of leaves, wet weight and root length) of spinach plants, where treatment with a compost dose of 20 t ha-1 + biofertilizer 15 ml L-1 (KS3) gave the highest results on growth Spinach plant. These results imply that the ameliorant used can be used as an alternative in improving the quality of former sand mining land.
ABSTRAK
Penambahan bahan amelioran ke dalam tanah di lahan bekas tambang batuan diidentifikasi sebagai salah satu pendekatan yang berpotensi dalam perbaikan kualitas tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan amelioran terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman hortikultura. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan lima perlakukan dan tiga kelompok. Tanaman yang digunakan sebagai tanaman indikator menggunakan dua jenis tanaman hortikultura (bayam dan pakcoy). Adapun perlakuan yang diberikan terdiri dari Kontrol (KS0), kompos ampas sagu dengan dosis 10 t ha-1 + pupuk hayati 5 ml L-1 (KS1), kompos ampas sagu dengan dosis 15 t ha-1 + pupuk hayati 10 ml L-1 (KS2), kompos ampas sagu dengan dosis 20 t ha-1 + pupuk hayati 15 ml L-1 (KS3), dan kompos ampas sagu dengan dosis 25 t ha-1 + pupuk hayati 20 ml L-1 (KS4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan amelioran berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot basah tanaman pakcoy, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman. Perlakuan dengan dosis kompos ampas sagu 15 t ha-1 + pupuk hayati 10 ml L-1 (KS2) memberikan hasil tertinggi terhadap pertumbuhan tanaman Pakcoy. Pemberian bahan amelioran berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan (tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah dan Panjang akar) tanaman bayam, dimana perlakuan dengan dosis kompos ampas sagu 20 t ha-1 + pupuk hayati 15 ml L-1 (KS3) memberikan hasil tertinggi terhadap pertumbuhan tanaman Bayam. Hasil ini memberikan implikasi bahwa bahan amelioran yang digunakan dapat dijadikan sebagai alternatif dalam perbaikan kualitas lahan bekas tambang pasir
Eksplorasi aktinobakteria indigenus untuk Pengendalian penyakit busuk tongkol oleh Fusarium verticillioides pada tanaman jagung
Fusarium verticillioides is a fungus that causes cob rot disease in corn plants. Control of Fusarium verticilliodes by using biological agents that are antagonistic, namely actinobacteria. The research aims to obtain actinobacteria isolates that can control cab rot disease and increase corn growth. The research consisted of 3 stages, 1.) Isolation of indigenous actinobacteria and F.verticillioides. Variables observed were actinobacteria characteristics and biosafety test. 2.) Selection of indigenous actinobacteria to suppress the growth of fungus F. verticillioides. The observed variable is the percentage of inhibition. 3.) The ability of actinobacteria in controlling cob rot in corn plants with 12 treatments and 3 replications, 10 isolates (selection results of stage II), 1 positive control, and 1 negative control, arranged in a completely randomized design. The variables observed were disease development and plant growth. A total of 20 isolates of actinobacteria were obtained isolation results, and the results of biosafety tests obtained as many as 15 isolates of actinobacteria. Actinobacteria isolates that have the potential to suppress the growth of fungus F. verticillioides are actinobacterial isolates APPB BI7, APPB CS7, APPA BI6, APPA AS7, APBC AS7, APPB AS7, APBA AS7, ALKA AS7, APBB BI6, and ALKB AI7 with an inhibition of 62.22-68%. Actinobacteria isolates that have the potential in suppressing the development of cob rot disease and spurring the growth of corn corn plants are isolates with the code APPB BI7, APBB BI6, ALKB AI7, APPB CS7, APPB AS7, APPA AS7, APBA AS7, and APBC AS7.
ABSTRAK
Fusarium verticillioides merupakan jamur yang menyebabkan penyakit busuk tongkol pada tanaman jagung. Pengendalian Fusarium verticilliodes dengan menggunakan agensia hayati yang bersifat antagonis yaitu aktinobakteria. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan isolat aktinobakteria yang dapat mengendalikan penyakit busuk tongkol serta meningkatkan pertumbuhan jagung. Penelitian terdiri atas 3 tahap, 1.) Isolasi aktinobakteria indigenus dan F.verticillioides. Variabel yang diamati adalah karakteristik aktinobakteria dan uji keamanan hayati. 2.) Seleksi aktinobakteria indigenus untuk menekan pertumbuhan jamur F. verticillioides. Variabel yang diamati adalah persentase daya hambat. 3.) Kemampuan aktinobakteria dalam mengendalikan busuk tongkol pada tanaman jagung dengan 12 perlakuan dan 3 ulangan, 10 isolat (hasil seleksi tahap I dan II), 1 kontrol positif, dan 1 kontrol negatif, disusun dengan Rancangan Acak Lengkap. Variabel yang diamati adalah perkembangan penyakit dan pertumbuhan tanaman. Diperoleh 20 isolat aktinobakteria hasil isolasi, dan hasil uji keamanan hayati diperoleh sebanyak 15 isolat aktinobakteria. Isolat aktinobakteria yang berpotensi dalam menekan pertumbuhan jamur F. verticillioides yaitu isolat aktinobakteria APPB BI7, APPB CS7, APPA BI6, APPA AS7, APBC AS7, APPB AS7, APBA AS7, ALKA AS7, APBB BI6, dan ALKB AI7 dengan daya hambat 62,22-68,06%. Isolat aktinobakteria yang berpotensi dalam menekan perkembangan penyakit busuk tongkol dan memacu pertumbuhan tanaman jagung adalah isolat dengan kode APPB BI7, APBB BI6, ALKB AI7, APPB CS7, APPB AS7, APPA AS7, APBA AS7, dan APBC AS7
Kajian pengaruh iradiasi gamma cobalt-60 terhadap tanaman kapulaga jawa (Amomum compactum)
Javanese cardamom plants are mostly propagated vegetatively using its rhizome. Therefore, the genetic variability is quite low so that the variability needs to be enhanced, one of them is by gamma irradiation. The objectives were to reveal the optimal dose (LD20 and LD50) of gamma irradiation on Java cardamom seedlings and to assess the performance of seedlings post irradiation. The experiment was arranged in randomized complete block design with 6 replications. Gamma ray used were 0, 25, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 225, 250, 275 and 300 Gy. Survival rate, quantitative and qualitative observation of plant growth were conducted. Irradiation was conducted on mature plant. Result showed the LD20 and LD50 values were 55,89 Gy and 100,75 Gy. Seedling showed necrosis on leaves and stem area after irradiation especially in high gamma ray doses. Until 25 weeks after irradiation, plants irradiated with 50 Gy and 100 Gy produced 16.7% new shoots, but their development was very slow. Control plants produced 5.2 new shoots with good agronomic appearance and 67% produced flowers at 25 weeks after irradiation. Furthermore, the irradiation dose for cardamom cultivation needs to be optimized in the range of 50-100 Gy by using younger plant material.
ABSTRAK
Tanaman kapulaga jawa sebagian besar diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan rimpangnya. Oleh karena itu, variabilitas genetiknya cukup rendah sehingga variabilitas tersebut perlu ditingkatkan, salah satunya dengan iradiasi sinar gamma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis optimal (LD20 dan LD50) iradiasi gamma pada bibit kapulaga Jawa dan menilai keragaan bibit kapulaga pasca iradiasi gamma. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan 6 ulangan. Iradiasi sinar gamma digunakan adalah 0, 25, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 225, 250, 275 dan 300 Gy. Tingkat kelangsungan hidup, pengamatan kuantitatif dan kualitatif pertumbuhan tanaman dilakukan. Iradiasi dilakukan pada tanaman dewasa. Hasil menunjukkan nilai LD20 dan LD50 sebesar 55,89 Gy dan 100,75 Gy. Bibit menunjukkan nekrosis pada area daun dan batang setelah penyinaran terutama pada dosis sinar gamma tinggi. Sampai umur 25 minggu setelah iradiasi (MSI), tanaman yang diiradiasi 50 Gy dan 100 Gy menghasilkan 16,7% tunas baru, namun perkembangannya sangat lambat. Tanaman kontrol menghasilkan 5,2 tunas baru dengan penampilan agronomis baik dan 67% menghasilkan bunga pada umur 25 minggu setelah iradiasi. Selanjutnya dosis iradiasi pada budidaya kapulaga perlu dioptimalkan pada kisaran 50-100 Gy dengan menggunakan bahan tanaman yang lebih muda
Keragaan karakter morfo-agronomi beberapa aksesi bawang merah (Allium cepa L.) lokal jawa berdasarkan analisis multivariat
Shallot production still fluctuative in several production centers such as Brebes due to the lack of new superior varieties with a high level of adaptation in areas of Indonesia that are prone to damage from land conversion, weather, and low technology application. The study aimed to obtain the best morphological and agronomic appearance of lowland shallots accessions through clustering analysis, and to obtain the limiting characters that provide the highest variation in the population. The research was conducted at the Experimental Farm, Faculty of Agriculture, Singaperbangsa University of Karawang in Pasirjengkol Village, West Java. Field trials were conducted during one growing season using 8 accessions of shallots from different regions, including the accession of Cikijing, Pati, Nganjuk, Trisula, Bima, Berlin, Maja, and Bandung with 15 observed morpho-agro characters. The research was conducted using a single-factor randomized block design with 4 replications, further tested using cluster and principal component analysis (PCA). The results showed that the level of similarity of Trisula accession was very different from other accessions (0.2) for the widest diameter and tuber shape characters. In contrast, the accessions Berlin and Maja have the same morpho-agro appearance (0.8) in tuber diameter, root tip shape, tuber shape, tuber skin thickness, leaf color, crown curvature, and tuber color. The limiting characteristics causing the highest variation in the population are the dry weight of tubers per plant and the shape of the tip tuber stem.
ABSTRAK
Produksi bawang merah masih fluktuatif di beberapa sentra bawang merah seperti brebes, hal ini akibat belum adanya varietas unggul baru yang memiliki tingkat adaptasi luas pada wilayah di Indonesia yang cenderung mengalami kerusakan akibat alih fungsi lahan, cuaca, dan rendahnya penerapan teknologi. Tujuan penelitian untuk mendapatkan aksesi bawang merah yang memiliki penampilan morfologi dan agronomi terbaik di dataran rendah melalui analisis klaster serta mendapatkan karakter pembatas yang memberikan variasi tertinggi pada populasi. Penelitian dilaksanakan dikebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang di Desa Pasirjengkol, Jawa Barat. Percobaan lapangan dilaksanakan selama satu musim tanam dengan 8 aksesi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) yang diambil dari berbagai wilayah diantaranya yaitu aksesi Cikijing, Pati, Nganjuk, Trisula, Bima, Berlin, Maja, dan Bandung berdasarkan 15 karakter morfo-agro yang diamati. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak kelompok faktor tunggal dengan 4 ulangan, kemudian diuji lanjut dengan analisis kluster dan komponen utama (principle component analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemiripan (similarity) aksesi Trisula jauh berbeda dengan aksesi lainnya (0,2) untuk karakter diameter terluas dan bentuk umbi. Berbeda dengan aksesi Berlin dan Maja yang memiliki penampilan morfo-agro yang sama (0,8) pada diameter umbi, bentuk ujung akar, bentuk umbi, ketebalan kulit umbi, warna daun, kelengkungan tajuk, dan warna umbi. Adapun karakter pembatas yang menyebabkan variasi tertinggi pada populasi adalah bobot kering umbi per tanaman dan bentuk ujung batang umbi
Genetic variability in 12 butterfly pea (Clitoria ternatea L.) accessions: a dual approach with cluster and principal component analysis
Understanding genetic variability is crucial for enhancing the breeding programs of butterfly pea (Clitoria ternatea L.), particularly in the face of the demand for improved crop varieties. This study aims to (i) evaluate the genetic variability of 12 butterfly pea accessions based on 28 agro-morphological traits and (ii) analyze the genetic relationships among these accessions. The research was conducted from December 2022 to October 2023 at the Ciparanje Experimental Field, Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran. The experimental design employed a Randomized Complete Block Design (RCBD) with 12 accessions and three replications. Observations were made on 28 agro-morphological traits. Data analysis was performed using analysis of variance (ANOVA), principal component analysis (PCA), and agglomerative hierarchical clustering (AHC). ANOVA results indicated significant diversity among the 12 accessions based on 17 agro-morphological traits. PCA results showed that the first six principal components accounted for 89.1% of the total genetic variability and identified all traits as contributing factors to the genetic variability among the accessions. AHC analysis grouped the accessions into two main clusters, with Euclidean distances ranging from 1.00 to 4.00, indicating varying levels of genetic relatedness. These findings underscore the importance of genetic variability in formulating breeding strategies, particularly in the selection of parents based on targeted agro-morphological traits.
ABSTRAK
Informasi keragaman genetik sangat penting untuk mendukung program pemuliaan tanaman telang (Clitoria ternatea L.), khususnya dalam menghadapi permintaan varietas unggul. Penelitian ini bertujuan untuk (i) mengevaluasi keragaman genetik dari 12 aksesi kembang telang berdasarkan 28 karakter agro-morfologi dan (ii) menganalisis hubungan genetik di antara aksesi-aksesi tersebut berdasarkan 28 karakter agro-morfologi. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2022 hingga Oktober 2023 di Kebun Percobaan Ciparanje, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Desain eksperimen menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 12 aksesi dan tiga ulangan. Pengamatan dilakukan pada 28 karakter agro-morfologi. Analisis data dilakukan dengan analisis varians (ANOVA), analisis komponen utama (PCA), dan pengelompokan hierarki aglomeratif (AHC). Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa 12 aksesi telang beragam secara signifikan berdasarkan 17 karakter agro-morfologi. Hasil PCA menunjukkan bahwa enam komponen utama pertama menjelaskan 89,1% dari total keragaman genetik dan mengidentifikasi 28 karakter agro-morfologi sebagai karakter yang berkontribusi terhadap keragaman genetik 12 aksesi telang. Analisis AHC mengelompokkan 12 aksesi menjadi dua kelompok utama dengan jarak Euclidean berkisar antara 1,00 hingga 4,00, mengindikasikan tingkat kekerabatan genetik yang jauh. Temuan ini menegaskan pentingnya keragaman genetik dalam merumuskan strategi pemuliaan yang efektif, terutama dalam pemilihan tetua berdasarkan karakter agro-morfologi yang ditargetkan
Agronomic characteristics of nagara sweet potatoes (Ipomoea batatas L.) from south kalimantan wetlands
Understanding the agronomic characteristics of sweetpotato grown in wetland is critical to optimise cultivation and maximise yield. By studying factors such as plant morphology and yield, as well as environmental conditions, is important to identify varieties and cultivation practices that are most suitable for specific agroecological zones. This research aims to study the agronomic characters of nagara sweet potato in South Kalimantan's wetlands and identify abiotic factors that support its growth. A total of 15 sweet potato accessions were randomly sampled in sweet potato cultivation hotspot areas in July 2024. Hierarchical cluster analysis was conducted to see the similarity of the accessions found. The results showed that the agronomic characters of sweet potato accessions differed from the registered variety (Ubi Nagara KB-1), especially in characteristics type & number of leaf lobes, shape and number of tubers. Sweet potato yield was also found to be lower (14 t ha-1) compared to Ubi Nagara KB-1 (20 t ha-1). Abiotic data were found to be favourable for sweet potato agronomy, except for pH. The accessions found are still recommended to be developed in lebak swamp land, due to their adaptability and potential which is still higher than sweet potato in general (in dry land). Genetic testing is needed to prove that morphological differences are caused by different varieties (genetic) or decreased environmental conditions.
ABSTRAK
Karakteristik agronomi ubi jalar yang ditanam di lahan basah sangat penting dipelajari untuk mengoptimalkan budidaya dan memaksimalkan hasil panen. Pemahaman faktor-faktor seperti morfologi dan hasil tanaman, serta kondisi lingkungan, penting untuk mengidentifikasi varietas dan praktik budidaya yang paling sesuai untuk zona agroekologi tertentu. Penelitian ini bertujuan mempelajari karakter agronomi ubi nagara di lahan rawa lebak Kalimantan Selatan dan mengidentifikasi faktor abiotik yang mendukung pertumbuhannya. Sebanyak 15 aksesi ubi jalar diambil secara acak di area sentra budidaya ubi pada Juli 2024. Analisis kluster hierarki dilakukan untuk melihat kekerabatan aksesi yang ditemukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter agronomi aksesi ubi jalar berbeda dengan varietas yang terdaftar (Ubi Nagara KB-1), terutama pada ciri tipe, jumlah cuping daun, bentuk dan jumlah umbi. Hasil ubi jalar juga ditemukan lebih rendah (14 t ha-1) dibandingkan dengan Ubi Nagara KB-1 (20 t ha-1). Data abiotik ditemukan mendukung agronomi ubi jalar, kecuali pH. Aksesi yang ditemukan masih direkomendasikan untuk dikembangkan di lahan rawa lebak, karena adaptabilitas dan potensinya yang masih lebih tinggi dibanding ubi jalar secara umum (di lahan kering). Uji genetik diperlukan untuk membuktikan perbedaan morfologi disebabkan oleh varietas berbeda (genetik) atau penurunan kondisi lingkungan