Share : Social Work Journal
Not a member yet
172 research outputs found
Sort by
DINAMIKA INTERAKSI SOSIAL REMAJA DI ERA DIGITAL DAN PERAN PEKERJA SOSIAL
Perkembangan teknologi digital yang pesat memberikan dampak signifikan terhadap dinamika interaksi sosial, terutama di kalangan remaja. Dinamika ini mencakup perubahan pola komunikasi, pengaruh media sosial terhadap pembentukan identitas, hingga pergeseran fokus pada hubungan interpersonal. Interaksi sosial secara virtual kini menjadi bagian integral dari kehidupan remaja, yang mana memungkinkan perluasan jejaring sosial secara global, namun juga menghadirkan tantangan seperti isolasi sosial, kecanduan teknologi, cyberbullying, dan miskomunikasi. Artikel ini mengkaji dinamika tersebut dengan menggunakan metode studi literatur melalui analisis berbagai jurnal dan artikel ilmiah relevan. Hasil studi menunjukkan bahwa meskipun media teknologi digital menawarkan peluang untuk konektivitas yang lebih luas, risiko yang ditimbulkan tidak dapat diabaikan. Dalam konteks ini, pekerja sosial memiliki peranan penting untuk membantu remaja menghadapi tantangan yang muncul, termasuk bertindak sebagai fasilitator dalam interaksi yang sehat, konselor dalam menangani masalah emosional dan psikososial, serta agen perubahan untuk mendorong adaptasi positif terhadap transformasi digital. Melalui pendekatan Person in Environment dan kolaborasi dengan berbagai pihak, pekerja sosial dapat merancang intervensi yang holistik dan efektif guna mendukung kesejahteraan sosial remaja di era modern ini. The rapid development of digital technology has significantly impacted the dynamics of social interaction, particularly among adolescents. These dynamics include shifts in communication patterns, the influence of social media on identity formation, and changes in how relationships are built and maintained. Virtual social interactions have become an integral part of adolescents' lives, enabling the global expansion of social networks while also introducing challenges such as social isolation, technology addiction, cyberbullying, and miscommunication. This article examines these dynamics using a literature review method by analyzing various relevant journals and scientific articles. The findings indicate that while digital technology provides opportunities for broader connectivity, the associated risks cannot be overlooked. In this context, social workers play a crucial role in supporting adolescents in addressing these challenges, including acting as facilitators for healthy interactions, counselors in managing emotional and psychosocial issues, and agents of change to foster positive adaptation to digital transformation. Through the Person in Environment approach and multi-stakeholder collaboration, social workers can design holistic and effective interventions to support the social well-being of adolescents in the modern era.
EFEKTIVITAS PROGRAM SISTEM ADUAN LANSIA TERLANTAR (Si AduLT) PADA PANTI PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA SUDAGARAN BANYUMAS
Sistem Aduan Lansia Terlantar (Si AduLT) merupakan inovasi dari pelayanan kesejahteraan sosial lansia terlantar pada Panti Pelayanan Sosial Lanjut Usia Sudagaran Banyumas Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah. Si AduLT menyediakan layanan aduan berbasis teknologi informasi dan penjangkauan terhadap kasus lansia terlantar di Jawa Tengah, khususnya di Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara. Sejak diluncurkan pada tahun 2022 hingga tanggal 31 Agustus 2024, Si AduLT telah menangani 153 aduan kasus lansia terlantar. Dalam perjalanannya, Si AduLT menemui keberhasilan dan juga kendala di lapangan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas program Si AduLT menggunakan pendekatan service effectiveness. Penelitian menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada aspek kondisi Penerima Manfaat Si AduLT ke arah peningkatan keberfungsian. Aspek kualitas layanan mengindikasikan bahwa para petugas Si AduLT telah melaksanakan program secara optimal. Pada aspek kepuasan Penerima Manfaat, diketahui bahwa persepsi Penerima Manfaat terhadap Si AduLT sangat baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program Si AduLT sudah efektif. Manfaatnya telah dirasakan secara luas oleh masyarakat. Namun, peningkatan efektivitas tetap perlu dilakukan khususnya pada aspek kualitas layanan dan kepuasan Penerima Manfaat
PERSEPSI PERNIKAHAN PADA PEREMPUAN DEWASA MUDA SEBAGAI IMPLIKASI DARI FENOMENA FATHERLESS
Fatherless-ketiadaan ayah, merupakan sebuah fenomena ketidakhadiran sosok ayah yang berperan dalam pengasuhan anak, baik secara fisik maupun secara psikologis. Perempuan dewasa muda adalah ia yang berada pada rentang usia 20 - 30 tahun yang dalam perkembangan psikososialnya memiliki kecenderungan untuk membangun intimacy, khususnya dengan lawan jenis. Ketidakhadiran peran ayah dapat berpengaruh signifikan terhadap perkembangan sosial dan emosional anak perempuan yang kemudian memengaruhi persepsi mereka terhadap hubungan romantis dengan lawan jenis saat dewasa, salah satunya pernikahan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menggambarkan persepsi pernikahan pada perempuan dewasa muda sebagai implikasi dari fenomena fatherless. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan wawancara mendalam pada beberapa informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi terkait pernikahan pada perempuan dewasa muda cenderung negatif sebagai akibat dari fenomena fatherless. Sebagian perempuan yang mengalami fatherless cenderung mengasosiasikan pernikahan dengan konflik, ketidakstabilan, dan ketidakharmonisan, yang akhirnya memengaruhi keputusan mereka untuk menunda pernikahan atau menghindarinya. Ketidakharmonisan dalam pernikahan orang tua informan mengakibatkan terciptanya pandangan yang sangat selektif dalam memilih pasangan, serta cenderung memilih untuk tidak menikah jika tidak menemukan pasangan yang dianggap sesuai dengan harapan. Fatherlessness is a phenomenon of the absence of a father figure who plays a role in raising children, both physically and psychologically. Young adult women are those who are in the age range of 20 - 30 years who, in their psychosocial development, tend to build intimacy, especially with the opposite sex. The absence of a father's role can have a significant effect on girls' social and emotional development, which then affects their perception of romantic relationships with the opposite sex as adults, one of which is marriage. This article aims to describe the perception of marriage in young adult women as an implication of the fatherless phenomenon. This research used a descriptive qualitative method with in-depth interviews with several informants. The study results show that the perception related to marriage in young adult women tends to be negative due to the fatherless phenomenon. Some women who experience fatherlessness tend to associate marriage with conflict, instability, and disharmony, which ultimately influences their decision to postpone marriage or avoid it. Disharmony in the marriage of informants' parents results in a very selective view in choosing a partner and tends to choose not to get married if they do not find a partner who is considered to be under expectations.
EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN PADA PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL DENGAN KOMUNITAS
Pekerja sosial sebagai salah satu profesi yang berhubungan erat dengan program pemberdayaan melakukan kegiatan evaluasi sebagai bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas serta memastikan program tersebut berjalan mandiri dan berkelanjutan. Namun, pelaksanaan proses evaluasi bukan suatu hal yang mudah dilakukan sebab memiliki berbagai tantangan yang dapat menyebabkan evaluasi tidak berjalan secara maksimal. Untuk dapat memastikan evaluasi program berjalan maksimal, pekerja sosial perlu memperhatikan tahapan proses evaluasi yang saling berkesinambungan, sehingga artikel ini ditulis dengan tujuan untuk menggambarkan tahapan proses yang dilakukan pekerja sosial dalam mengevaluasi suatu program. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini yaitu studi kepustakaan (Library Research) dengan mengkaji berbagai sumber referensi pendukung untuk menguatkan analisis dan memperdalam pemahaman mengenai teori yang digunakan. Hasil kajian menunjukkan bahwa tahapan proses evaluasi program perlu dilakukan secara simultan dan berkesinambungan mulai dari pelibatan pemangku kepentingan, pendeskripsian program, penentuan fokus evaluasi, pengumpulan data, pengolahan data, hingga penggunaan hasil evaluasi agar dapat menciptakan dinamika evaluasi yang partisipatif, objektif dan optimal
Peran Komunikasi Interpersonal dalam Intervensi Pekerjaan Sosial: Kajian Konseptual dan Literatur
Komunikasi interpersonal merupakan aspek fundamental dalam praktik pekerjaan sosial, krusial dalam membangun hubungan profesional yang efektif dan bermakna antara pekerja sosial dan klien. Artikel ini mengkaji peran komunikasi interpersonal sebagai strategi intervensi dalam konteks pekerjaan sosial melalui studi literatur. Pendekatan yang digunakan adalah studi pustaka dengan analisis terhadap karya ilmiah mengenai komunikasi interpersonal, intervensi pekerjaan sosial, dan teori pekerjaan sosial modern yang relevan dengan konsep Malcolm Payne. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal memiliki fungsi strategis sebagai sarana dialogis, terapeutik, dan pemberdayaan. Proses komunikasi memungkinkan terbentuknya makna sosial yang dinegosiasikan secara reflektif, mendorong partisipasi aktif klien dalam perubahan sosial, serta memperkuat posisi pekerja sosial sebagai mitra dalam pemulihan dan keberdayaan klien. Pendekatan relasional Payne yang menggabungkan konstruktivisme, naratif, dan pemberdayaan memperkaya strategi komunikasi dalam intervensi sosial yang humanistik dan kontekstual. Selain itu, konsep komunikasi terapeutik dari Stuart dan Sundeen menegaskan pentingnya aspek afektif dalam pemulihan emosional. Kajian ini juga menyoroti berbagai tantangan dalam praktik, seperti hambatan budaya, beban administratif, dan ketimpangan relasi kuasa. Oleh karena itu, direkomendasikan penguatan kompetensi komunikasi interpersonal dalam pendidikan pekerjaan sosial, praktik reflektif, dan ruang intervensi yang etis dan suportif. Artikel ini memberikan kontribusi teoretis dalam menempatkan komunikasi interpersonal sebagai fondasi strategis dalam intervensi, serta membuka ruang bagi penelitian lapangan lebih lanjut untuk menguji efektivitasnya secara kontekstual.
EFEKTIVITAS SOSIALISASI SEBAGAI PENDEKATAN PARTISIPATIF DALAM PROGRAM SOSIAL: TINJAUAN SISTEMATIS LITERATUR
Pendekatan partisipatif merupakan strategi yang diakui luas dalam implementasi program sosial, dengan tujuan mendorong keterlibatan aktif masyarakat serta menjamin keberlanjutan program. Salah satu instrumen utama dalam pendekatan ini adalah sosialisasi, yang berperan sebagai media komunikasi sekaligus ruang partisipasi. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau efektivitas sosialisasi sebagai bagian dari strategi partisipatif melalui metode Systematic Literature Review (SLR). Kajian dilakukan terhadap berbagai studi empiris dan konseptual yang relevan, dengan menelaah dimensi-dimensi utama seperti pemaknaan sosialisasi, bentuk dan strategi pelaksanaan, metode penyampaian dan dinamika interaksi, tantangan implementasi, serta dampaknya terhadap keberlanjutan program sosial. Hasil kajian menunjukkan bahwa bentuk sosialisasi langsung (tatap muka) masih menjadi metode yang paling umum digunakan, sementara pendekatan interaktif dan kolaboratif, khususnya yang melibatkan aktor lokal dan pemantauan berkelanjutan, terbukti lebih efektif dalam meningkatkan penerimaan dan partisipasi masyarakat. Metode komunikasi dua arah juga lebih mampu membangun pemahaman dan keterlibatan yang bermakna. Efektivitas sosialisasi sangat dipengaruhi oleh relevansi kontekstual, konsistensi pelaksanaan, dan integrasi dengan upaya penguatan kapasitas masyarakat. Kajian ini menegaskan pentingnya perancangan strategi sosialisasi yang kontekstual, inklusif, dan berorientasi keberlanjutan, sebagai dasar bagi pengembangan program sosial yang lebih adaptif dan berdaya
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN AMANAH FUND DI KAMPUNG DADAP DESA JATIMULYA, KECAMATAN KOSAMBI, KABUPATEN TANGERANG SELATAN, BANTEN
Bank keliling menjadi salah satu fenomena yang terjadi di Kampung Dadap, Kabupaten Tangerang. Masyarakat dengan perekonomian paling bawah dengan tingkat pendidikan yang rendah sering kali terjerat dengan penawaran pinjaman kredit dari “bank keliling”. Program Amanah Fund oleh Yayasan Bakrie Amanah hadir sebagai program pemberdayaan ekonomi yang memberikan pinjaman tanpa bunga. Dalam suatu program pemberdayaan, partisipasi masyarakat memiliki arti yang sangat penting. Dalam pelaksanaan program Amanah Fund di Kampung Dadap, kesadaran akan pentingnya partisipasi aktif dari penerima manfaat menjadi kunci utama. Program ini tidak dapat berjalan sendiri tanpa dukungan dan kontribusi masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat menjadi fondasi kuat dalam menopang keberhasilan program ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan partisipasi masyarakat pada program Amanah Fund oleh Yayasan Bakrie Amanah di Kampung Dadap, Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan teori syarat partisipasi masyarakat Slamet (2003), yang terdiri dari syarat kesempatan, kemauan, kemampuan. Setelah partisipasi masyarakat memenuhi ketiga syarat tersebut, maka partisipasi diidentifikasi dalam 5 bentuk menurut Sastropoetro (1988). Bentuk partisipasi tersebut terdiri dari partisipasi pikiran, tenaga, keahlian, barang, dan uang. Metode yang diterapkan adalah kualitatif deskriptif dengan desain studi kasus, menggabungkan studi lapangan dan studi pustaka melalui observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Informan dipilih secara purposive, dan keabsahan data diuji menggunakan triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam program Amanah Fund memenuhi seluruh syarat partisipasi dan meliputi seluruh bentuk partisipasi. The phenomenon of mobile banks has become prevalent in Kampung Dadap, Tangerang Regency. Individuals from the lowest economic strata, often with limited educational backgrounds, are frequently ensnared by credit offers from mobile banks. To address this issue, the Amanah Fund program, initiated by the Bakrie Amanah Foundation, was introduced as an economic empowerment initiative offering interest-free loans. In any empowerment program, community participation plays a pivotal role. Within the implementation of the Amanah Fund program in Kampung Dadap, awareness of the importance of active participation among beneficiaries is essential. This program cannot succeed without the support and contribution of the local community. Community participation serves as a strong foundation for the program's success. This study aims to examine the stages of community participation in the Amanah Fund program conducted by the Bakrie Amanah Foundation in Kampung Dadap, Tangerang Regency. The research employs Slamet's (2003) theory of participation prerequisites, which include opportunity, willingness, and ability. Once these prerequisites are fulfilled, participation is further analyzed through five forms as defined by Sastropoetro (1988): intellectual, physical, expertise, material, and financial contributions. The study adopts a qualitative descriptive method with a case study design, combining fieldwork and literature review through observation, interviews, and document analysis. Informants were selected purposively, and data validity was ensured using source triangulation. The findings reveal that community participation in the Amanah Fund program met all prerequisites of participation and encompassed all five forms of participation
PERAN PENGASUH PANTI ASUHAN DALAM MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN ANAK (Studi Kasus Panti Asuhan Khoirul Walad Desa Duku Ilir, Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu)
Pengasuh memiliki peran yang penting dalam mengembangkan kemandirian anak di Lembaga sosial dalam kemandirian terutama emosional, tingkah laku dan nilai. Penelitian bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis peran pengasuh dalam mengembangkan kemandirian anak. Adapun pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik purposive sampling meliputi 10 Informan terdiri dari ketua panti 1 orang, pengasuh 4 orang dan 5 anak panti asuhan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 6 peran dalam menjalankan perannya yaitu sebagai pendidik, pembimbing, pembina, motivator, teladan dan penasehat. Berdasarkan hal tersebut terdapat 3 peran yang dijalankan di Panti Asuhan Khoirul Walad Desa Duku Ilir yaitu sebagai pendidik, pembimbing serta motivator. Peran pendidik meliputi pemberian pengetahuan mengenai budi pekerti, kecintaan terhadap sesama dan ketaqwaan, Peran pembimbing dilakukan dalam menggali minat dan bakat serta menindak lanjuti bakat yang dimiliki anak, dan Peran motivator dilakukan sebagai cara untuk mengembangkan diri anak. Selain itu terdapat 3 aspek kemandirian yang terlihat meliputi aspek kemandirian emosional, aspek kemandirian tingkah laku dan aspek kemandirian nilai. Peran yang dilakukan pengasuh dalam mengembangkan kemandirian anak pada aspek kemandirian emosional yaitu pengasuh memberikan nasehat kepada anak agar anak dapat mengontrol emosi, pengasuh menasehati dalam menyelesaikan permasalahan anak dan berbagi pikiran/ pendapat, selanjutnya pada aspek kemandirian tingkah laku, Pengasuh berperan mengawasi dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan untuk peningkatan disiplin serta pemberian apresiasi. sedangkan pada aspek kemandirian nilai meberikan dampak kepada anak untuk dapat mengambil Keputusan dengan bijaksana dan tanggung jawab. Peran pengasuh dalam kemandirian anak masih belum optimal, Maka peneliti menilai perlu penguatan dalam Lembaga dalam mengembangkan kemandirian anak adalah pengasuh mendapatkan dorongan dan bantuan dari pengasuh (sharing discussion) atau (group discussion) agar tercapainya sebuah kecapaian yang diinginkan, anak. Caregivers have an important role in developing children's independence in social institutions in independence, especially emotional, behavioral, and values. The research aims to describe and analyze the role of caregivers in developing children's independence. The qualitative descriptive research approach with purposive sampling techniques includes 10 informants consisting of 1 orphanage head, 4 caregivers and 5 orphanage children. The data collection technique uses observation, interviews and documentation. The results of the study show that there are 6 roles in carrying out their roles, namely as educators, supervisors, coaches, motivators, role models and advisors. Based on this, there are 3 roles carried out at the Khoirul Walad Orphanage, Duku Ilir Village, namely as educators, supervisors and motivators. The role of educators includes providing knowledge about ethics, love for others and devotion, the role of the supervisor is carried out in exploring interests and talents and following up on the talents possessed by children, and the role of motivators is carried out as a way to develop children. In addition, there are 3 aspects of independence that can be seen including the aspect of emotional independence, the aspect of behavioral independence and the aspect of value independence. The role of caregivers in developing children's independence in the aspect of emotional independence is that caregivers give advice to children so that children can control their emotions, caregivers advise in solving children's problems and share thoughts/opinions, then in the aspect of behavioral independence, caregivers play a role in supervising and participating in every activity to improve discipline and give appreciation. while in the aspect of independence, the value gives an impact to children to be able to make decisions wisely and responsibly. The role of caregivers in children's independence is still not optimal, so the researcher considers that it is necessary to strengthen the institution in developing children's independence is that caregivers get encouragement and assistance from caregivers (sharing discussion) or (group discussion) in order to achieve a desired achievement, children
PELAYANAN KESEJAHTERAAN BERBASIS FAITH-BASED ORGANIZATION: PELUANG DAN TANTANGAN BAGI PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL
Penelitian dengan mengusung topik pelayanan kesejahteraan berbasis faith-based organization sebagai peluang dan tantangan bagi praktik pekerjaan sosial telah memiliki jejak historis yang cukup panjang sekaligus menunjukkan dinamika kontributif serta determinan tersendiri dalam memberikan alternatif layanan kesejahteraan sosial bagi para penerima manfaat, yang faktanya tidak seluruhnya dapat dijangkau dan dipenuhi oleh organisasi-organisasi resmi pemberi pelayanan kesejahteraan sosial yang dikelola oleh pemerintah. Kajian ini melihat karakteristik layanan kesejahteraan sosial berbasis faith-based organization, pemangku kepentingan dalam faith-based organization, dan pekerjaan sosial dalam bidang faith-based organization dalam menjawab peluang dan tantangan global yang bersifat inklusif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dengan merujuk kepada berbagai sumber referensi seperti buku ataupun e-book, artikel, dan berbagai dokumen yang relevan dengan topik penelitian untuk melihat diskursus faith-based organization pada layanan kesejahteraan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik faith-based organization ditunjukkan dalam bentuk branding organisasi, struktur organisasi, tujuan, dan penyedia layanan melalui skema pasif-aktif dan persuasif-eksklusif; faith-based organization menjadi model dalam menjalankan layanan kesejahteraan sosial yang inklusif dalam upaya menghindari dikotomi layanan kesejahteraan sosial antara organisasi sekuler vis a vis organisasi keagamaan; dalam pengelolaan dan menjalankan aktivitas organisasinya para pemangku kepentingan faith-based organization dapat sejalan dengan nilai-nilai dan kode etik perofesi pekerjaan sosial profesional
MASYARAKAT SEBAGAI SYSTEM BLAME APPROACH PENGUATAN MENTAL PENYANDANG DISABILITAS DI KABUPATEN PATI
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk dukungan masyarakat sebagai system blame approach penguatan mental disabilitas di kabupaten Pati. Sebagaimana proses dukungan untuk disabilitas, secara umum lebih banyak melihat dari sisi personal, atau dukungan individu. Dalam penelitian ini, tim menemukan adanya temuan menarik bahwa keluarga, norma dan nilai-nilai masyarakat, serta dukungan pemangku kebijakan,(stage holder) mampu memberikan dukungan mental disabilitas yang cukup optimal. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Pengambilan data dengan menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Adapun analisis data menggunakan pola alur Seiddel. Temuan lapangan menunjukkan bahwa Strategi dukungan keluarga dalam pengembangan mental disabilitas berupa dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental, dan dukungan penghargaan. Peran lingkungan masyarakat dalam penguatan mental disabilitas terlihat dari kuatnya hasil indikator dukungan keluarga dan indikator nilai-nilai dan norma masyarakat yang menjadi temuan positif dalam penelitian. This study aims to find a form of community support as a system blame approach to strengthen mental disabilities in Pati district. As with the support process for disabilities, in general, it looks more at the personal side, or individual support. In this study, the team found interesting findings that family, community norms and values, as well as stage holder support are able to provide quite optimal mental disability support. This research is a field research with a descriptive qualitative approach. Data collection using interviews, observations, and documentation. The data analysis uses the Seiddel flow pattern. Field findings show that family support strategies in the development of mental disabilities are in the form of emotional support, information support, instrumental support, and award support. The role of the community environment in strengthening mental disability can be seen from the strong results of family support indicators and indicators of community values and norms which are positive findings in the study