Penerapan konseling pendekatan rational-emotive behavior therapy (rebt) untuk mengatasi perilaku menyimpang akibat broken home

Abstract

Perilaku menyimpang akibat broken home merupakan suatu kondisi, keadaan di dalam keluarga adanya perceraian atau ketidakadaan salah satu orang tua sehingga mengakibatkan anak menjadi kurang dapat mengontrol dirinya sendiri, khusunya pada tindakan atau perilaku menyimpang. Untuk membantu klien yang mengalami perilaku menyimpang akibat broken home maka penulis menerapkan konseling pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT). Tujuanpenelitianiniadalah: 1.Menemukan faktor penyebab perilaku menyimpang akibat broken home. 2. Mendeskripsikan penerapan pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) untuk membantu mengatasi perilaku menyimpang akibat broken home pada anak di Desa Lau. Jenispenelitianyang digunakanadalah StudiKasusBimbingandan Konselingdenganmetodepenelitiankualitatif.Subyekyang ditelitisebanyaktiga anak yang beralamatkan di desa Lau Dawe Kudus yang memiliki permasalahan terhadap perilaku menyimpang. Metodepengumpulandatayang digunakan adalah metodewawancara, observasi dan dokumentasi sebagai pelengkap, sehingga nantinya mendapatkan data yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti yaitu permasalahan tentang perilaku menyimpang. Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis penelitian ini menunjukan penyebab TA, DA, HR mengalami perilaku menyimpang akibat broken homedisebabkan: 1. Konseli TA berasal dari faktor internal adalah berasal dari dalam diri TA sendiri yaitu persepsi negatif terhadap broken home, dan persepsi negatif tentang ayahnya yang tidak menyayanginya, dan persepsi negatif tentang keadaan dirinya yang sering di marahi orang tuanya sehingga melampiaskan dengan cara berperilaku melawan orang tua, pergi dari rumah tidak pulang. Faktor eksternalnya yaitu berasal dari keluarga yang kurang memberikan kasih sayang kepada anak, orangtua tidak adil dengan sesama anak, orangtua otoriter sering memarahi anak. 2. Konseli DA berasal dari faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri yang dialaminya yaitu merasa tidak adil dilahirkan dalam keluarga broken home, yakin bahwa ibunya hanya mementingkan pekerjaannya tidak memperhatikan DA dan melampiaskan perilakunya dengan cara melawan orang tua, mencari kebahagiaan pergi dari rumah tidak pulang. Faktor eksternalnya yaitu berasal dari keluarga yang kurang memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak dan lingkungan teman bermain. 3. Konseli HR berasal dari faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri HR sendiri yaitu pemikiran yang negatif tentang tanggung jawab untuk mencari uang untuk keluarga HR merasa tertekan, sehingga melampiaskan dengan melawan orang tua, pergi dari rumah tidak pulang.Faktor eksternalnya yaitu berasal dari keluarga kurang memberikan kasih sayang kepada anak, keluarga yang menekan HR untuk mencari nafkah sehingga HR merasa tertekan hingga mencari kebebasan, kebahagiaan dengan lari dalam lingkungan pergaulan yang negatif untukmenghilangkan tekanan di dalam keluarga dengan berperilaku menyimpang seperti: merokok (di bawah umur), miras (minum-minuman keras), balapan liar (trek-trekan).Dari hasil konseling ketiga konseli tersebut untuk dapat mengatasi perilaku menyimpang akibat broken home. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa tingkat keberhasilan pendekatan Rational-Emotive Behaviora Therapay (REBT) yang di dalamnya menambahkan teknik tambahan yaitu dispute tingkah laku (behavioral disputation) dan memberikan pekerjaan rumah (homework assignments) digunakan untuk mengatasi perilaku menyimpang sehingga konseli dapat merubah perilakunya secara positif. Hal ini dibuktikan adanya perubahan pola pikir maupun perasaan dan tingkah laku dari konseli. Konseli mampu mengelola pemikiran emosi dan perilakunya secara positif. Peneliti memberikan saran kepada: 1. Konseli yang mengalami perilaku menyimpang akibat broken home, diharapkan dapat mengelola persepsi, lebih memahami keadaan yang ada pada dirinya, dan memahami dampak yang ditimbulkan perilaku menyimpang, sehingga konseli harus mampu berpikir dewasa dan dapat mengubah persepsi negatif menjadi persepsi positif akan perceraian dan kematian adalah sebuah takdir.2 Diharapkan sebagai ketua RT atau rukun tetangga harus lebih dapat memperhatikan permasalahan-permasalahan di dalam lingkungan warganya sehingga dapat hidup tenang, tentram. 3. Bagi Masyarakat Diharapkan masyarakat dapat memberikan dukungan motivasi terhadap anak yang mengalami keadaan keluarga yang broken home sehingga anak dapat merasakan kenyamanan di dalam lingkungan masyarakat sehingga perilaku anak dapat lebih positif. 4. Diharapkan sebagai orang tua dapat lebih memperhatikan anak sehingga dapat berkembang dengan baik, harus dapat intropeksi diri sehingga menjadi orang tua yang lebih baik dapat diterima diri sendiri dan anak, menjadi panutan, dapat mendidik, membesarakan dan memberikan kasih sayang kepada anak. 5. Bagi teman diharapkan agar sebagai teman harus dapat mendukung dan mendorong temannya yang mengalami permasalahan perilaku menyimpang akibat broken home untuk dapat berfikir dan berperilaku lebih baik lagi. 6. Kepada peneliti selanjutnya, untuk pengembangan penelitian selanjutnya, dalam upaya menangani perilaku menyimpang akibat broken home hendaknya lebih memahami kondisi konseli dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang muncul terkait dengan permasalahan yang dialami oleh konseli. Selain itu dalam melakukan penelitian lebih memperbanyak referensi agar mempunyai cukup bekal dalam melakukan penelitian dan akan lebih mudah menerapkan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT)

    Similar works