Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh dua orang tokoh yang
berpengaruh yaitu Imam Al-Nawawi dan Imam Ibnu Taimiyyah yang mempunyai
pandangan yang berbeda mengenai hukum puasa Rajab. Penulis mengambil
rumusan permasalahan sebagai berikut: Pertama, bagaimana pendapat Imam AlNawawi
dan Imam Ibnu Taimiyyah mengenai hukum puasa Rajab. Kedua,
bagaimana dalil yang digunakan Imam Al-Nawawi dan Imam Ibnu Taimiyyah
mengenai hukum puasa Rajab dan cara mereka mengistinbatkan hukum. Ketiga,
bagaimana analisa fiqh muqaranah terhadap pendapat Imam Al-Nawawi dan
Imam Ibnu Taimiyyah mengenai hukum qadha’ puasa Rajab.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum Islam normatif yang
dilakukan dengan menggunakan metode library research, yaitu dengan
mengambil dan membaca serta menelaah literatur-literatur yang berhubungan
dengan penelitian ini karena semua data bersifat sekunder. Sumber data yang
penulis gunakan adalah sumber data primer yang terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yang
penulis gunakan adalah sebagai rujukan utama ialah kitab Al Majmu’ syarah Al
Muhazzab karya Imam Al-Nawawi dan kitab Majmu’ Fatawa karya Imam Ibnu
Taimiyyah. Bahan hukum skunder ialah buku-buku atau literatur-literatur yang
berkait tentang masalah yang diteliti. Bahan hukum tersier adalah kamus bahasa
Arab dan al-Quran. Pendekatan yang penulis gunakan adalah penulisan ini adalah
dengan menelaah konsep-konsep atau teori-teori yang dikemukakan oleh Imam
Al-Nawawi dan Imam Ibnu Taimiyyah, seterusnya menggunakan pendekatan
perbandingan mazhab (fiqh muqaran), yaitu dengan membandingkan pendapat
Imam Al-Nawawi dan Imam Ibnu Taimiyyah mengenai hukum puasa Rajab.
Hasil kajian mendapatkan bahwa dalam masalah hukum puasa Rajab ini
kedua tokoh tersebut sama-sama teguh dengan argumen masing-masing. Mereka
menggunakan dalil yang berbeza. Di dalam Kitab Al-Majmu’ Syarah Al-
Muhazzab Imam Al-Nawawi menenerangkan bahawa berpuasa secara khusus
didalam bulan Rajab tergolong sebagai sunnah. Sedangkan Imam Ibnu Taimiyyah
berpendapat bahwa hukum puasa Rajab secara khusus tidak boleh dilakukan
kerana tiada tuntunannya dari nabi dan sahabat sebagaimana yang dijelaskan
didalam kitabnya Majmu’ Fatawa. Argumen Imam Al-Nawawi menyatakan
bahwa hukum puasa Rajab adalah sunnah berdasarkan hadits riwayat Abu Daud.
Karena hadits yang digunakan Imam Al-Nawawi bahwa hukum puasa Rajab itu
dibolehkan dan sunnah yang dianjurkan, Dalil yang dijadikan sebagai dasar atas
pendapat Imam Al-Nawawi adalah sebuah riwayat dalam Sunan Abu-Daud yang
bercerita tentang seorang sahabat dari suku Al-Bahili. Hadits ini juga diriwayatkan
oleh Abu Daud. Setelah dikaji dan diteliti, maka ilmu indikasi penulis lebih
cenderung memilih untuk menggunakan pendapat Imam Al-Nawawi