Ketertarikan penulis untuk meneliti judul ini dengan alasan karena masalah
maḥiḏ merupakan hal yang penting dalam kehidupan para wanita. Ikatan pernikahan
dan hubungan badan di antara laki-laki dan wanita kemudian menjadi sarana
keberadaan manusia lewat proses persalinan.dalam konteks ini, pihak wanita yang
mengalami proses menstruasi, kehamilan, persalinan dan menyusui yang kemudian
menjadi kondisi yang mempengaruhi hukum fiqih atas diri mereka. Sesorang wanita
harus mengerti betul tentang ilmu ini. Permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini
adalah bagaimana penafsiran maḥiḏ dalam al-Qur’an dan apa hubungan maḥiḏ
dengan kesehatan wanita dengan membahas dua surat dalam al-Qur’an yaitu surat alBaqarah: 222 dan at-Thalah: 4 dengan menstruasi atau haid dalam kesehatan wanita.
Kata maḥiḏ berasal dari محيضا و حيضا، تحيض، محيض merupakan bentuk isim dan
masdar. Kata محيض dan حيض adalah perkumpulan darah pada tempatnya. محيض juga
bermaksud orang yang haid.
Metodologi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
maudhu’i dengan mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan maḥiḏ, kemudian
dikupas secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dan di analisa
dengan pendekatan deskriptif analisis untuk menggambarkan maḥiḏ menurut alQur’an dan menurut kesehatan wanita.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa al-Qur’an menjelaskan maḥiḏ
pada QS al-Baqarah: 222 yang pertama berarti haid itu adalah kotoran dan maḥiḏ
yang kedua pada surat tersebut adalah melarang bersetubuh dengan wanita yang
sedang haid. Dalam QS at-Thalak kata maḥiḏ membawa arti wanita yang menopause
dan wanita yang belum datang haid kaitannya dengan iddah. Adapun maḥiḏ
hubungannya dengan kesehatan wanita perlu dititikberatkan secara psikis dan fisik
karena bisa saja emosi akan terganggu dan ia akan membahayakan wanita. Bahaya
yang timbul selama bersetubuh dengan wanita haid seperti dinding vagina akan
menjadi lembek, nafsu syahwat akan berkurung dan lain-lain lagi. Bagi laki-laki ia
akan menimbulkan penyakit radang pada penis dan kencing nanah. Oleh itu Allah
melarang melakukan bersetubuh ketika wanita sedang haid. Melalui kesehatan yang
lebih baik, kaum wanita dapat menjalankan kehidupan yang berkualitas dan mampu
bergiat aktif bagi membantu pertumbuhan negara pada masa yang akan datang