MAJALAH ILMIAH GLOBE
Not a member yet
68 research outputs found
Sort by
ANALISIS SPASIOTEMPORAL INDEKS KEKRITISAN LINGKUNGAN (ECI) KOTA MAGELANG TAHUN 2019-2023
Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan masif berdampak pada alih fungsi lahan, yang mengganggu keseimbangan ekosistem. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan distribusi Indeks Kekritisan Lingungan (ECI) di Kota Magelang selama periode 2019-2023. Pengolahan data dilakukan menggunakan citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS dan algoritma ECI. Klasifikasi ECI dibagi menjadi tiga kelas: Rendah, Sedang, dan Tinggi. Hasil penelitian menunjukkan fluktuasi dalam luas wilayah yang mengalami kekritisan lingkungan. Kelas rendah mengalami penurunan luas, sementara kelas tinggi menunjukkan peningkatan. Kecamatan Magelang Selatan menjadi wilayah dengan luas kelas rendah terluas, mencapai 284,08 ha sepanjang tahun. Kelas sedang tertinggi terjadi di Kecamatan Magelang Utara, mencapai 265,18 ha pada tahun 2022. Sementara itu, kelas tinggi ECI mencapai 272,68 ha di Kecamatan Magelang Utara pada tahun 2023. Temuan menunjukkan tren kenaikan sebaran ECI di Kota Magelang selama periode 2019-2023. Sebaran vegetasi dan suhu permukaan juga berpengaruh terhadap sebaran ECI. Kelas ECI tinggi ditemukan di area dengan minim vegetasi dan suhu permukaan yang tinggi. Peningkatan tutupan hijau di Kota Magelang merupakan solusi penting untuk mengurangi suhu permukaan, terutama dalam menghadapi urbanisasi yang pesat
LAND USE AND LAND COVER (LULC) CLASSIFICATION WITH MACHINE LEARNING APPROACH USING ORTHOPHOTO DATA
Penggunaan teknologi penginderaan jauh semakin berkembang, salah satu aplikasinya adalah analisis perubahan penggunaan dan tutupan lahan (LULC). Informasi LULC dibutuhkan untuk berbagai analisis terkait permukaan bumi. Berbagai jenis data digunakan dalam analisis permukaan bumi dengan memanfaatkan data penginderaan jauh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengklasifikasikan LULC dengan pendekatan machine learning menggunakan data orthophoto. Lokasi penelitian adalah Desa Tanjung Karang, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Metode yang digunakan untuk proses klasifikasi adalah algoritma machine learning yaitu Support Vector Machine (SVM). Dilakukan proses pemisahan band (band slicing) pada data orthophoto yaitu Red, Green, Blue, dan Near Infra Red (NIR). Band Normalized Difference Water Index (NDWI) digunakan untuk analisis badan air yang merupakan refleksi dari band Red dan NIR. Skema klasifikasi klasifikasi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah membandingkan klasifikasi antara satu band dan kombinasi band untuk mendapatkan hasil klasifikasi terbaik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa klasifikasi dengan kombinasi band memiliki akurasi yang lebih baik. Klasifikasi dengan satu band memiliki akurasi rata-rata di bawah 55%, sedangkan kombinasi band memiliki akurasi rata-rata di atas 60%. Hasil klasifikasi dengan nilai akurasi tertinggi adalah kombinasi band R-B-NDWI dengan nilai 71,81%
Front Page Majalah Ilmiah Globe Vol. 22 No. 2 Tahun 2020
Sekretariat Redaksi Majalah Ilmiah GlobePusat Penelitian, Promosi dan Kerja Sama, Badan Informasi Geospasia
PEMETAAN MANGROVE MENGGUNAKAN ALGORITMA MULTIVARIATE RANDOM FOREST: Studi Kasus di Segara Anakan, Cilacap
Potensi pengembangan dan pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) terus meningkat untuk dimanfaatkan dalam pemrosesan data penginderaan jauh pada periode waktu terakhir. Teknologi penginderaan jauh telah terbukti dapat diandalkan untuk mendeteksi sebaran tutupan mangrove. Salah satu metode berbasis ML yang digunakan untuk melakukan deteksi sebaran tutupan mangrove adalah metode Random Forest. Penelitian ini berfokus pada pengujian akurasi klasifikasi Random Forest dalam mengidentifikasi mangrove di Segara Anakan, Cilacap. Seluruh pemrosesan data dan analisis dilakukan menggunakan platform berbasis cloud, Google Earth Engine. Data yang digunakan yaitu citra satelit Sentinel-2A akuisisi tanggal 1 Januari - 31 Desember 2020. Metode klasifikasi menggunakan algoritma RF dengan 12 kombinasi band dan indeks yang berbeda: biru, hijau, merah, red edge, NIR, SWIR-1, SWIR-2, NDVI, MNDWI, SR, GCVI, MMRI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil klasifikasi menggunakan 12 parameter mampu mengidentifikasi mangrove dengan nilai akurasi yang tinggi (OA = 0,892; kappa = 0,782). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa MMRI menjadi parameter yang diketahui memiliki kemampuan yang paling baik dalam memisahkan objek mangrove dan non-mangrove, diikuti selanjutnya oleh SWIR-2
DINAMIKA TOTAL SUSPENDED SOLID DAN LAND COVER DI PERAIRAN PELABUHAN BIMA, TELUK BIMA, NUSA TENGGARA BARAT: (The Dynamics of Total Suspended Solid and Land Cover in the Port of Bima, Bima Bay, West Nusa Tenggara)
Kawasan Teluk Bima merupakan salah satu lokasi perairan strategis yang berada di Kabupaten Bima dan Kota Bima. Teluk ini memiliki manfaat multifungsi sesuai dengan peruntukan penduduk sekitar teluk yang didominasi Suku Bima. Di wilayah pesisirnya terutama dimanfaatkan untuk pelabuhan, tambak, lokasi wisata dan permukiman pantai. Teluk Bima termasuk kawasan laut semi tertutup mirip seperti bentuk kantong, dimana terdiri dari mulut teluk yang sempit kemudian badan air teluk yang melebar di bagian dalam. Teluk ini merupakan tempat bermuaranya daerah aliran sungai (DAS) dan sub-DAS yang mengalirkan air dari semua pegunungan yang melingkupinya, diantaranya Sub-DAS Malaju dan Padolo. Adanya aktivitas pada Sub-DAS Malaju dan Padolo mengakibatkan terjadinya peningkatan sedimentasi di kolam pelabuhan. Penelitian dimaksudkan untuk melihat peningkatan total suspended solid (TSS) dan perubahan lahan pada DAS serta melihat korelasi antara perubahan tutupan lahan dengan meningkatnya persebaran sedimen tersuspensi tersebut. Penelitian ini menggunakan algoritma Parwati et al. (2006) untuk melihat sebaran TSS di Teluk Bima serta melakukan pengujian sampel untuk menghitung TSS di lapangan. Selanjutnya melakukan analisis korelasi dengan melihat hubungan perubahan TSS dengan perubahan tutupan lahan yang ada. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya peningkatan TSS pada kawasan Teluk Bima. Tahun 1990, sebaran TSS >80 mg/l sebesar 0,45 ha dan pada tahun 2020 meningkat menjadi 35,89 ha. Pertanian lahan kering dan permukiman mengalami peningkatan masing-masing sebesar 9% dan 4%, sedangkan belukar berkurang 13%. Jenis tutupan lahan tertentu menjadi penyebab meningkatnya luas sebaran TSS, seperti pertanian lahan kering dengan nilai korelasi positif sebesar 1 dan permukiman dengan nilai korelasi positif sebesar 1
MODEL SPASIAL LINGKUNGAN BUATAN KAWASAN TRANSIT-ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) DKI JAKARTA: Studi Kasus Kawasan TOD Dukuh Atas DKI Jakarta
Transit Oriented Development (TOD) adalah sebuah konsep pengembangan kawasan perkotaan berbasis lingkungan yang menyediakan solusi menyelesaikan permasalahan lingkungan akibat tekanan pertumbuhan penduduk. Konsep TOD menjadi konsep yang populer di negara-negara maju, sehingga indikator-indikator keberhasilannya juga berkiblat pada negara maju. Namun demikian, permintaan akan konsep pengembangan kawasan perkotaan seperti TOD tidak hanya pada negara maju, melainkan juga untuk negara berkembang. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi indikator keberhasilan konsep TOD untuk negara berkembang dan mengevaluasi rencana pengembangan TOD yang ada. Studi ini dilakukan di kawasan TOD Dukuh Atas DKI Jakarta sebagai kawasan TOD yang diarahkan menjadi pusat hub internasional. Studi ini menggunakan metode sistem informasi geografis (SIG) yaitu berupa analisis overlay antara kondisi aktual dan perencanaan dari masing-masing indikator TOD. Indikator yang digunakan pada studi ini adalah jalur pejalan kaki, jalur sepeda, penggunaan lahan campuran, dan ruang terbuka hijau. Hasil studi ini menunjukkan bahwa kawasan TOD Dukuh Atas memiliki rencana jalur pejalan kaki, jalur sepeda, penggunaan lahan campuran, dan ruang terbuka hijau. Akan tetapi, kondisi aktual kawasan TOD Dukuh Atas menunjukkan bahwa jalur pejalan kaki, jalur sepeda, penggunaan lahan campuran, dan ruang terbuka hijau belum memenuhi kriteria kelayakan kawasan TOD karena belum sesuai dengan yang direncanakan. Oleh karena itu, studi ini memberikan beberapa rekomendasi pada penyempurnaan desain kawasan TOD berdasarkan indikator keberhasilan TOD di Kawasan TOD Dukuh Atas. Hal ini dikarenakan desain dan rancangan yang ada sulit untuk dilakukan mengingat kawasan TOD Dukuh Atas telah terbangun sebelumnya
EVALUASI TINGKAT AKURASI KLASIFIKASI HABITAT BENTIK PERAIRAN DANGKAL PADA PERBEDAAN JUMLAH KELAS MENGUNAKAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI: STUDI KASUS: PULAU SEBARU BESAR, KEPULAUAN SERIBU
Pulau Sebaru Besar merupakan salah satu pulau yang terdapat di bagian utara Kepulauan Seribu yang memliki keanekaragaman habitat perairan laut dangkal. Citra resolusi tinggi diintegrasikan dengan data observasi lapang dapat menjadi alternatif sumber informasi terkait habitat bentik perairan laut dangkal. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi akurasi hasil klasifikasi habitat bentik perairan dangkal di Pulau Sebaru Besar Kepulauan Seribu menggunakan citra WorldView-2 dengan penerapan 9 dan 7 kelas serta melakukan uji akurasi hasil klasifikasi. Data citra WorldView-2 yang digunakan merupakan salah satu citra resolusi tinggi dengan resolusi spasial 1,84 x 1,84 meter2 yang diakuisisi pada tanggal 7 Mei 2018. Survei lapang habitat bentik perairan dangkal dilakukan pada tanggal 10-12 Mei 2018 dan 09-10 Desember 2018 dengan teknik foto kuadrat yang menghasilkan sampelsampel sebanyak 159 titik. Persentase tutupan habitat setiap foto kuadrat dianalisis dengan perangkat lunak Coral Point Count with Excel extensions (CPCe). Berdasarkan hasil penelitian akurasi klasifikasi pemetaan habitat bentik perairan dangkal untuk 9 dan 7 kelas dihasilkan akurasi sebesar 63,2% dan 67,5% dengan algoritma Maximum Likelihood Classification (MLC). Habitat bentik perairan dangkal dapat dipetakan dengan baik, sehingga bisa menjadi masukan basis data informasi untuk pengelola Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) kaitannya dalam usaha monitoring habitat bentik terkhusus terumbu karang dan upaya konservasi habitat perairan laut dangkal
ANALISIS KEBERLANJUTAN EKOSISTEM BARCHAN PASCA PENETAPAN KAGUNGAN NDALEM GUMUK PASIR PARANGTRITIS MENJADI ZONA GEOHERITAGE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Gumuk pasir barchan merupakan salah satu bentukan alam unik yang mulai terancam eksistensinya. Pemerintah menetapkan kawasan gumuk pasir menjadi warisan geologi (Geoheritage) di tahun 2021 sebagai salah satu upaya konservasi gumuk pasir barchan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberlanjutan ekosistem gumuk pasir, pasca ditetapkan menjadi kawasan geoheritage. Indikator yang digunakan untuk menganalisis keberlanjuan ekosistem gumuk pasir adalah aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan teknik skoring. Kelas keberlanjutan dibagi menjadi lima kelas, yaitu sangat buruk, buruk, sedang, baik dan sangat baik. Akuisisi data dilakukan melalui wawancara dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akumulatif dari seluruh parameter keberlanjutan gumuk pasir adalah 3, 402 dan tergolong pada kelas sedang. Aspek yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah keberlanjutan dari sisi parameter sosial karena nilainya paling rendah 3,246. Meskipun tergolong dalam kategori sedang, aspek sosial perlu disoroti untuk meminimalkan timbulnya permasalahan di masa mendatang. Hasil kajian ini dapat dimanfaatkan pihak berwenang untuk merumuskan perencanaan pengelolaan zona geoheritage gumuk pasir sehingga dapat meningkatkan nilai keberlanjutan ekosistem gumuk pasir Parangtritis
ANALISIS SPASIO-TEMPORAL VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN BERDASARKAN DATA SATELIT MODIS AQUA: STUDI KASUS DI WPP 573 DAN WPP 715
Wilayah Pengelolaan Perairan (WPP) 573 akan lebih dipengaruhi oleh fenomena yang terjadi pada Samudra Hindia, sedangkan Samudra Pasifik akan lebih dominan berpengaruh terhadap karakteristik di WPP 715. Penelitian ini bertujuan untuk melihat variabilitas dan tren suhu permukaan laut (SPL) selama16 tahun (2003-2018) dengan menggunakan data satelit Aqua MODIS. Hasil penelitian menunjukkan variabilitas SPL tahunan di WPP 715 cenderung lebih hangat 0,3ºC dibandingkan dengan SPL tahunan WPP 573. Tren kenaikan suhu teridentifikasi signifikan hanya pada WPP 715 dengan besaran kemiringan 0,038 per tahun, sedangkan di WPP 573 juga terjadi kenaikan suhu dengan kemiringan sebesar 0,029 per tahun namun tidak signifikan berdasarkan perhitungan statistik. Sebaran suhu hangat tahunan secara spasial pada WPP 573 adalah selatan perairan Selat Sunda, Laut Sawu, Selat Lombok, Selat Alas, dan Laut Arafura bagian selatan, sedangkan di WPP 715 adalah Teluk Tomini, pesisir Laut Halmahera, Teluk Berau, dan Teluk Bintuni